Mengulas Kasus Eks Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip Hingga Dijebloskan ke Lapas Wanita Tangerang
Mantan Bupati Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip kini menempati Lapas Anak Wanita Tangerang, Banten.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Bupati Talaud Sri Wahyuni Maria Manalip kini menempati Lapas Anak Wanita Tangerang, Banten untuk menjalani pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama berada dalam tahanan.
Sri Wahyuni diketahui dieksekusi jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (26/10/2020) setelah perkaranya berkekuatan hukum tetap.
Eks Bupati Talaud tersebut dieksekusi berdasarkan putusan Peninjauan Kembali No.270PK/Pid.Sus/2020 tanggal 25 Agustus 2020.
Hukuman Sri Wahyumi menjadi lebih ringan berdasarkan putusan PK tersebut.
Baca juga: KPK Kecewa MA Pangkas Hukuman Eks Bupati Talaud Sri Wahyumi 2 Tahun
Dalam pengadilan tingkat pertama, Sri Wahyumi divonis pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan.
Namun, saat ini ia hanya menjalani hukuman 2 tahun penjara setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Sri Wahyumi.
Berikut ulasan kasus Sri Wahyuni Maria Manalip yang dihimpun Tribunnews.com;
Dilansir dari kompas.com, Sri Wahyumi ditangkap tim KPK di Kantor Bupati Talaud, Sulawesi Utara, Senin (29/4/2020) pukul 11.35 WITA.
Setelah ditangkap, KPK pun membawa langsung dibawa ke Jakarta dengan menggunakan pesawat.
Penangkapan Sri Wahyuni berawal dari operasi senyap KPK di Jakarta pada Minggu (28/10/2020) malam.
KPK awalnya mendapat informasi seorang pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo (BHK) bersama anaknya membeli barang-barang mewah berupa dua tas, sebuah jam tangan,dan seperangkat perhiasan berlian dengan total nilai Rp 463.855.000 di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.
Baca juga: KPK Eksekusi Benhur Lalenoh, Perantara Suap Mantan Bupati Kepulauan Talaud ke Lapas Sukamiskin
Karena dibutuhkan pengukuran yang pas untuk ukuran tangan Sri Wahyumi, maka jam tangan yang dibeli baru dapat diambil, Senin (29/4/2019).
Barang-barang tersebut rencananya akan diberikan saat ulang tahun Sri Wahyumi Manalip.
Sebelum barang-barang tersebut dibawa ke Talaud, Senin (29/4/2020) malam sekitar pukul 22.00 WIB, tim KPK mengamankan orang kepercayaan Sri Wahyumi, Benhur Lalenoh, pengusaha Bernard Hanafi Kalalo, dan sopir Benhur di sebuah hotel di Jakarta.
KPK kemudian bergerak hingga akhirnya mengamankan anak Bernard pukul 04.00 pagi di salah satu apartemen di Jakarta.

Lalu tim KPK lainnya bergerak di Manado, Sulawesi Utara mengamankan ASO (Ariston Sasoeng, Ketua Pokja) sekitar pukul 8.55 WITA dan mengamankan uang Rp 50 juta," ujarnya.
Hingga akhirnya, KPK mengamankan Sri Wahyumi di kantornya pada pukul 11.35 WITA.
Sri dan Ariston diterbangkan ke Jakarta secara terpisah.
KPK saat itu menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah atau janji terkait pengadaan barang/jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun anggaran 2019.
Hadiah yang diberikan diduga terkait dua proyek revitalisasi pasar di wilayah tersebut, yaitu Pasar Lirung dan Pasar Beo.
Dalam kasus ini KPK pun menetapkan Bupati Kepulauan Talaud, Sri Wahyumi Maria Manalip sebagai tersangka.
Baca juga: Divonis 4,5 Tahun Penjara, Mantan Bupati Talaud: Ini Tidak Adil, Saya Tidak Korupsi Uang Negara. . .
Selain itu, KPK juga menjerat seorang pengusaha sekaligus orang kepercayaan Sri Wahyumi, Benhur Lalenoh (BHL) dan pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo (BHK) sebagai tersangka.
Sri Wahyumi dan Benhur diduga sebagai penerima suap, kemudian Bernard diduga sebagai pemberi suap.
Sri Wahyumi dan Benhur saat itu dijerat dengan pasal 12 huruf a atau pasal 12 hurut b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sementara Bernard disangka melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001.
Upaya hukum Sri Wahyumi
Setelah menjalani sejumlah proses hukum, Sri Wahyumi akhirnya divones Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta selama 4 tahun enam bulan penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan .
Sidang beragenda pembacaan putusan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (9/12/2019) malam.
"Mengadili menyatakan terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan vonis pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan denda Rp 200 juta jika tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan," kata Syaifudin Zuhri, selaku ketua majelis hakim, pada saat membacakan putusan.
Majelis hakim menyatakan Sri Wahyumi menerima suap paket pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasat Beo Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019.
Dia menerima suap dari pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo.
Selain berupa uang, Sri Wahyumi juga menerima berbagai hadiah termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp 491 juta.
Selain menjatuhkan pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan. Pidana tambahan itu berupa pencabutan hak politik.
"Pidana tambahan pencabutan hak dipilih selama lima tahun terhitung sejak selesai menjalani pidana pokok," kata dia.
Setelah mendengar putusan hakim, Sri Wahyumi berkomunikasi dengan tim penasihat hukumnya.
Setelah itu, di depan hakim Sri Wahyumi mengatakan mengatakan bila keputusan yang dijatuhkan terhadapnya tidak adil.
"Saya menghargai atas putusan majelis hakim. Meskipun saya salah, mohon maaf ini tidak adil. Satu hari saya tidak layak untuk dihukum. Fakta persidangan terbukti saya tidak korupsi uang negara. Saya tak terima gratifkasi dan janji," ungkapnya.
Dia menilai majelis hakim tidak mempertimbangkan fakta persidangan.
"Fakta persidangan meringankan tidak dibacakan, putusan tidak adil. Atas putusan vonis saya terima kasih dan saya akan menerima dan jalani, meskipun belum mendapat keadilan saya doa kepada Tuhan semoga diberi keadilan. Saya berdoa hakim dan keluarga diberkati dan diberi berkat melimpah," ujarnya.
Ia pun mengatakan bila dirinya akan mencari keadial di tempat lain.
"Masih ada keadilan di tempat lain," ujar Sri Wahyumi.
Baca juga: Eks Bupati Talaud Sampaikan Nota Pembelaan
Sri Wahyumi pun akhirnya melakukan upaya hukum lain dengan mengajukan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung (MA) atas perkaranya.
Upaya hukum yang dilakukannya pun berbuah manis.
Hukuman 4 tahun 6 bulan yang dijatuhkan kepadanya disunat menjadi 2 tahun penjara setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan PK yang diajukan Sri Wahyumi.
Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro sebelumnya mengatakan, MA menyatakan Sri Wahyumi melanggar Pasal 12 huruf a UU Tipikor dan menjatuhkan hukuman 2 tahun penjara serta denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Kabul permohonan PK Pemohon, batal putusan judex facti kemudian MA mengadili kembali: menyatakan Pemohon PK terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a UUPTPK," kata Andi Samsan.
Hal tersebut tertuang dalam putusan Peninjauan Kembali No.270PK/Pid.Sus/2020 tanggal 25 Agustus 2020.
Atas putusan tersebut, Sri Wahyuni akhirnya dieksekusi jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (26/10/2020) ke Lapas Anak Wanita Tangerang. (Tribunnews.com/ kompas.com/ Ilham/ glery)