Pengikut Rizieq Shihab Tewas
Hakim Tak Lengkap, Sidang Unlawful Killing Agenda Pemeriksaan Terdakwa Ditunda Rabu Pekan Depan
Susunan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak lengkap, sidang lanjutan Unlawful Killing ditunda pekan depan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan perkara dugaan pembunuhan di luar hukum alias Unlawful Killing yang menewaskan 6 anggota eks Laskar FPI, yang rencananya digelar Selasa (26/1/2022) ini, harus ditunda.
Adapun penundaan sidang dengan agenda mendengar keterangan kedua terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella itu karena, susunan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tidak lengkap.
"Perlu kami sampaikan kepada Jaksa Penuntut Umum dan terdakwa bahwa ketua Majelis ada tugas lain yaitu mengikuti pelatihan teknis," kata Hakim Anggota Suharno sesuai membuka persidangan.
Baca juga: Dua Terdakwa Polisi dalam Sidang Unlawful Killing akan Bersaksi di Pengadilan Hari Ini
Baca juga: Sidang Unlawful Killing, Ahli Sebut di Situasi Ekstrem Polisi Harus Bertindak: Salah, Kalau Tidak
Di mana, dalam pantauan Tribunnews.com, hakim yang hadir hanya Suharno sebagai hakim anggota, sedangkan Arif Nuryanta yang merupakan hakim ketua dalam perkara ini, berhalangan hadir.
Dengan begitu, hakim Suharno menyatakan, menunda jalannya persidangan dengan agenda yang sama hingga Rabu (2/2/2022), karena susunan majelis hakim tidak lengkap.
Sebab, dalam agenda pemeriksaan terdakwa, persidangan dapat digelar jika seluruh perangkat persidangan hadir, terlebih pada susunan majelis hakim.
"Sehingga persidangan ini harus ditunda minggu depan, dan akan dilanjutkan pada Rabu tanggal 2 februari 2022," kata Suharno seraya menutup persidangan.
Keterangan Ahli Meringankan
Ahli Hukum Kepolisian, Kombes Pol (purn), Warasman Marbun mengungkap ada doktrin yang berpandangan bahwa lebih baik penjahat yang mati ketimbang petugas, dalam hal ini anggota kepolisian.
Hal ini ia sampaikan saat dihadirkan sebagai saksi ahli yang meringankan (a de charge) untuk dua terdakwa kasus dugaan pembunuhan di luar proses hukum, atau unlawful killing empat anggota Laskar FPI, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/1/2022).
Baca juga: Bupati Nonaktif Kolaka Timur Andi Merya Nur Jalani Sidang Perdana di PN Kendari
Baca juga: Kepergok saat Gasak Motor, Maling di Pasuruan Lempar Bom Ikan ke Arah Warga
Dalam keterangannya di persidangan, Marbun menjelaskan saat situasi mendesak, ada doktrin berskala internasional yang mengatakan lebih baik 'penjahat' yang meninggal dunia, ketimbang aparat penegak hukum.
"Saya sebutkan tadi dalam doktrin internasional daripada petugas mati, lebih bagus 'penjahat' mati," kata Marbun di persidangan.
Menurut Marbun, peristiwa penembakan yang melibatkan anggota Laskar FPI dan aparat kepolisian di dalam mobil terjadi begitu cepat.
Dalam situasi ekstrem tersebut, polisi bisa melakukan tindakan daripada sekedar melumpuhkan.
"Kalau misalnya masih ada tenggang waktu, tidak tiba-tiba, tidak sekonyong-konyong, maka itu bisa saja dilumpuhkan. Tapi kalau pelatuk itu sudah di tangan yang merebut, nah itu tidak ada yang keliru," kata dia.
Marbun turut menjelaskan soal ketentuan penggunaan senjata api bagi petugas polisi.
Dalam peraturan, disebutkan bahwa senjata api hanya boleh digunakan jika benar-benar dibutuhkan untuk melindungi nyawa manusia dan bersifat luar biasa.
Baca juga: Bupati Yuni: 7 Orang dalam Satu Keluarga yang Positif Covid-19 di Sragen Ternyata Menolak Vaksinasi
Baca juga: Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo Terpapar Covid-19, Sang Anak Ungkap Kondisi Kesehatannya
Menurutnya kejadian di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek masuk dalam kategori keadaan luar biasa.
"Kenapa disebut luar biasa, karena petugas di sini sudah sangat ekstrem, sudah sangat membahayakan. Skala merah 'kalau saya tidak bertindak dengan tegas, maka saya akan mati atau temanku yang mati atau orang lain'," ujar dia.
Sebagai informasi, dalam perkara ini para terdakwa yakni Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella didakwa telah melakukan penganiayaan yang membuat kematian secara sendiri atau bersama-sama terhadap 6 orang anggota eks Laskar FPI.
Atas hal itu, jaksa menyatakan, perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan IPDA M. Yusmin Ohorella merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam dalam Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 351 Ayat (3) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.