Pilpres 2024
Bahlil Munculkan Wacana Pilpres Ditunda, Demokrat: Jangan Sampai Jokowi Bernasib Seperti Soeharto
Bahlil bahkan menyebut penundaan penyelenggaraan pemilu juga bukanlah sesuatu yang baru.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wacana perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode yang sempat terkubur kembali menyeruak pascapernyataan Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Bahlil Lahadalia.
Bahlil diketahui menyebut rata-rata pelaku usaha mengharapkan penyelenggaraan Pilpres 2024 ditunda dengan pertimbangan terkait pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.
Bahlil bahkan menyebut penundaan penyelenggaraan pemilu juga bukanlah sesuatu yang baru.
Sebab Indonesia pernah mengalami hal serupa di era Orde Lama dan peralihan era Orde Baru ke Reformasi.
Usulan Bahlil ini sontak menuai beragam komentar, salah satunya dari Partai Demokrat.
Baca juga: Hasil Survei Capres 2024, Publik Menunggu Sosok yang Diusung Jokowi
Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan usulan itu tak ubahnya mempermalukan dan menjerumuskan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Karena Jokowi berulang kali telah menyampaikan penolakannya atas usulan perpanjangan masa jabatan preside menjadi tiga periode.
"Apakah kini ada upaya menjerumuskan Bapak Joko Widodo agar bernasib serupa dengan Presiden Soeharto, dengan terus menggaungkan usulan tiga periode?" kata Herzaky, kepada Tribunnetwork, Senin (17/1/2022).
Nasib Soeharto yang dimaksud Herzaky tak lain soal kejatuhannya lantaran terlalu lama menjabat.
Saat itu para pembantu dekat Soeharto selalu meminta agar yang bersangkutan bersedia memperpanjang kekuasaannya, dengan mengatasnamakan rakyat.
Herzaky pun mempertanyakan apakah hal serupa tengah terjadi di era saat ini.
"Atas alasan 'rakyat yang meminta', 'rakyat yang menghendaki', padahal kenyataannya bertolak belakang. Jangan membuat gaduh dengan memberikan statement-statement yang tidak perlu. Rakyat sedang susah, ayo kita fokus bantu rakyat," kata dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum PKB Jazilul Fawaid mengkritik pernyataan Bahlil yang menimbulkan pergolakan kembali terkait wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Menurutnya, penundaan Pilpres 2024 hanya bisa dilakukan dengan mengamandemen UUD 1945, padahal hingga saat ini tak ada pembicaraan terkait yang dimaksud.
"Pak Jokowi sudah jelas menolak. Pak Bahlil (seharusnya) konsultasi dulu dengan Presiden sebelum bicara politik. Tapi ingat wacana ini menabrak konstitusi UUD 1945, melawan semangat reformasi," kata Jazilul.
"Jika terus menguat maka ada celah melalui amandemen konstitusi yang menjadi kewenangan MPR.
Namun sejauh ini belum ada usulan amandemen UUD 1945, apalagi terkait tambahan periode masa jabatan presiden," jelasnya.
Partai Golkar juga tak sependapat dengan wacana penundaan Pilpres 2024 tersebut.
Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily menuturkan wacana itu dapat menimbulkan komplikasi baru karena harus mengubah hal yang paling fundamental dalam konstitusi Indonesia yakni UUD 1945 yang menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden itu 5 tahun.
"Dengan sendirinya, perpanjangan masa jabatan Presiden ini akan melahirkan pro kontra dalam masyarakat. Bisa jadi hal ini dapat menimbulkan kegaduhan baru. Alih-alih memberikan kepastian bagi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19, yang terjadi malah ketidakpastian politik di Indonesia," kata Ace.
Menurutnya, hasil survei pun turut menunjukkan bahwa mayoritas responden justru tidak atau kurang setuju wacana perpanjangan masa jabatan presiden.
Oleh karenanya Ace menegaskan amendemen UUD 1945 ini bukanlah perkara yang mudah.
"Dalam pandangan saya, konstitusi kita yang sudah terkonsolidasi demokrasinya dengan baik, jangan sampai menimbulkan ketidakpastian politik sehingga membuat investasi bisa lari lagi. Lebih baik saat ini, kita fokus saja pada penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi," katanya.
Senada, Partai Gerindra enggan membahas wacana tersebut lebih lanjut.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menegaskan partainya akan tetap taat pada konstitusi di mana Pilpres dilakukan setiap lima tahun sekali dan tidak mengatur soal penundaan pilpres.
"Konstitusi kita jelas mengatur, nggak ada istilah mundur, pemilu itu lima tahun sekali," kata Habiburokhman.
Sedangkan pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul Jamiluddin Ritonga melihat Bahlil seolah dimanfaatkan atau justru memanfaatkan momentum dimana munculnya keinginan pengusaha menunda pemilu.
Menurutnya, suara pengusaha bisa saja digunakan sebagai pembenaran adanya arus bawah yang menginginkan Jokowi sebagai sosok yang mampu memulihkan ekonomi Indonesia di era pandemi Covid-19.
"Untuk itu, Menteri Bahlil Lahadila, seolah-olah menjadi penyambung lidah para pengusaha untuk menyampaikan aspirasinya. Di sini belum jelas apakah Bahlil memanfaatkan atau dimanfaatkan para pengusaha menjadi corong menyampaikan aspirasi politiknya," kata Jamiluddin.
Apabila Bahlil memanfaatkan para pengusaha, berarti inisiatif penambahan masa jabatan presiden datang dari dirinya.
Sebaliknya, bisa saja Bahlil dimanfaatkan oleh para pebisnis untuk menyampaikan aspirasinya kepada Jokowi dan legislatif.
Yang menarik, kata dia, Bahlil tetap menyuarakan hal tersebut meski tahu itu tidak dimungkinkan oleh konstitusi Indonesia.
"Berbekal pendapat umum palsu inilah yang dikhawatirkan akan dijadikan pembenaran untuk mengamandemen konstitusi. Cara-cara seperti ini banyak dilakukan di negara demokrasi dimana para oligarki sangat berperan," jelasnya.
PAN Bela Bahlil
Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, menanggapi soal pernyataan Menteri Investasi atau Kepala BKPM Bahlil Lahadalia yang menyebut bahwa para pelaku usaha berharap Pilpres 2024 ditunda.
Menurut Viva, pernyataan Bahlil tidak salah soal harapan para pelaku usaha.
"Mas Bahlil dalam pernyataannya tidak salah karena menjelaskan aspirasi dunia usaha yang menghendaki pemilu dimundurkan," kata Viva kepada wartawan, Selasa (11/1/2022).
Dia menilai adanya keberagaman aspirasi dari seluruh elemen bangsa adalah sebagai ekspresi berdemokrasi, buah dari kebebasan berpikir dan berpendapat.
"Dan secara historis, Indonesia telah mengalami pasang-surut kehidupan demokrasi, termasuk memajukan atau memundurkan jadwal pemilu," kata dia.
Dalam era demokrasi saat ini, Viva mengatakan bahwa perdebatan, analisis, kritik, pro kontra, adalah sesuatu yang diterima sebagai konsekuensi logis.
"Ketua Umum PAN Bang Zulkifli Hasan juga telah berpesan agar setiap keputusan politik dapat membawa manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara yang sedang dalam proses percepatan pemulihan ekonomi nasional, dan mesti mendukung kerja dan kinerja pemerintah secara maksimal," pungkasnya.