Marsudi Syuhud: Mayoritas Harus Menjadi Penggerak Toleransi Terhadap Minoritas
Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud berbagi perspektif soal toleransi dan sikap umat islam dalam menghadapi perbedaan yang ada di Indonesia.
Laporan Wartawan Tribunnews, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum MUI, KH Marsudi Syuhud berbagi perspektif soal toleransi dan sikap umat islam dalam menghadapi perbedaan yang ada di Indonesia.
Marsudi Syuhud mengatakan mayoritas menjadi inti utama untuk menjadi penggerak toleransi atau yang ia sebut sebagai tasamuh.
Tasamuh sendiri diartikan sebagai sikap menerima perbedaan dengan ringan hati.
“Tasamuh memberikan ruang kepada orang lain. Ruang apa saja? Pokoknya semangat memberi. Kalau salah dimaafkan, kalau ada beda pendapat ya memberikan ruang supaya pendapatnya bisa diterima,” kata Marsudi Syuhud saat dihubungi Tribunnews, Senin (8/11/2021).
Ketua Tanfidziah PBNU itu tak menampik di negara manapun selalu ada konflik yang berhubungan dengan mayoritas dan minoritas, termasuk di Indonesia.
Menurutnya dalam menghadapi konflik, alangkah baiknya umat Islam di Indonesia mencari jalan dengan merekonsiliasikan dan menyeimbangkan antara hal-hal yang berkonflik.
Baca juga: Marsudi Syuhud Jelaskan Mengapa PBNU Selalu Dipimpin Laki-laki
Antara kedua belah pihak juga saling memberikan ruang, baik mayoritas dan minoritas.
“Ketika diselaraskan harus saling memberi. Bukan hanya yang mayoritas saja yang memberi, yang minoritas pun harus memberi ruang. Jadi dua-duanya harus memberi ruang. Kalau dua-duanya tidak memberi ruang ya pasti tidak akan abadi atau semu. Karena yang keinjek jempolnya cuma satu,” ujarnya.
Menurutnya, perbedaan itu sebuah fitrah yang telah ditentukan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga manusia itu diajarkan untuk menerima perbedaan itu.
Marsudi Syuhud mengatakan konflik adalah hal manusiawi.
Baca juga: Pesan Perjuangan Pahlawan Nasional, dari Abdul Muis, Ki Hajar Dewantara hingga Bung Tomo
Namun, untuk meminimalisir konflik tersebut ada ajaran agama yang selalu mengajarkan perdamaian.
Karena itu, dalam mendengungkan toleransi tidak boleh berhenti hanya pada satu titik, karena sekarang ini yang tidak berbeda pun masih terjadi problem.
Hal ini menjadi tugas dari para tokoh, khususnya tokoh agama, atau di Islam ada para kiai yang menurutnya harus turut andil dalam meminimalisir konflik, menghargai perbedaan, dan menggaungkan toleransi.
“Jadi intinya konflik itu pasti tetap ada, karena itu sifat manusiawi. Negara maju pun ada konflik, akan tetapi bagaimana meminimalisasi konflik. Tugas para Kiai atau tokoh agama untuk turut meminimalisasi itu,” kata Marsudi.