HUT KORPRI 29 November 2021: Mengenal Sejarah Berdirinya KORPRI hingga Panca Prasetya KORPRI
Berikut ini sejarah berdirinya Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) hingga pengertian mengenai Panca Prasetya Korps Pegawai Republik Indonesia.
Era ini lebih dikenal dengan masa Demokrasi Terpimpin, sistem politik dan sistem ketatanegaraan yang diwarnai oleh kebijakan Nasakom (Nasionalisme, Agama dan Komunisme).
Dalam kondisi seperti ini, muncul berbagai upaya agar pegawai negeri netral dari kekuasaan partai-partai yang berkuasa.
Melalui Undang-Undang Nomor: 18 Tahun 1961 ditetapkan bahwa Bagi suatu golongan pegawai dan/atau sesuatu jabatan, yang karena sifat dan tugasnya memerlukan, dapat diadakan larangan masuk suatu organisasi politik (pasal 10 ayat 3).
Ketentuan tersebut diharapkan akan diperkuat dengan dikeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) yang mengaturnya, tetapi disayangkan bahwa, PP yang diharapkan akan muncul ternyata tidak kunjung datang.
Sistem pemerintahan demokrasi parlementer berakhir dengan meletusnya upaya kudeta oleh PKI dengan G-30S.
Pegawai pemerintah yang awalnya banyak terjebak dan mendukung Partai Komunis, pada awal era Orde Baru dilaksanakan penataan kembali pegawai negeri dengan munculnya Keppres RI Nomor : 82 Tahun 1971 tentang KORPRI.
Berdasarkan Kepres yang bertanggal 29 November 1971 itu, KORPRI “merupakan satu-satunya wadah untuk menghimpun dan membina seluruh pegawai RI di luar kedinasan” (Pasal 2 ayat 2).
Baca juga: Ketua Umum Korpri Usul Eselon I dan II Daerah Jadi Aset Nasional di Revisi UU ASN
Tujuan Pembentukan KORPRI
Tujuan pembentukannya Korps Pegawai ini adalah agar Pegawai Negeri RI ikut memelihara dan memantapkan stabilitas politik dan sosial yang dinamis dalam negara RI.
Akan tetapi KORPRI kembali menjadi alat politik, UU No.3 Th.1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya serta Peraturan Pemerintah No.20 Th.1976 tentang Keanggotaan PNS dalam Parpol, makin memperkokoh fungsi KORPRI dalam memperkuat barisan partai.
Sehingga setiap kali terjadi birokrasi selalu memihak kepada salah satu partai, bahkan dalam setiap Musyawarah Nasional KORPRI, diputuskan bahwa organisasi ini harus menyalurkan aspirasi politiknya ke partai tertentu.
KORPRI bersifat netral
Memasuki Era reformasi, muncullah keberanian mempertanyakan konsep monoloyalitas KORPRI, sehinga sempat terjadi perdebatan tentang kiprah pegawai negeri dalam pembahasan RUU Politik di DPR.
Pada akhirnya menghasilkan konsep dan disepakati bahwa KORPRI harus netral secara politik.
Setelah Reformasi, KORPRI bertekad untuk netral dan tidak lagi menjadi alat politik, para Kepala Negara setelah era Reformasi mendorong tekad KORPRI untuk senantiasa netral dan berorientasi pada tugas, pelayanan dan selalu senantiasa berpegang teguh pada profesionalisme.