Peran Novel Baswedan Akhiri Pelarian Buronan KPK Hiendra Soenjoto
"Iya, saya salah satu kasatgas (Kepala Satuan Tugas) dalam tim tersebut," kata Novel saat dikonfirmasi, Minggu (1/11/2020).
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan akui memimpin penangkapan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto.
"Iya, saya salah satu kasatgas (Kepala Satuan Tugas) dalam tim tersebut," kata Novel saat dikonfirmasi, Minggu (1/11/2020).
Seperti diketahui, KPK berhasil mencokok Hiendra yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) di sebuah apartemen kawasan BSD, Tangerang Selatan, Banten.
Diakui Novel, keberhasilan penangkapan Hiendra yang kurang lebih delapan bulan buron tidak lepas dari kinerja keberhasilan bersama dalam tim.
"Keberhasilan tersebut adalah keberhasilan bersama dalam tim," katanya.
Sebelumnya diberitakan, KPK berhasil menangkap Hiendra di sebuah apartemen di kawasan BSD, Tangerang Selatan, Kamis (29/10/2020).
"Pada hari Rabu tanggal 28 Oktober 2020, penyidik KPK mendapat informasi dari masyarakat mengenai keberadaan HS (Hiendra) yang datang ke salah satu apartemen di daerah BSD Tangerang Selatan, pada sekitar pukul 15.30 WIB yang dihuni oleh temannya," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Kamis.
Lili menjelaskan, setelah mendapat informasi itu, penyidik KPK kemudian berkoordinasi dengan pihak pengelola apartemen dan petugas keamanan untuk menunggu kesempatan menangkap Hiendra.
Baca juga: Berhasil Ciduk Hiendra Soenjoto, MAKI: Masyarakat Lebih Tunggu KPK Tangkap Harun Masiku
Pada keesokan paginya, penyidik mendapati teman Hiendra hendak mengambil barang di mobilnya.
"Dengan dilengkapi surat perintah penangkapan dan penggeledahan, Penyidik KPK dengan disaksikan pengelola apartemen, petugas sekuriti apartemen dan polisi, langsung masuk dan menangkap HS yang berada di unit dimaksud," kata Lili.
Penyidik kemudian membawa Hiendra dan temannya ke kantor KPK. Tim juga membawa dua unit kendaraan yang diduga dilakukan Hiendra selama pelarian.
Selain itu, penyidik juga membawa alat komunikasi dan barang-barang pribadi milik Hiendra untuk diperiksa lebih lanjut.

Usai ditangkap, Hiendra langsung ditahan untuk 20 hari pertama sejak 29 Oktober 2020 sampai dengan 17 November 2020 di Rutan Cabang KPK di Rutan Pomdam Jaya Guntur.
Sementara itu, Deputi Penindakan KPK Karyoto menuturkan, selama delapan bulan berstatus buron, Hiendra bersembunyi di sejumlah tempat antara lain Surabaya, Jakarta, serta sejumlah kota kecil di Pulau Jawa.
Karyoto juga menyebut Hiendra mengganti nomor telepon seluler dan keberadaan Hiendra juga ditutupi-tutupi oleh pihak keluarga.
"Namun demikian, inilah kerja keras dari anggota dan berbagai informasi yang masuk dari masyarakat kita olah dan akhirnya ya mungkin dibilang hari apesnya dia, hari ini tertangkap," tutur Karyoto.
Hiendra bersama mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya Rezky Herbiyono, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dan penanganan perkara di MA tahun 2011-2016.
Baca juga: KPK Kemungkinan Jerat Pihak yang Bantu Pelarian Hiendra Soenjoto dengan Pasal Perintangan Penyidikan
Ketiganya kemudian masuk DPO sejak 13 Februari 2020 setelah dua kali mangkir saat dipanggil sebagai tersangka.
Nurhadi dan Rezky telah lebih dahulu ditangkap pada Juni lalu dan kini telah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Dalam dakwaan Nurhadi dan Rekzy, jaksa penuntut umum KPK mengungkap Hiendra telah memberi suap senilai total Rp45.726.955.000 kepada Nurhadi dan Rezky.
Suap tersebut diberikan agar Nurhadi dan menantunya mengurus perkara antara PT MIT dan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait sewa menyewa depo kontainer milik PT KBN seluas 57.330 meter persegi dan seluas 26.800 meter persegi di wilayah KBN Marunda.

Selain itu, Hiendra juga menyuap Nurhadi untuk mengurus gugatan perdata yang diajukan Azhar Umar melawan dirinya terkait Rapat Umum Pemengang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT MIT.
Di samping itu, Nurhadi dan Rezky juga didakwa menerima gratifikasi senilai total Rp37.287.000.000 dari para pihak yang memiliki perkara di lingkungan pengadilan.
Atas perbuatannya itu, Nurhadi dan Rezky didakwa dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal 12 B UU Tipikor jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP.