Senin, 6 Oktober 2025

Seleksi Kepegawaian di KPK

Profesi Baru Eks Pegawai KPK yang Dipecat: Kini Jadi Petani, Penjual Nasgor dan Ngajar di Pesantren

Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipecat pada 30 September 2021 lalu.

Editor: Hasanudin Aco
TribunJakarta.com/Yusuf Bachtiar
Eks pegawai KPK Juliandi Tigor Simanjuntak saat melayani pesanan nasi goreng di usaha barunya di Jalan Raya Hankam, Kota Bekasi, Senin (11/10/2021). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Sebanyak 75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dipecat pada 30 September 2021 lalu.

Mereka dipecat karena tidak lulus seleksi kepegawaian di KPK.

Profesi mereka kini tak lagi menjadi petugas negara yang menangkap para koruptor.

Tak punya pekerjaan lagi, kini mereka 'kerja serabutan'.

Beragam profesi mereka geluti sekarang.

Ada yang jadi pedagang, petani bahkan mengajar di pesantren.

Baca juga: Dipecat dari KPK, Raja OTT Harun Al Rasyid Kini Urus Pesantren dan Jualan Sembako

Berikut dirangkum Tribunnews.com, Selasa (12/10/2021):

Jualan Nasi Goreng (Nasgor)

Juliandi Tigor Simanjuntak satu dari 75 pegawai KPK yang dipecat.

Kini ia banting setir jualan nasi goreng pinggir jalan usai tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) KPK.

Ahli hukum  yang pernah mengikuti pelatihan Foreign Corrupt Practice Acts (FCPA) di Department of Justice, Amerika Serikat, memang belum memiliki pengalaman menjual  nasi goreng.

Lalu darimana dia mendapatkan ilmu racikan membuat nasi goreng yang enak?

"Jadi belakangan ini semenjak saya dinonaktifkan aktivitas saya baca buku lalu nonton Youtube. Berawal dari nonton di Youtube itu saya coba-coba masak nasi goreng," jelas Tigor, Senin (11/10/2021) malam.

Novel Baswedan mendatangi kedai nasi goreng milik eks pegawai KPK Juliandi Tigor Simanjuntak di Jalan Raya Hankam, Jatirahayu, Bekasi, Jawa Barat,  Senin (11/10/2021) malam.
Novel Baswedan mendatangi kedai nasi goreng milik eks pegawai KPK Juliandi Tigor Simanjuntak di Jalan Raya Hankam, Jatirahayu, Bekasi, Jawa Barat, Senin (11/10/2021) malam. (istimewa)

Dipilihnya usaha nasi goreng, lanjut dia, tidak lain karena masakan tersebut banyak digemari orang dan mudah dibuat.

"Nasi goreng pertama karena mudah, lalu peminat nasi goreng itu lumayan banyak," paparnya.

Dijumpai di warung nasi gorengnya, Tigor mengaku tidak pernah merasa berkecil hati apa lagi malu berjualan di pinggir jalan.

Terlebih kapasitasnya adalah seorang ahli hukum dan mantan pegawai KPK.

"Saya mau tunjukin sepanjang usaha kita apapun usaha yang kita lakukan dalam konteks memang sesuai dengan hati nurani kita ya kita jalanin aja," kata Tigor.

Dia mengaku sangat bangga dengan usaha jualan nasi goreng yang tengah dia jalani.

Sebab, setiap kesuksesan harus dirintis dari nol untuk menjadi sukses.

"Menurut saya membanggakan jualan ya, usaha yang memang harus begini, merintis dari nol, saya rasa semua yang berhasil ada kalanya merintis dari nol," ucap Tigor.

Usaha jualan nasi goreng menurut dia, bisa dikatakan untuk mengisi kekosongan dan tetap produktif.

Tawaran pekerjaan lain sebenarnya sudah ada.

Ngajar di Pesantren

Dipecat dari KPK, Eks Kepala Satuan Tugas (Kasatgas) Penyelidikan KPK Harun Al Rasyid kini tengah disibukkan mengurus pesantren.

Di sela-sela kesibukannya mengelola pesantren, Harun yang bergelar doktor hukum dan salah seorang pegawai KPK angkatan pertama ini juga sibuk menjual sembako.

"Sementara ini, mengisi hari-harinya dengan mengelola pesantren dan barang dagangannya untuk didistribusikan dan dijual ke warung-warung," tulis eks penyelidik KPK Aulia Postiera dalam akun Twitter @paijodirajo, dikutip pada Selasa (12/10/2021).

Harun Al Rasyid
Harun Al Rasyid mengajar di pesantren. (Ist)

Aulia telah memperkenankan cuitannya untuk dikutip Tribunnews.com.

Harun yang dipecat KPK per 30 September 2021 karena tak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) pernah dijuluki 'Raja OTT'.

