Tak Hanya Indonesia, Aturan Pengeras Suara Masjid Juga Diberlakukan di Arab Saudi dan Mesir
Negara muslim seperti Arab Saudi dan Mesir juga terlebih dahulu mengeluarkan aturan yang sama.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama mengeluarkan pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Aturan ini diterbitkan dalam Surat Edaran Menag (SE Menag) bernomor 05/2022.
Hal ini menuai pro dan kontra di Indonesia.
Namun ternyata aturan seperti ini tidak hanya ada di Indonesia.
Negara muslim seperti Arab Saudi dan Mesir juga terlebih dahulu mengeluarkan aturan yang sama.
Baca juga: Aturan Soal Pengeras Suara Masjid: Dari Penjelasan Kemenag, Respon KSP Hingga Pro Kontranya
Aturan yang sama di Arab Saudi
Pada bulan Juni 2021, Arab Saudi secara resmi mengeluarkan edaran terkait dengan pengaturan suara di masjid dan musala.
Surat edaran itu menjelaskan terkait pembatasan pengeras suara yang diperbolehkan untuk syiar keagamaan.
Arab Saudi sendiri saat ini memiliki kurang lebih 98.000 masjid di seantero wilayah Kerajaan Arab.
Dilansir dari Saudi Gazette, dalam aturan itu disebutkan bahwa pengeras suara luar hanya diperbolehkan untuk azan dan ikamah saja.
Selain itu, penggunaan pengeras suara harus diturunkan volumenya.
Jumlah volumenya harus diturunkan hingga sepertiga volume biasanya.
Surat edaran tersebut dikeluarkan oleh Menteri Urusan Islam, Dakwah, dan Bimbingan Arab Saudi, Sheikh Dr Abullatif Bin Abdulaziz Al-Sheikh, Minggu (23/5/2021).
Alasan pembatasan pengeras suara tersebut adalah, suara azan yang keras disinyalir akan menganggu mereka yang sedang sakit, khususnya yang berada dalam radius suara dari masjid tersebut.
Hal ini diperkuat dengan beberapa fatwa ulama terkait ketidakbolehan menyuarakan azan dengan keras selain azan dan ikamah di negara tempat dua masjid suci umat Islam tersebut.
Mesir Ikut Atur Pengeras Suara Masjid
Di negeri muslim lainnya seperti Mesir juga memberlakukan aturan serupa.
Mesir tercatat mulai menerapkan aturan pembatasan pengeras suara sejak sejak 2018 lalu.
Alasannya pun serupa dengan Arab Saudi.
Dilansir dari Egypt Today, pembatasan terkait pengeras suara ini karena banyaknya keluhan terkait dengan volume pengeras suara masjid yang dinilai terlalu besar.
“Keputusan melarang pengeras suara di dalam masjid tetap diberlakukan, khatib akan diinformasikan untuk mengikuti aturan kementerian terkait salat di bulan suci,” kata Kepala Bidang Keagamaan Kementerian Wakaf Mesir, Gaber Ta’e pada 2018 lalu.
Aturan ini pun mendapat dukungan penuh dari Universitas Al-Azhar. Bahkan, pihak Al-Azhar mengatakan, pengeras suara yang menganggu, justru bertentangan dengan Islam.
Mohamed El Shahat el-Gendy dari Universitas Al-Azhar menyebut, Al-Qur'an menyuruh umat untuk melihat sekitar dan memperhatikannya.
Apalagi bila pengeras suara berada dalam area dimana terdapat rumah sakit maupun sejenisnya.
"Ibadah seharusnya dilakukan dengan penuh kekhusyukan, bukan dengan pengeras suara yang mengganggu para pasien dan warga lanjut usia," ucapnya dilansir dari Egypt Today.
Aturan di Indonesia Dikritik PKS, Didukung NU dan Muhammadiyah
Aturan mengenai penggunaan pengeras suara di masjid dan musala yang dikeluarkan melalui surat edaran oleh Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas menimbulkan pro dan kontra.
Dukungan mengenai aturan tersebut dilontarkan oleh PP Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Ketua PP Muhammadiyah, Dadang Kahmad menyambut baik pedoman terkait penggunaan pengerasa suara ini dan akan menggunakannya di masjid-masjid Muhammadiyah.
“Bagus ada pengaturan. Supaya penggunaan pengeras suara masjid atau pun yang lain sembarangan dan tidak sembarang waktu,” kata Dadang pada Senin (21/2/2022) dikutip dari Kompas TV.
Selain itu, Dadang juga bercerita aturan semacam ini pada dasarnya sudah dilakukan di masjid-masjid Muhammadiyah dan relatif disiplin terkait penggunaan pengeras suara, baik di luar maupun di dalam masjid.
