Pemimpin Berintegritas Harus Miliki Semangat Keterlibatan Dalam Aspek Kesetaraan dan Keadilan
Yayasan Bhumiksara organisasi yang hasilkan kader bangsa merasa perlu merefleksikan kepemimpinan beritegritas menyongsong tatanan masyarakat baru.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dunia tengah berubah, namun yang tidak boleh berubah adalah integritas yang harus dimiliki setiap pemimpin.
Kemimpinan berintegritas harus dimulai sejak dini di keluarga masing-masing.
Yayasan Bhumiksara sebagai organisasi yang menghasilkan kader bangsa merasa perlu merefleksikan kepemimpinan beritegritas dalam menyongsong tatanan masyarakat baru.
Hal tersebut menjadi salah satu hasil Seminar Nasional Dies Natalis ke-33 dan Reuni Nasional Bhumiksara yang diselenggarakan secara virtual, Sabtu (17/4/2021).
Seminar Nasional ini menghadirkan tiga narasumber yakni Rektor Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko, Deputi Kepala Staf Kepresidenan periode 2015-2019 Yanuar Nugroho dan Prof. Rhenald Kasali.
Baca juga: Reshuffle Harus Berdasarkan Kemaslahatan Bersama Bukan Sekadar Bagi-bagi Jabatan
Yanuar Nugroho menyampaikan, bahwa agar terus berintegritas, seorang pemimpin harus memiliki prinsip dasar bahwa hidup ini untuk memuji, menghormati dan mengabdi kepada Tuhan.
Di tengah konteks global semakin urban dan adanya revolusi 4.0, pemimpin dihadapkan pada kondisi yang tidak stabil.
Untuk itu seorang pemimpin yang berintegritas disebutnya harus memiliki semangat keterlibatan, khususnya dalam aspek kesetaraan dan keadilan di masyarakat.
“Dalam kepemimpinan berintegritas, penting memiliki pembimbing rohani dan teman yang menjadi pengontrol dan memberikan kritik,” ujar Deputi Kepala Staf Kepresidenan periode 2015-2019 ini.
Baca juga: Pendiri Demokrat Keberatan Langkah SBY Daftarkan Logo Partai ke Kemenkumham
Senada dengan Yanuar Nugroho, Agustinus Prasetyantoko menekankan bahwa dunia pasca pandemi akan berubah dan tidak akan kembali ke situasi pra-pandemi.
Menurutnya pemimpin perlu memiliki keberanian untuk melihat fakta bahwa dunia yang berubah dan seberapa pun menyakitkan.
“Dalam dunia yang berubah, aspek -aspek terkait tekologi tidak bisa dihindari, skill pemimpin harus terus diupgrde,” ujar Agustinus.
Ia menekankan bahwa yang lebih mendasar dari dunia pasca-pandemi adalah berbagai problematika yang muncul yaitu dunia yang semakin brutal, sehingga seorang pemimpin perlu memiliki pegangan.
Agustinus menyampaikan dua dokumen yang dikeluarkan Paus Fransiskus dapat menjadi pegangan untuk menjadi pemimpin berintegritas.
Dua dokumen tersebut, yaitu Laudato si' (Puji Bagi-Mu) ensiklik kedua dan Fratelli tutti (Saudara Sekalian) ensiklik ketiga Paus Fransiskus.
Menurutnya dengan dokumen tersebut, manusia diharapkan dapat lebih hormat pada bumi dan pada sesama.
Baca juga: Jokowi Targetkan Pertumbuhan 7 Persen, Anggota Komisi XI Nilai Pemerintah Terlalu Optimis
Rhenald Kasali sebagai pembicara ketiga menyebutkan bahwa integritas basisnya adalah rumah tangga dan harus diajarkan sejak usia dini.
Dunia tengah berubah dan menghadapi situasi sulit, untuk itu Integritas menjadi karakter dasar yang harus dimiliki sejak kecil dan menjadi sikap hidup sampai dewasa.
Menurutnya Integritas menjadi bekal di tengah banyaknya informasi yang muncul dan cukup menganggu.
“Manusia tengah mengalami disinformasi karena kelebihan informasi dan kesulitan memvalidasi, kesulitan membedakan mana yang benar dan tidak benar. Integritas yang dimiliki sejak dini diperlukan sebagai bekal di masa depan,” ucapnya.
Ketua Panitia Dies Natalis ke-33 dan Reuni Nasional Bhumiksara Paulus Januar mengapresiasi seluruh narasumber yang hadir.
Ia mengatakan melalui seminar ini Yayasan Bhumiksara ingin memperkuat jaringan dengan seluruh kader dari berbagai lapisan generasi dan profesi di seluruh Indonesia.
“Sebagai sebuah Gerakan kepemimpinan berintegritas, hasil seminar ini tentu akan berdampak besar jika dilakukan secara bersama-sama,” ujar Paulus.
Baca juga: Penampakan 2 Stadion di Tangerang: Angker, Sarang Kobra, Siang Tempat Pacaran, Malam Menyeramkan
Ketua Pengurus Yayasan Bhumiksara Ery Seda saat membuka seminar ini menyampaikan bahwa seminar ini diharapkan dapat menjadi refleksi Yayasan Bhumiksara yang telah berusia ke-33.
Ery Seda berharap seminar ini dapat memperkuat upaya Bhumiksara dalam mewujudkan mempimpin yang memiliki nilai berintegritas, melayani, unggul, berbelarasa, dan inklusif.
Ia berharap, peserta seminar dapat memperoleh pencerahan dari ketiga narasumber dan menerapkannya dalam konteks masing-masing.
“Keluarga besar Bhumiksara merasa penting untuk mendiskusikan bagaimana kepemimpinan beritegritas dapat diwujudkan oleh masing-masing pribadi,” ucap Ery.