Ahmad Basarah: Ekstremisme Agama Lahirkan 'Politik Antisemua'
Klaim kemenangan ideologi liberalisme-kapitalisme makin memicu pandangan dan tindakan radikalisme dan ekstremisme
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Klaim kemenangan ideologi liberalisme-kapitalisme makin memicu pandangan dan tindakan radikalisme dan ekstremisme yang dikonstruksikan atas interpretasi agama secara sempit di tengah masyarakat.
Hal ini tidak hanya menyebabkan munculnya eksklusivisme dalam hubungan sosial, tetapi juga melahirkan berbagai tindakan kekerasan dan agresi terhadap kelompok masyarakat lain.
Hal itu disampaikan Ketua Umum DPP Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI) Ahmad Basarah dalam pidatonya pada pembukaan Kongres IV PA GMNI di Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (6/12/2021).
"Ekstremisme agama ini melahirkan ‘politik antisemua’, kecuali pada kelompok dan keyakinan mereka sendiri. Mereka menolak dan memusuhi sistem sosial yang multikultural, Pancasila, NKRI, hingga pemerintahan yang menjalankan mandat rakyat yang dipilih secara demokratis. Tapi anehnya, sebagian mereka juga menerapkan standar ganda dengan memanfaatkan demokrasi, HAM dan kemajuan teknologi informasi serta media sosial itu sendiri untuk mewujudkan cita-cita perjuangannya," kata Basarah.
Baca juga: Ahmad Basarah: PA GMNI Apresiasi Presiden Jokowi Antisipasi Upaya Penetrasi Ideologi Transnasional
Secara manipulatif, menurut Basarah, kelompok ini memanfaatkan hak konstitusional warga negara untuk berbicara, berkumpul, mengeluarkan pendapat secara lisan dan tulisan.
Tujuannya untuk mendiskreditkan dan mendeligitimasi pemerintahan yang konstitusional.
"Strategi kudeta merangkak konstitusional ini secara perlahan tapi pasti, jelas menargetkan kehancuran Negara Kesatuan Republik Indonesia di kemudian hari dengan meracuni alam pikir bangsa Indonesia, khususnya generasi muda dengan paham yang bertentangan dengan Pancasila," ucap Basarah.
Basarah juga menyoroti nafsu berkuasa dengan jalan pintas memanfaatkan kecepatan arus teknologi informasi.
Persilangan keduanya, kata Basarah, membuat atmosfer politik Indonesia dipenuhi polusi hoaks, fitnah dan ujaran kebencian baik terhadap individu maupun golongan.
Baca juga: Ahmad Basarah: Merah Putih Tak Boleh Berhenti Berkibar di Seluruh Pelosok Indonesia
"Pilpres 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pilpres 2019 adalah contoh konkrit untuk menemukan derasnya praktik politik yang semakin menjauh dari etika dan adab bangsa kita sebagai bangsa yang menjunjung nilai-nilai ketimuran," ujar Wakil Ketua MPR ini.
Kemajuan teknologi informasi, selain membawa manfaat bagi peradaban bangsa dan umat manusia, juga membawa dampak yang mengkhawatirkan bagi para generasi penerus bangsa di masa depan.
Sensus penduduk dari Badan Pusat Statistik menunjukkan 52 persen atau 145 juta penduduk Indonesia hingga 2020 merupakan generasi Z (1997-2012) dan generasi Milenial (1981-1996).
"Salah satu karakter dari generasi ini kehidupan mereka sangat lekat dan tidak dapat dipisahkan dari media sosial. Survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menemukan bahwa usia 15-19 tahun merupakan pengakses internet terbesar. Generasi muda inilah yang rentan terhadap paparan ideologi-ideologi transnasional melalui internet dan media sosial," kata Basarah.
Kongres yang berlangsung hybrid (fisik dan virtual) mengusung tema “Nasionalisme Menjawab Tantangan Zaman”.
Baca juga: Ahmad Basarah Tanggapi Kritikan terhadap Pelantikan Dewan Pengarah BRIN