“Masjid Muhammadiyah sudah disiplin dari dulu. Penggunaan pengeras suara keluar hanya azan saja,” tuturnya.
Sementara menurut NU, aturan pengeras ini dalam penerapannya jangan menjadi aturan yang kaku.
Wakil Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Zulfa Mustofa mendukung Surat Edaran Menteri Agama No SE 05 tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Zulfa mengatakan PBNU sepakat selama tidak ada larangan total bagi penggunaan pengeras suara di masjid maupun musala.
Menurutnya, pedoman ini dibuat untuk menciptakan kenyamanan di tengah masyarakat.
"Selama tidak melarang total penggunaan pengeras suara masjid dan musala, prinsipnya PBNU sepakat dengan surat edaran pengaturan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala tersebut, untuk kenyamanan dan kemaslahatan masyarakat," ucap Zulfa kepada Tribunnews.com, Selasa (22/2/2022).
Meski begitu, Zulfa meminta agar Kementerian Agama melakukan sosialisasi dengan masif.
Hal ini, menurutnya, perlu dilakukan agar tidak ada penolakan dari masyarakat yang tak membaca secara pedoman ini secara mendalam.
"Kemenag sebaiknya menyosialisasikan SE tersebut secara aktif dan masif, karena penolakan masyarakat biasanya disebabkan belum membaca dan memahami secara detil maksud dari SE tersebut," ujar Zulfa.
Kemudian, dukungan dinyatakan oleh MUI terkait aturan pengeras suara di masjid dan musala ini.
Hal tersebut dikarenakan aturan sudah sesuai dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tahun 2021.
“Saya mengapresiasi atas terbitnya SE itu sebagai bagian dari upaya mewujudkan kemaslahatan dalam penyelenggaran aktivitas ibadah,” ungkap Ketua MUI Bidang Fatwa, Asrorun Niam.
“Intinya, dalam pelaksanaan ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk adzan. Dalam pelaksanannya, perlu diatur agar berdampak baik bagi masyarakat yaitu jamaah dapat mendengarkan syiar, namun tidak menimbulkan mafsadah,” ujarnya, dikutip dari laman MUI.
Dikritik PKS
Namun menurut anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Bukhori Yusuf, aturan tersebut secara substansi mengabaikan dinamika kondisi sosiologis dan kultural masyarakat setempat seperti di wilayah pedesaan.
“Penggunaan pengeras suara di masjid adalah tradisi umat Islam di Indonesia. Bagi masyarakat tradisional yang komunal, mereka relatif memiliki penerimaan yagn lebih positif terhadap tradisi melantunkan azan, zikir, atau pengajian dengan suara keras melalui speaker masjid,” kata Bukhori, Selasa (22/2/2202).
“Selain alasan bahwa di dalam budaya komunal setiap laku individiu terkonstruksi secara alamiah untuk mengutamakan kepentingan umum, tradisi tersebut juga tidak menemukan masalah ketika diterapkan di lingkungan yang homogen seperti pedesaan,” tambahnya.
Bukhori mengatakan, dalam konstruksi kebudayaan masyarakat di pedesaan, bunyi keras tersebut telah menjelma sebagai ‘soundscape’ atau bunyi lingkungan.
Sehingga apabila frekuensi ataupun kapasitas dari bunyi tersebut berkurang, melemah, bahkan menghilang, maka dapat berpengaruh terhadap suasana kebatinan penduduk yang biasa terpapar oleh lantunan suara yang berasal dari masjid/musala, walaupun dilakukan secara bersahut-sahutan dengan volume yang keras.
"Seperti ada bagian yang hilang dalam keseharian hidup mereka,” ujarnya.
Namun demikian, Bukhori mengamini bahwa fenomena yang dianggap lazim di pedesaan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima oleh penduduk di lingkungan perkotaan yang hidup dalam suasana heterogen, individualistik, serta bising.
Sehingga ketenangan menjadi hal yang didambakan di tengah hiruk pikuk kehidupan metropolitan.
“Dalam kondisi itu, pengaturan pengeras suara pada tingkat yang proporsional menjadi hal yang perlu dilakukan. Selain demi menjaga harmoni sosial di lingkungan yang heterogen, juga penting untuk menjaga simpati masyarakat atas kegiatan keagamaan yang dilakukan," tuturnya.
"Meski demikian, dalam mewujudkan hal itu sesungguhnya tidak perlu sampai dilakukan secara eksesif, misalnya melalui intervensi negara yang mencampuri hingga urusan teknis soal peribadatan, tetapi cukup berangkat dari rasa kesadaran dan keterbukaan pikiran masyarakat, khususnya bagi pihak takmir masjid atau pengurus DKM,” lanjut Bukhori.
Sumber: Saudi Gazette/Egypt Today/Kompas.TV/Tribun Solo