Hindari Sengketa dalam Pembagian Harta Warisan, Ini Pentingnya Buat Wasiat untuk Ahli Waris
Advokat sekaligus DPC Peradi Solo bidang pendidikan, Kusuma Retnowati membicarakan soal pembagian warisan agar tidak berujung sengketa.
"Misalnya seluruh harta akan diberikan kepada orang lain, bukan anak dan istrinya."
"Itu pasti bertentangan dengan Undang-Undang, bisa batal demi hukum," katanya.
Sebab, menurut Retno, hal itu memiliki aturan tersendiri yang dinamakan hibah wasiat.

Baca juga: Gugat Ibu Kandung Agar Harta Warisan Dibagikan, Rully: Bukan demi Saya, Tapi untuk Mama & Adik Juga
Baca juga: Perebutan Warisan Berujung Kematian, Keponakan Bunuh Paman di Bulukumba
Sedangkan hibah wasiat itu dilarang memberikan lebih dari 1/3 jumlah harta yang dimiliki.
Di sisi lain, Retno menjelaskan, di Indonesia sendiri, terdapat beberapa aturan dalam pembagian warisan.
Misalnya pembagian warisan menurut KUH Perdata, adat, hukum Islam, maupun hukum non Islam.
Ia menjelaskan, mencatatkan dalam sebuah wasiat akan lebih baik untuk pembagian warisan.
Sebab, hal itu bisa mencegah terjadinya potensi sengketa warisan di kemudian hari.
"Karena dengan sengketa waris bisa membuat putusnya persaudaraan sampai ada yang membunuh hanya karena harta, dan itu tidak beradab."
"Untuk mencegah itu semua, paling baik segala sesuatu dicatatkan," kata Retno.

Baca juga: Raja Judi Stanley Ho Meninggal Dunia, 17 Anaknya Rebutan Harta Warisan Triliunan Rupiah
Baca juga: Nenek 78 Tahun di Banyuasin Digugat Anak & Cucunya karena Harta Warisan, Curhat Pilu: Serakah Semua
Ia menyarankan agar wasiat dicatat sesuai dengan akta notaris yang sifatnya otentik dan harus dengan unsur yang cukup.
Seperti subjek siapa saja yang menjadi ahli waris, misalnya istri, anak, cucu atau memiliki saudara sedarah, cakupan subjek tersebut harus diperjelas.
"Wasiatnya harus dinilai, paling bagus dihadiri pihak si pewaris, ahli waris, ditambah saksi minimal 2 orang."
"Apa yang diperjanjikan dicatat, seperti harta yang bergerak maupun tidak bergerak."
"Misal memiliki saham, itu harus diperjelas di dalam akta otentik, adakah tanah bangunan, tabungan, benda bergerak seperti kendaraan, dan perhiasan."
"Itu harus dicatat secara konkret untuk mencegah sengketa di kemudian hari," pungkas Retno.
(Tribunnews.com/Maliana)