Dies Natalis ke-50, Alumni Teknik Industri ITB Gelar Webinar Bantu Pemerataan Nasional Pelaku UMKM
Para alumni TI ITB saat ini banyak berkiprah di industri keuangan dan membangun industri keuangan yang inklusif serta berkelanjutan
Laporan Wartawan Tribunnews, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Memperingati Dies Natalis ke-50 di tahun ini, Alumni Teknik Industri ITB menyelenggarakan webinar dengan tema 'Alumni TI ITB Membangun Ekosistem Industri Keuangan Inklusif & Berkelanjutan untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional', Sabtu (2/10).
Ketua Umum Ikatan Alumni ITB I Made Dana Tangkas, menyatakan, bidang Industri Keuangan salah satu bidang yang sangat penting dalam pembangunan Indonesia.
Dia mengatakan, para alumni TI ITB saat ini banyak berkiprah di industri keuangan dan membangun industri keuangan yang inklusif serta berkelanjutan untuk mendorong Indonesia bisa keluar dari krisis akibat pandemi Covid-19.
"Hasil diskusi dalam webinar diharapkan bisa membantu pelaku UMKM/IKM untuk memperbaiki kegiatan usahanya dalam mencapai pertumbuhan dan pemerataan secara nasional," ujar Made, dalam keterangannya, Senin (4/10/2021).
Hadir sebagai pembicara dalam webinar ini adalah para alumni Teknik Industri ITB yang berkarir dalam bidang keuangan.
Baca juga: Riset LPPM ITB: Sampah Rumah Tangga Penyumbang Terbesar Limbah di DKI Jakarta
Mereka adalah Direktur Utama - PT PNM Investment Management Bambang Siswaji (TI-86), Senior Investment Officer, Climate Finance, International Finance Corporation Nadia Chiarina (TI-95), CEO - PT Kredit Rating Indonesia Syaiful Adrian (TI-99), Founder & CEO - Transfez Edo Windratno (TI-03), dengan moderator Senior Economist - Bank Indonesia Olga Desiani (TI-02).
Baca juga: Ini Pendapat Pakar Polimer ITB Terkait Kandungan BPA dalam Galon Guna Ulang
Salah satu topik bahasan yang dibahas dalam webinar ini adalah bagaimana mengatasi empat kendala bagi usaha mikro dalam mendapatkan pembiayaan.
Baca juga: Berkolaborasi dengan Charoen Pokphand, ITB Hadirkan Mobil Pengering Jagung
Antara lain ukuran bisnis yang kecil dan belum ekonomis untuk dilayani, sifat bisnis yang informal dengan keterbatasan informasi pembukuan keuangan sebagai dasar analisis kelayakan pinjaman, keterbatasan kemampuan modal keuangan, dan tidak ada asset yang bisa diagunkan secara memadai.
"Untuk mengatasi kendala tersebut, diterapkan model Grameen sebagai salah satu model paling efektif yang cocok diterapkan di Indonesia," kata Made.