Komnas Perempuan Minta Pemerintah Berikan Perlindungan dan Edukasi Terhadap Wanita Disabilitas
Biasanya kasus kekerasan terhadap anak perempuan disabilitas terungkap lewat keluhan pada perut atau tubuh korban menunjukkan beberapa perubahan.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Aisyah Nursyamsi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekerasan yang dialami anak perempuan disabilitas seringkali tidak langsung diketahui.
Biasanya kasus kekerasan terhadap anak perempuan disabilitas terungkap lewat keluhan pada perut atau tubuh korban menunjukkan beberapa perubahan.
Komnas Perempuan pun mendapat beberapa temuan yang menunjukkan bahwa usia korban terbanyak antara 8-19 tahun.
Kebanyakan berada pada masa pendidikan dasar dan menengah.
Namun, sebagian besar mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi (kespro).
Di sisi lain keluarga tidak tahu pola asuh untuk anak perempuan dengan disabilitas.
Terutama karena latar belakang pendidikan mereka yang rendah serta faktor ekonomi.
Saat ini keberadaan lembaga pendidikan yang inklusif masih sangat terbatas, khususnya di wilayah pedesaan.
Ketersediaan teknologi informasi dan komunikasi lewat jaringan internet memang semakin luas.
Baca juga: Ketum PPP: Penyandang Disabilitas Harus Dilibatkan dalam Pembangunan Inklusif
Hanya saja penggunaannya belum terjangkau para penyandang disabilitas.
Ditambah pula tidak tersedianya informasi tentang kesehatan reproduksi yang mudah diakses oleh para penyandang disabilitas di tingkat desa.
Kondisi ini diperburuk dengan biaya internet yang tidak dapat dijangkau semua penyandang disabilitas.
Karena itu Komnas Perempuan memberikan beberapa rekomendasi kepada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia terkait permasalahn tersebut.
Baca juga: Sekjen PDIP Beberkan Jejak Risma Perjuangkan Disabilitas Usai Ramai Kasusnya Minta Tunarungu Bicara
Pertama, mengembangkan fasilitas kesehatan termasuk rumah sakit jiwa dan panti rehabilitasi.
"Tentunya fasilitas tersebut bersifat aksesibel bagi penyandang disabilitas di seluruh Tanah Air khususnya daerah-daerah yang masih minim fasilitas kesehatan," kata Ketua Komnas Perempuan Andy Yetriani, dalam keterangan resmi, Minggu (5/12/2021).
Kedua, memberikan layanan yang optimal dan inklusif terkait dengan kesehatan reproduksi kepada para perempuan dan anak perempuan dengan disabilitas.
Ketiga, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para tenaga kesehatan dalam memberikan layanan terhadap penyandang disabilitas.
Keempat, meningkatkan penjangkauan kesehatan reproduksi bagi perempuan dengan disabilitas khususnya di wilayah pedesaan dan layanan terpencil.
Baca juga: LaNyalla: Penyandang Disabilitas Harus Dapat Ruang Apresiasi
Di sisi lain, Komnas Perempuan pun memberikan rekomendasi pada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak (KPPPA) agar memberikan sosialisasi pada gender dan pendidikan kesehatan reproduksi yang inklusif bagi penyandang disabilitas.
Lalu mampu menjangkau keluarga-keluarga di pedesaan dan daerah-daerah pelosok.
Selain itu, harus memperkuat integrasi kebutuhan khusus perempuan dan anak perempuan penyandang disabilitas, korban kekerasan seksual dalam program perlindungan perempuan dan anak.
Tidak hanya itu, Komnas Perempuan juga meminta Kementerian Sosial agar meningkatkan kualitas data penyandang disabilitas sebagai acuan peningkatan layanan Jaminan Sosial bagi penyandang disabilitas
Lalu memperbanyak pendidikan publik terkait hak-hak penyandang disabilitas yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas kepada masyarakat dan keluarga penyandang disabilitas khususnya di wilayah pedesaan.