Novel Baswedan: Kami Khawatir Kepercayaan Publik Terhadap KPK Akan Turun
Novel Baswedan mengatakan ia dan rekan-rekannya yang telah diberhentikan Pimpinan KPK mengkhawatirkan kepercayaan publik terhadap KPK akan turun.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Penyidik KPK Novel Baswedan mengkhawatirkan kepercayaan publik terhadap KPK akan turun.
Hal itu, kata dia, karena sejumlah hal di antaranya upaya penyingkiran diri dan rekan-rekannya oleh oknum Pimpinan KPK melalui tindakan sewenang-wenang, melanggar hukum, ilegal, dan melanggar HAM.
Selain itu, kata dia, upaya penanganan kasus-kasus korupsi besar antara lain korupsi Bansos dan korupsi yang melibatkan anggota DPR faktanya tidak menjadi lebih baik belakangan ini.
Kemudian, kata dia, ia dan rekan-rekannya merasa prihatin ketika Pimpinan KPK sekarang justru menghilangkan nilai-nilai yang sudah dibangun Pimpinan KPK terdahulu.
"Kami khawatir, atau saya khawatir upaya memberanras korupsi ini apabila dilakukan dengan cara-cara yang tadi saya katakan tadi di depan, bermasalah dengan suatu hal yang luar biasa, membuat kepercayaan publik menjadi turun," kata Novel di kanal Youtube Novel Baswedan dikutip, Minggu (31/10/2021).
Baca juga: Novel Baswedan: Penanganan Kasus yang Dilakukan KPK Tidak Menjadi Lebih Baik
Menurut Novel, turunnya kepercayaan publik terhadap KPK akan merugikan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara.
Hal itu karena, kata dia, pemberantasan korupsi adalah kepentingan yang mendasar.
"Ini merugikan kita semua, merugikan kepentingan bangsa dan negara. Karena memberantas korupsi itu kepentingan yang mendasar," kata Novel.
Tempuh jalur PTUN
Novel Baswedan dan sejumlah rekannya akan menempuh jalur melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Pihaknya akan mengajukan gugatan ke PTUN terkait Surat Keputusan (SK) pemberhentian mereka yang dikeluarkan pimpinan KPK.
Novel mengatakan hal tersebut merupakan upaya yang bisa ia dan rekan-rekannya tempuh atas perbuatan sewenang-wenang dan melanggar hukum yang dilakukan pejabat kepada mereka sebagai masyarakat.
Novel menjelaskan sejumlah upaya yang telah ia dan rekan-rekannya tempuh terkait keputusan pimpinan KPK tersebut.
Pertama, kata dia, ia dan rekan-rekannya telah menyampaikan keberatan kepada pimpinan KPK.
Baca juga: Novel Baswedan: Kelebihan Pimpinan KPK Sekarang Suka Berbohong
Selanjutnya, kata dia, mereka juga telah menyampaikan banding administrasi Presiden selaku atasan dari pimpinan KPK.
Walaupun pimpinan KPK merasa tidak punya atasan, kata dia, tapi secara perundang-undangan atasan pimpinan KPK adalah Presiden.
"Ini yang kami akan segera lakukan, yang sudah kami lakukan, dan kami lakukan. Dan kami menunggu waktunya. Apabila nanti kemudian prosesnya seperti apa, upaya selanjutnya adalah tentu ke peradilan Tata Usaha Negara," kata Novel dalam kanal Youtube Novel Baswedan dikutip, Minggu (31/10/2021).
Novel menjelaskan upaya tersebut dilakukan karena rekomendasi atas laporan mereka terkait perbuatan pimpinan KPK yang dikeluarkan Komnas HAM dan Ombudsman RI tidak diindahkan.
Baca juga: Pimpinan KPK Gelar Rapat di Yogyakarta, Novel Baswedan: Etis Gak di Tengah Pandemi Buat Acara Begini
Novel pun mengatakan sejumlah komentar yang menilai dirinya dan rekan-rekannya belum legowo terkait keputusan pimpinan KPK memberhentikan mereka adalah hal yang salah.
Hal itu, kata dia, karena memang upaya yang mereka lakukan belum selesai.
"Jadi tidak bisa terus kemudian dikatakan kami seperti belum legowo. Lha ya emang belum selesai. Dan kami tidak pada posisi memaklumi perbuatan sewenang-wenang, melanggar hukum, melanggar HAM, ilegal, atau perbuatan-perbuatan buruk lainnya," kata Novel.
Baca juga: ICW Desak Dewas KPK Tindaklanjuti Laporan Novel Baswedan terkait Dugaan Pelanggaran Etik Lili
Baginya, tidak masuk akal apabila ada pimpinan pejabat penegak hukum melakukan perbuatan-perbuatan yang dilakukan terhadap mereka.
Menurutnya, laporan dan rekomendasi yang dikeluarkan Komnas HAM dan Ombudsman RI sudah menunjukkan fakta adanya perbuatan sewenang-wenang, melanggar hukum, ilegal, dan melanggar HAM.
Ia menjelaskan sejumlah fakta tersebut di antaranya adalah adanya dokumen-dokumen yang dibuat secara back dated, menerbitkan SK pemberhentian mereka yang di dalamnya memuat stigma dan persepsi seolah mereka bermasalah dengan Pancasila, UUD 45, dan NKRI.