Selasa, 7 Oktober 2025

Soal Proyeksi Ekonomi 2021, PAN: Optimistis Tapi Harus Tetap Waspada

optimisme ini cukup berdasar karena pemerintah tetap menggenjot stimulus fiskal di tahun yang akan datang dan kehadiran vaksin

HandOut/Istimewa
Sekjen DPP PAN, Eddy Soeparno. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2021 mencapai 4,5 - 5,5 persen.

Hal ini disampaikan Presiden dalam Pidato Penyampaian RUU APBN Tahun Anggaran 2021 dan Nota Keuangan, Jumat (14/7/2020) lalu.

Menanggapi hal tersebut, Sekjen DPP PAN, Eddy Soeparno menilai proyeksi tersebut cukup optimistis.

"Skenario pertumbuhan ekonomi 4.5 – 5.5 persen cukup optimistis, mengingat kita berada di teritori negatif saat ini dan belum ada kejelasan kapan pandemi Covid-19 akan mereda. Jika Indonesia mampu memproduksi vaksi anti Covid-19 secara massal di akhir tahun ini dan kita kembali ke kehidupan yang relatif normal, saya kira target pertumbuhan 5 – 5.5 persen dapat tercapai di tahun 2021," kata Anggota DPR RI Fraksi PAN ini, kepada wartawan, Minggu (16/8/2020).

Baca: Ini Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Pada 2021

Bagi Eddy, optimisme ini cukup berdasar karena pemerintah tetap menggenjot stimulus fiskal di tahun yang akan datang dan kehadiran vaksin akan meningkatkan keyakinan konsumen untuk mulai melakukan belanja untuk rumah tangga, hiburan, berpergian dan lain-lain

"Jika kapasitas produksi dan rantai pasok global berangsur-angsur pulih, kegiatan eksporpun dapat meningkat pesat karena banyak barang yang sedianya siap di ekspor mendadak disetop. Bukan semata-mata karena permintaan di negara tujuan turun, namun juga karena impor bahan baku masih terganggu dan transportasi antar negara masih belum pulih," ucap Eddy.

Baca: Menkeu Proyeksi Perekonomian RI Tumbuh -3,1 Persen Pada Kuartal II-2020

Berkaitan dengan pembiayaan aggaran untuk membiayai defisit APBN senilai Rp 971.2 triliun, Wakil Ketua Komisi VII DPR RI ini menganalogikan kondisi ekonomi Indonesia seperti rumah tangga yang dihantam krisis penghasilan.

"Jika kita sedang kekurangan uang, ada beberapa pilihan yang kita miliki, pertama menjual barang atau aset, kedua berhemat dan ketiga pinjam uang. Nah, saat ini Indonesia tidak mungkin melakukan penjualan aset atau IPO dari sejumlah BUMN. Pasarnya sedang tidak kondusif," ujarnya.

Di lain pihak, Eddy menilai kita juga tidak bisa berhemat karena pemerintah justru harus memberikan stimulus fiskal besar-besaran agar masyarakat terjamin kondisi sosialnya dan ekonomi tetap bergerak.

"Akhirnya tinggal opsi untuk menarik utang baru, yang sesungguhnya bukan hal yang pantang dilakukan, sepanjang pricing-nya kompetitif, digunakan secara tepat sasaran dan bisa dipertanggung jawabkan," ucap mantan bankir dari Merrill Lynch ini.

Eddy mengingatkan pandemi Covid ini merupakan variabel yang punya daya rusak yang besar terhadap perekonomian dan sulit diprediksi berakhirnya

"Jika penemuan dan produksi vaksinnya berlarut-larut kita perlu bersiap untuk melakukan lebih dari satu kali perubahan APBN 2021," kata Eddy.

“Yang penting kita awasi penggunaan dan penyerapan anggarannya, agar setiap rupiah yang digelontorkan bermanfaat bagi masyarakat," pungkas Anggota DPR Dapil Kota Bogor - Kabupaten Cianjur ini.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved