Faktor Kunci Tercapainya Target Nol Emisi Karbon pada 2050
Presiden Jokowi menegaskan keseriusan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim dengan melakukan aksi nyata
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jelang Konferensi Perubahan Iklim PBB ke-26 (COP 26 UNFCCC) yang akan diselenggarakan pada 1-12 November 2021, komitmen dunia terhadap Paris Agreement 2015 akan kembali disorot demi mencapai target bersama di bidang pencegahan perubahan iklim.
Peran multishakeholder dalam mendukung pencegahan perubahan iklim dan mendorong pembangunan ekonomi hijau diyakini menjadi salah satu kunci tercapainya target nol emisi karbon atau net zero emission global pada 2050.
Empat tujuan utama COP 26 di antaranya mengamankan global net zero emission di tahun 2050, beradaptasi untuk melindungi komunitas dan habitat alami.
Selanjutnya mobilisasi dukungan finansial, dan bekerja sama, mempercepat setiap aksi untuk menghadapi perubahan iklim melalui kolaborasi dan ko-operasi antara pemerintah, bisnis, dan masyarakat.
Baca juga: Pengunaan BBM Oktan Tinggi Tak Serta Merta Turunkan Emisi Gas Buang, Wajib Dibarengi Ini
Pertemuan petinggi dunia itu pun akan menyorot pencapaian sebelumnya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim tanggal 22 April 2021, secara virtual
Presiden Jokowi menegaskan keseriusan Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim dengan melakukan aksi nyata melalui memajukan pembagunan hijau.
Baca juga: Tingkatkan Kenyamanan Warga Beribadah, GB Sanitaryware Renovasi Musalah Al-Barkah Babelan
Selain itu, terus memperkuat kemitraan global dalam mencapai net zero emission tahun 2050 yang dijalankan dengan pemenuhan komitmen Nationally Determined Contribution (NDC) tahun 2030.
Mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Direktur Jenderal Perubahan Iklim KLHK Laksmi Dhewanthi menyampaikan kolaborasi menjadi kata kunci untuk menjawab tantangan di perubahan iklim.
Termasuk mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca nasional sesuai komitmen NDC sebesar 29% dengan sumber daya sendiri dan 41% dengan dukungan dari internasional pada 2030.
Hal tersebut disampaikan Laksmi dalam webinar bertajuk Collaborative Contribution for Climate and Green Economy yang diinisiasi oleh Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) pada Kamis (3/6/2021).
Baca juga: Bangkitkan Parekraf Nasional, Sandiaga Uno Bakal Gelar Virtual Food Expo Indonesia-New Zealand
“Pencegahan perubahan iklim merupakan tanggung jawab kita semua dan kolaborasi adalah elemen penunjang untuk mencapai target bersama ini. Sebagaimana yang sudah disampaikan Presiden Jokowi, green economy menjadi salah satu yang kita dorong, bagaimana konteks pembangunan dengan mengutamakan prinsip lingkungan ini bisa terselenggara di Indonesia,” jelas
Laksmi menjelaskan pemerintah telah mengembangkan beberapa strategi untuk mendukung ekonomi hijau, misalnya meningkatkan anggaran yang mendukung transformasi hijau, mendorong performa Indonesia di sektor hijau untuk menarik lebih banyak investor.
Selanjutnya mendorong berbagai pendanaan inovatif dan memanfaatkan akses pendanaan di tingkat global.
Tak hanya peran penting dari pemerintah, dunia industri juga terus menggiatkan upaya demi terciptanya bisnis yang berkelanjutan melalui berbagai aksi, mengingat sektor swasta merupakan salah satu pemain kunci dalam mencapai target penurunan emisi.
Baca juga: Bukan Hanya Tanpa IMB, Kepala UPPTSP Jaksel Beberkan Sejumlah Pelanggaran Gedung Tinggi di Fatmawati
Kontribusi sektor bisnis dapat terlihat dari berbagai komitmen, misalnya menerapkan praktek efisiensi energi, mengukur dan memberikan solusi untuk mencapai nol emisi hingga memanfaatkan energi terbarukan dalam proses produksi.
“Sejak diadopsinya SDGs melalui Perpres Nomor 59 tahun 2017, maka semua pemangku kepentingan diundang untuk terlibat dalam mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan," ungkap Yono Reksoprodjo, Executive Committee IBCSD.
"Terkait dengan perubahan iklim, maka Goal 9 Industri, Inovasi, Infrastruktur, Goal 13 untuk Aksi Iklim, dan Goal 12 untuk Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab sangat erat kaitannya dengan semua sector bisnis,” jelasnya.
Sejalan dengan komitmen sektor bisnis, pemerintah juga telah menyiapkan wadah bagi para pelaku bisnis untuk melaporkan kegiatan-kegiatan keberlanjutan yang dilakukan.
Terlebih dalam konteks konsumsi dan produksi berkelanjutan.
Baca juga: Tabrak Aturan, IMB Gedung Lima Lantai Bakal Hotel di Fatmawati Dipastikan Tak Akan Terbit
Hal tersebut seperti yang dipaparkan oleh Kepala Pusat Standardisasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Noer Adi Wardojo.
Dirinya menjelaskan pemerintah telah menyiapkan sebuah platform Community of Practices.
"Dalam platform tersebut, perusahaan dan organisasi, bahkan komunitas dapat melaporkan kegiatan-kegiatannya terkait dengan pencapaian SDG 12 ini," jelasnya.
Aksi Nyata Pihak Swasta
Salah satu contoh nyata dukungan sektor bisnis terhadap keberlanjutan dilakukan oleh Grup APRIL.
Produsen pulp dan kertas yang berlokasi di Pangkalan Kerinci, Provinsi Riau ini memiliki acuan Sustainability Forest Management Policy 2.0 yang menjadikan proses operasional dan Produksi perusahaan mendukung aspek berkelanjutan.
Tak hanya itu, Grup APRIL juga memiliki komitmen untuk mendukung tercapainya SDGs dan mendukung program prioritas pemerintah lewat komitmen APRIL2030, yang diluncurkan November lalu.
Salah satu target utamanya adalah mencapai net zero emission dari pemanfaatan lahan untuk tercapainya komitmen Climate Positive atau Iklim Positif pada 2030 di area operasional perusahaan.
“Ini merupakan salah satu bentuk kontribusi kami dalam pemenuhan target net zero emission, yakni mendukung tercapainya iklim positif dengan beberapa aksi," papar Dian Novarina, Deputy Director Sustainability and Stakeholder Engagement Grup APRIL.
Beberapa hal yang akan kami kejar hingga 2030 misalnya memenuhi 90% kebutuhan energi untuk pabrik bersumber dari energi terbarukan hingga menargetkan kadar emisi dari produk yang dihasilkan turun 25%,” jelasnya.
Dian juga menjelaskan bahwa APRIL selalu mengedepankan pendekatan proteksi-produksi dalam operasinya.
Hal tersebut dibuktikannya lewat Restorasi Ekosistem Riau (RER) sejak tahun 2013.
RER itu berfungsi melindungi, memulihkan dan melestarikan hutan lahan gambut yang memiliki nilai penting dari segi ekologi di Semenanjung Kampar dan Pulau Padang.
"Total kawasan restorasi ini mencapai 150.000 ha atau setara dengan dua kali wilayah Singapura," ungkapnya.
Serupa dengan APRIL Group, PT Vale Indonesia juga memiliki komitmen keberlanjutan, baik terkait emisi, maupun energi terbarukan.
PT Vale Indonesia memiliki komitmen keberlanjutan yang ambisius untuk dicapai pada tahun 2030.
Komitmen tersebut dibuktikan lewat penurunan emisi rumah kaca hingga 33% dan menjadi carbon neutral pada tahun 2050, melakukan restorasi dan perlindungan terhadap 500.000 lahan perhutanan.
Selain itu, 100% menggunakan energi bersih, serta mengurangi penggunaan air hingga 10%.
“Untuk mendukung pencapaian target komitmen kami mengembangkan modern nursery yang kapasitas produksinya mencapai 700.000 bibit. Untuk saat ini kami sudah merehabilitasi lebih dari 3000 ha lahan, dan juga terus melakukan konservasi bio diversitas salah satunya seperti tanaman endemik Ebony,” ujar Suparam Bayu Aji, Head of Communication dari PT Vale Indonesia Tbk.
Dua perusahaan di atas hanyalah sebagian contoh nyata bentuk komitmen sektor bisnis untuk lingkungan.
Guna memberikan dampak positif yang lebih besar lagi, pemanfaatan platform seperti program Greenlifestyle milik Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) bisa menjadi pilihan untuk berkolaborasi dengan berbagai pemangku kebijakan.
Artikel ini telah tayang di WartaKotalive.com dengan judul KLHK Kolaborasi Pihak Swasta Kejar Target Nol Emisi Karbon Global dan Ekonomi Hijau