Kasus Djoko Tjandra
Begini Reaksi Gerindra atas Penerbitan Aturan Pemeriksaan-Penahanan Jaksa Seizin Jaksa Agung
aturan tersebut dapat meminimalkan pihak-pihak yang mengintervensi kewenangan penuntutan dengan bargaining kasus pidana kepada jaksa yang bersangkutan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Gerindra Habiburokhman mengaku setuju dengan penerbitan pedoman terkait pemanggilan, pemeriksaan hingga penahanan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana harus seizin dari Jaksa Agung.
Diketahui, aturan tersebut diterbitkan oleh Jaksa Agung RI ST Burhanuddin yang termaktub dalam surat Pedoman Nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020.
"Saya pikir sudah benar harus ada izin dari Jaksa Agung. Pasal 1 angka 1 UU Kejaksaan mengatur bahwa wewenang Jaksa di bidang penuntutan itu absolut. Kemudian Pasal 8 Kode Perilaku Jaksa juga mengatur bahwa Jaksa Mandiri dalam melaksanakan tugasnya," ujar Habiburokhman, ketika dihubungi Tribunnews.com, Rabu (12/8/2020).
Habiburokhman berharap aturan tersebut dapat meminimalkan pihak-pihak yang mengintervensi kewenangan penuntutan dengan bargaining kasus pidana kepada jaksa yang bersangkutan.
"Hal tersebut jelas mengancam kemandirian jaksa. Kasus Jaksa Pinangki adalah contoh yang baik," jelasnya.
"Kalau ada jaksa yang diduga melanggar hukum harus ditempuh dulu penyelidikan kode perilaku, baru atas dasar itu Jaksa Agung memberikan izin," ungkap Habiburokhman.
Baca: Ditangkap di Rumahnya, Jaksa Pinangki Tak Lakukan Perlawanan
Sebelumnya diberitakan, Jaksa Agung RI ST Burhanuddin menerbitkan pedoman terkait pemanggilan, pemeriksaan hingga penahanan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
Nantinya, seluruh kegiatan tersebut harus seizin dari Jaksa Agung terlebih dahulu.
Kebijakan itu termaktub dalam surat pedoman nomor 7 Tahun 2020 tertanggal 6 Agustus 2020. Pedoman itu mengatur tentang pemberian izin Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan dan penahanan terhadap jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
Surat edaran itu dibenarkan oleh Kasubid Humas Puspenkum Kejaksaan Agung RI, Muhammad Isnaeni. Menurutnya, surat tersebut telah disusun lama oleh Kejaksaan Agung RI.
"Benar dan itu barang yang sudah lama disusun oleh Kejaksaan RI dan itu merupakan pelaksanaan dari pasal 8 ayat (5) UU Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI," kata Isnaeni saat dihubungi, Selasa (11/8/2020).
Isnaeni memastikan kebijakan tersebut tak ada kaitannya dengan kasus dugaan gratifikasi jaksa Pinangki Sirna Malasari yang tengah ditelisik oleh Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus).
"Tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan jaksa PSM," tukasnya.
Dalam surat pedoman tersebut, latar belakang Kejaksaan Agung menerbitkan surat itu karena jaksa seringkali berada dalam situasi yang tidak menguntungkan dari segi keamanan baik harta benda, keluarga bahkan jiwanya sendiri sehingga memerlukan perlindungan hukum.
"Bahwa salah satu bentuk perlindungan terhadap profesi Jaksa diwujudkan dalam bentuk pemberian izin oleh Jaksa Agung atas pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan terhadap Jaksa yang diduga melakukan tindak pidana pada saat melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan Undang-undang," sebagaimana bunyi latar belakang pedoman tersebut.
Pedoman ini bertujuan untuk memberikan pelindungan kepada jaksa untuk dapat menjalankan profesinya tanpa mendapatkan intimidasi, gangguan, godaaan, campur tangan yang tidak tepat atau pembeberan yang belum diuji kebenarannya baik terhadap pertanggungjawaban perdata, pidana, maupun pertanggungjawaban lainnya.
Untuk memperoleh izin Jaksa Agung, instansi pemohon harus mengajukan izin permohonan pemanggilan, pemeriksaan hingga penahanan jaksa yang diduga melakukan tindak pidana.
Permohonan izin itu harus disertai dengan beberapa syarat. Syarat tersebut yakni surat pemberitahuan dimulainya penyidikan, laporan atau pengaduan, resume penyidikan/ laporan perkembangan penyidikan, dan berita acara pemeriksaan saksi.
Selanjutnya Asisten Umum Jaksa Agung, Asisten Khusus Jaksa Agung, atau pejabat lainnya ditunjuk oleh Jaksa Agung melakukan pemeriksaan terhadap permohonan izin di atas berikut kelengkapan syarat.
Dalam keadaan tertentu, mereka yang ditunjuk oleh Jaksa Agung berkoordinasi dengan Jaksa Agung Muda terkait untuk memperoleh informasi dan pendapat mengenai jaksa yang hendak dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan.
"Untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan pendapat mengenai jaksa yang hendak dilakukan pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, dan penahanan, Jaksa Agung Muda terkait dapat melakukan ekspose," demikian bunyi surat pedoman itu.
Permohonan izin pemeriksaan hingga penahanan terhadap jaksa bisa diterima atau ditolak. Peretujuan atau penolakan permohonan izin Jaksa Agung akan disampaikan kepada pimpinan instansi penyidik paling lama 2 hari kerja.