OTT Menteri KKP
Pedangdut Betty Elista Tak Hadiri Sidang Kasus Suap Benur Edhy Prabowo, Jaksa: Tak Ada Alasan Jelas
Pedangdut Betty Elista tidak memenuhi panggilan menjadi saksi dalam sidangan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster.
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pedangdut Betty Elista tidak memenuhi panggilan menjadi saksi dalam sidangan kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur dengan terdakwa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
"Kita sudah panggil tapi yang bersangkutan eggak datang, alasannya sampai sekarang kita nggak tahu kenapa karena nggak ada konfirmasi dari yang bersangkutan," kata jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zainal Abidin kepada wartawan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (8/6/2021).
Menurut Abidin keterangan Betty cukup penting dalam perkara tersebut.
Alasannya, jaksa akan mendalami dan membuktikan tentang aliaran dana.
"Cuma aliran uang saja dari terdakwa ke dia apakah ada dia menerima juga, itu yang kita buktikan," kata Zainal.
Meski Betty tak hadir, lanjut Zainal, proses persidangan tak akan terganggu.
Baca juga: Sespri Edhy Prabowo Transfer Uang Rp 1 Miliar Pakai Rekening Karyawan Toko Durian
"Tadi sudah ada keputusan hakim agar BAP nya keterangannya dibacakan saja poin-poinnya," kata dia.
Jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan tujuh saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi ekspor benih bening lobster (BBL) atau benur.
Saksi yang diperiksa di antaranya yakni penyanyi dangdut Betty Elista.
"Hari ini saksi sidang (kasus ekspor BBL) tujuh saksi," kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (8/6/2021).
Baca juga: ART Istri Edhy Prabowo Ungkap Namanya Dipakai untuk Pembelian Vila di Sukabumi Senilai Rp 2,95 M
Adapun keenam saksi lainnya yakni penjual durian Qushairi Rawi, asisten rumah tangga di rumah pejabat DPR Sugianto, ibu rumah tangga Devi Komalasari, dan Staf Khusus Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Andreau Misanta Pribadi, Dibagus Aryoseto.
Lalu, Legal Divisi Hukum Bank Negara Indonesia (BNI) Amanda Tita Mahesa dan Riva Rofikoh.
Ketujuh saksi diperiksa untuk enam terdakwa yang terjerat kasus dugaan korupsi izin ekspor BBL atau benur.
Baca juga: Pedangdut Betty Elista hingga Stafsus Edhy Prabowo Akan Bersaksi di Sidang Suap Ekspor Benur
Adapun terdakwa kasus ini terdiri dari eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo; asisten pribadi Edhy, Amiril Mukminin; dan staf khusus menteri kelautan dan perikanan Safri.
Kemudian staf istri menteri kelautan dan perikanan Ainul Faqih; staf khusus menteri kelautan dan perikanan Andreau Pribadi Misanta; dan Siswadhi Pranoto Loe. Mereka diduga sebagai pihak penerima dan perantara suap izin ekspor BBL.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo didakwa menerima suap senilai Rp25,7 milar oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Penerimaan suap ini dilakukan secara bertahap yang berkaitan dengan penetapan izin ekspor benih lobter atau benur tahun anggaran 2020.
Penerimaan suap itu diterima oleh Edhy Prabowo dari para eksportir benur melalui staf khususnya, Andreau Misanta Pribadi dan Safri; sekretaris Menteri KP, Amiril Mukminin; staf pribadi istri Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih dan Komisaris PT Perishable Logistics Indonesia (PLI), sekaligus pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK) Siswadhi Pranoto Loe.
Baca juga: Bandeng Nusantara Kode Titipan Saat Saksi Transfer Uang ke Rekening Staf Khusus Edhy Prabowo
Pemberian suap ini setelah Edhy Prabowo menerbitkan izin budidaya lobater untuk mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56/PERMEN-KP/2016 tanggal 23 Desember 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster (Panulirus spp), Kepiting (Scylla spp) dan Ranjungan (Portunus spp) dari wilayah negara Republik Indonesia.
Pemberian suap juga bertujuan agar Edhy melalui anak buahnya Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bibit lobster perusahaan Suharjito dan eksportir lainnya.
Perbuatan Edhy selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI bertentangan dengan Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme, serta bertentangan dengan sumpah jabatannya.
Edhy Prabowo didakwa melanggar Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.