Baca juga: Eks Pegawai KPK Jualan Nasi Goreng di Pinggir Jalan, Belajar Racik Nasi Goreng dari Youtube 

Julukan 'Raja OTT' disematkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri, yang pada saat itu masih menjabat sebagai Deputi Penindakan pada 2018.

Aulia bercerita, Harun biasa dipanggil 'Cak Harun' atau 'Ustad Harun'.

Harun lahir dan besar di lingkungan pesantren Nahdlatul Ulama (NU) di Madura.

"Hal itu pulalah yang mendorong Harun mendirikan pesantren dari menyisihkan penghasilannya, sekaligus mengajar mengaji untuk anak-anak di sekitar rumahnya di kawasan Bogor," cuit Aulia.

Saat aktif sebagai penyelidik KPK, lanjut Aulia, Harun sangat sibuk dan produktif.

Harun juga disebut membagi waktunya untuk menyelidiki perkara, sebagai pengurus Wadah Pegawai KPK, pengurus Masjid Al Ikhlas KPK, serta mengajar mengaji di pesantrennya dan menulis buku.

"Harun biasanya menjadi Imam shalat Isya di Masjid KPK," kata Aulia.

Aulia menilai Harun merupakan salah seorang penyelidik berprestasi dan menjadi panutan banyak juniornya di KPK

Banyak dari kasus operasi tangkap tangan (OTT) yang ditangani Harun bersama anggota satgasnya dalam beberapa tahun terakhir.

"Sehingga dia tak salah juga mendapat julukan sebagai 'Raja OTT'," tulis Aulia.

Jadi Petani dan Peternak

Rasamala Aritonang dulunya juga adalah pegawai KPK.

Mantan Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK itu memilih pulang ke kampung halamannya di Kabupaten Toba, Sumatera Utara.

Di sana ia mengisi waktu dengan bertani dan beternak.

"Ya saya memang sedang mengisi waktu sementara ini dengan bertani dan beternak, kebetulan keluarga kakek saya di kampung memang petani," kata Rasamala, Senin (11/10/2021).

Ia kemudian turut mengunggah foto saat dirinya sedang menjemur jagung dalam akun Facebook.

Jagung itu, kata Rasamala, juga menjadi pakan untuk ayam ternakan.

"Foto itu kegiatan menjemur jagung yang harus dikeringkan dan dijual untuk kebutuhan pakan ternak dan kadang dibuat roti jagung, hasilnya lumayan itu untuk kehidupan di sana selain dari ternak dan padi," kata Rasamala.

Rasamala Aritonang, eks Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK.
Rasamala Aritonang, eks Kepala Bagian Perancangan Peraturan dan Produk Hukum pada Biro Hukum KPK. (Ist)

Sudah sekitar 3 pekan Rasamala membantu keluarga kakeknya di Desa Parsuratan, Balige, Sumatera Utara. Sebuah desa yang letaknya tak jauh dari Danau Toba.

Kata Rasamala, hanya butuh waktu 15 menit untuk dapat sampai ke Toba dari desanya.

Namun hari-hari Rasamala tak melulu diisi kegiatan menjemur jagung dan beternak.

Di sela-sela kegiatan bertani, ia masih sering diminta menjadi narasumber dalam sejumlah kegiatan.

Misal menjadi narasumber di Sekolah Anti-Korupsi (SAKTI) Pontianak.

Kemudian setiap Jumat ia menjadi pengajar di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan.

"Hari Jumat sore pukul 15.00-16.30 biasanya saya rutin mengajar online, kebetulan untuk semester ini saya diminta mengajar mata kuliah studi anti-korupsi di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan," terang dia.

Rasamala bercerita, masyarakat di desanya sangat komunal. Masyarakat kerap bertemu sekadar membahas persoalan yang sedang terjadi. Hal itu menurut Rasamala sangat menarik.

"Jadi kita dapat info berbagai persoalan mereka dan mendengarkan bagaimana cara mereka menyelesaikan persoalannya. Menarik sih. Mungkin nanti saya malahan bisa dapat inspirasi untuk menyusun penelitian, kebetulan saya sedang merampungkan program doktoral," ujarnya.

Di sela aktivitasnya sebagai 'orang bebas', Rasamala yang saat ini sedang mengambil program doktoral juga masih menyisakan waktu untuk menulis beberapa artikel lepas.

Baca juga: Profil Juliandi Tigor Simanjuntak, Eks Pegawai KPK Tak Lolos TWK yang Kini Jualan Nasi Goreng

Mengutip pernyataan salah seorang gurunya, ia bilang hidup harus terus berjalan.

"Rutinitas baru ini bikin segar pikiran, sambil menyusun rencana untuk tujuan yang baru. Kata salah satu guru saya: 'hidup itu seperti naik sepeda, Anda harus jalan terus tidak boleh berhenti. Jika tiba di tujuan yang satu Anda tentukan tujuan selanjutnya, sampai Anda tidak bisa lagi mengayuh sepeda'," kata Rasamala.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved