Senin, 6 Oktober 2025

OTT KPK di Kabupaten Bogor

Bercermin dari Kasus Bupati Bogor, Kenapa Predikat WTP Dianggap Penting? Ini Kata Pengamat

Bupati Bogor, Ade Yasin, diduga melakukan suap agar Pemkab Bogor mendapat predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) lagi untuk tahun anggaran 2021.

Penulis: Milani Resti Dilanggi
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua KPK Firli Bahuri bersama Ketua BPK Isma Yatun menunjukkan baramg bukti terkait penahanan Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/4/2022) dinihari, pasca tertangkap tangan pada Rabu (27/4/2022) dini hari. KPK menahan Bupati Kabupaten Bogor Ade Yasin dan tujuh tersangka lainnya yang terdiri dari ASN Pemkab Bogor dan Pegawai BPK Jawa Barat yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) dengan barang bukti Rp 1,024 miliar terkait suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tahun anggaran 2021. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin bersama tujuh orang lainnya sebagai tersangka dugaan kasus suap.

Ade diduga menyuap jajaran pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat agar Pemkab Bogor kembali memperoleh predikat atau opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Tahun Anggaran 2021 dari BPK Perwakilan Jawa Barat.

Bupoti Bogor Ade Yasin jadi tersangka
Bupoti Bogor Ade Yasin jadi tersangka (kolase tribunnews)

Menilik kasus tersebut, apa yang dimaksud opini WTP?

Dihimpun dari laman bpk.go.id, berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 terdapat empat jenis Opini yang diberikan oleh BPK RI atas Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah:

1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion​.

2. Opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) atau qualified opinion.

3. Opini Tidak Wajar atau adversed opinion.

4. Pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion) atau Tidak Memberikan Pendapat (TMP).

Di mana WTP merupakan opini audit tertinggi dari BPK terkait pengelolaan anggaran di kementerian atau lembaga negara.

Opini ini diterbitkan jika laporan keuangan dianggap telah sesuai prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik dan bebas dari salah saji material.

Opini tersebut diburu supaya organisasi yang mereka pimpin dinilai cakap dalam mengelola dan menyerap anggaran.

Baca juga: Ade Yasin Jadi Tersangka dan Ditahan KPK, Iwan Setiawan Ditunjuk Isi Posisi Plt Bupati Bogor

Baca juga: Ade Yasin Nekat Suap Auditor Rp 1,9 M demi Pengakuan Citra Bersih dari Korupsi, ICW Kritisi BPK

Lantas, kenapa dianggap penting?

Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, mengatakan bagi kepala daerah, predikat WTP penting supaya dianggap sebagai sosok yang bersih dan tidak korupsi di mata masyarakatnya.

Sebab, jika laporan keuangan pemerintah daerah tidak berpredikat WTP, patut diduga laporan tersebut bermasalah dan bisa jadi pintu masuk pengusutan kasus korupsi.

Meski demikian, adanya opini WTP dari BPK tidak menjamin kepala derah setempat bersih dari korupsi. 

"Tidak dijamin WTP itu bersih karena banyak kepala daerah dapat WTP dari hasil lobi dan suap, seperti yang terjadi pada Bupati Bogor."

"Masyarakat tahunya apa yang di atas kertas, bukan pada hal di belakang layar."

"Di atas kertas WTP, bagi rakyat bahwa bupatinya tak korupsi. Padahal, di belakang layarnya belum tentu," kata Ujang, Kamis (28/4/2022), dilansir Kompas.com. 

Baca juga: Buntut Kasus Suap Bupati Bogor Ade Yasin, 4 Pegawai BPK Perwakilan Jabar Dinonaktifkan

Baca juga: Konstruksi Perkara Kasus Suap Ade Yasin dan Peran Keterlibatan 7 Tersangka Lainnya

Selain itu, status opini WTP dalam laporan juga dinilai mampu mendongkrak citra kepala daerah hingga menteri, yang bisa digunakan untuk kepentingan politik.

Celah itu yang digunakan oleh para pejabat pemerintahan daerah hingga kementerian dan auditor BPK.

Para penyelenggara negara kemudian bersiasat untuk mengutak-atik laporan keuangan supaya mendapatkan opini WTP dengan imbalan suap kepada auditor.

”Mendapatkan status tersebut dari BPK memang berdampak besar pada lembaga negara atau pemerintah daerah terkait."

"Kepercayaan publik meningkat, reformasi birokrasi dianggap berhasil sehingga modus suap pun dihalalkan,” kata peneliti Indonesia Corruption Watch, Febri Hendri, di Jakarta, Sabtu (27/5/2017) dilansir Tribunnews.com.

Identitas dan Peran 8 Tersangka 

Dalam kasus ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan delapan tersangka.

Berikut identitas dan peran tersangka sebagaimana dilansir Tribunnews.com:

Sebagai pemberi suap:

1. Ade Yasin (AY), Bupati Bogor periode 2018-2023;

2. Maulana Adam (MA), Sekdis Dinas PUPR Kab. Bogor;

3. Ihsan Ayatullah (IA), Kasubid Kas Daerah BPKAD Kab. Bogor;

4. Rizki Taufik (RT), PPK pada Dinas PUPR Kab. Bogor.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin (AY) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021. Total ada delapan tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Bogor Ade Yasin (AY) sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan laporan keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Tahun Anggaran 2021. Total ada delapan tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini. (Tribunnews/Ilham Rian)

Sebagai penerima suap:

1. Anthon Merdiansyah (ATM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Kasub Auditorat Jabar III/Pengendali Teknis;

2. Arko Mulawan (AM), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Ketua Tim
Audit Interim Kab. Bogor;

3. Hendra Nur Rahmatullah Karwita (HNRK), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa;

4. Gerri Ginajar Trie Rahmatullah (GGTR), Pegawai BPK Perwakilan Jawa Barat/Pemeriksa.

(Tribunnews.com/Milani Resti/Hasanudin A/Nuryanti) (Kompas.com/Ardhito Ramadhan)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved