Selasa, 7 Oktober 2025

Luncurkan Buku Relasi Islam dan Negara, Arsul Sani Tinjau Artikulasi Syariat Islam dalam Legislasi

Waketum Partai Persatuan Pembangun (PPP) yang juga anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani, meluncurkan buku Relasi Islam dan Negara.

KOMPAS.com/TSARINA MAHARANI
Sekjen PPP Arsul Sani di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2020). Waketum Partai Persatuan Pembangun (PPP) yang juga anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani, baru-baru ini meluncurkan buku tentang Relasi Islam dan Negara. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangun (PPP) yang juga anggota DPR RI sekaligus Wakil Ketua MPR RI, Arsul Sani, meluncurkan buku Catatan dari Senayan 2: Relasi Islam dan Negara, Perjalanan Indonesia secara virtual pada Rabu (20/10/2021).

Arsul menjelaskan buku tersebut pada dasarnya merupakan catatan dari hasil dialognya sebagai perwakilan rakyat dengan berbagai kelompok masyarakat dan individu khususnya dengan elemen umat Islam di Indonesia.

Dialog-dialog tersebut, kata Arsul, dilakukannya baik dengan kelompok ormas Islam arus utama hingga yang dilabeli bukan arus utama.

"Semua dari apa yang kemudian terjadi dalam percakapan itulah saya catat. Dan catatan-catatan terpisah itulah yang kemudian melahirkan buku ini. Tentu setelah diedit diperkaya dengan bantuan dari staf ahli dan juga dari tim yang ada di sekretariat MPR RI di kantor saya berada," kata Arsul.

Baca juga: NII Crisis Center Sebut Ada Ribuan Penganut Paham Radikalisme di Lampung

Baca juga: Densus 88 Godok Kerja Sama Dengan Kemendagri Terkait Program Deradikalisasi Eks Narapidana Teroris

Arsul menjelaskan buku tersebut terdiri dari lima bagian.

Pertama adalah bagian yang memuat aspek konsepsional dan teoritis terkait pemikiran tentang Islam dan negara dari zaman pasca tabiin sampai dengan abad 20.

Buku tersebut, kata dia, memotret kembali apa yang menjadi pandangan para alim ulama dan para sarjana tata negara Islam yang terkenal.

Ia menyebutkan antara lain Al Mawardi, Al Ghazali, Ibn Khaldun, Ibn Taimiyah, Jamaluddin Al Afghani, Sayid Qutb, dan Hasan Al Banna.

Bahkan, kata dia, dalam konteks pemikiran, buku itu juga merekam kembali dialog antara Nurcholis Madjid dengan Mohammad Roem.

Pada bagian kedua, lanjut Arsul, buku tersebut juga memaparkan perjalanan dan praktik kenegaraan umat Islam sejak awal-awal Islam, khususnya kekhalifahan setelah Khilafah Rasyidun hingga Turki Usmani.

Pada bab berikutnya, kata dia, buku tersebut mendeskripsikan pengalaman dan praktik bernegara dari negara-negara di mana umat Islam menjadi mayoritas penduduk dari negara tersebut.

Di dalamnya, kata dia, dijelaskan bagaimana umat Islam atau rakyat dari negara yang mayoritas penduduknya umat Islam tersebut menempatkan ajaran Islam dalam urusan tata negara mereka.

Baca juga: HNW Minta BNPT Waspadai Pengaburan Sejarah Kelam Komunis Radikal di Indonesia

Baca juga: Habib Syakur: Paham Radikalisme Bahaya Besar Bagi Keutuhan Bangsa

Bagian keempat dari buku tersebut, kata dia, berbicara tentang konsensus-konsensus bernegara yang terjadi dalam perjalanan sejarah Indonesia.

Hal tersebut, kata dia, dimulai dari perdebatan-perdebatan di BPUPKI hingga pemikiran-pemikiran yang berkembang setelahnya termasuk ketika pemerintah Orde Baru mengharuskan semua organisasi politik, termasuk ormas Islam untuk menerima asas tunggal Pancasila.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved