Sabtu, 4 Oktober 2025

Virus Corona

Usai Videonya Soal Obat Covid-19 Dihapus, Kini Anji dan Hadi Pranoto Dilaporkan ke Polda Metro Jaya

Konten YouTube musisi Anji yang menampilkan hasil wawancara dengan seorang yang disebut professor bernama Hadi Pranoto masuki babak baru.

Instagram/duniamanji
Profesor Hadi Pranoto Klaim antibodi Covid-19 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konten YouTube musisi Anji yang menampilkan hasil wawancara dengan seorang yang disebut professor bernama Hadi Pranoto masuki babak baru.

Usai dihapus YouTube kini, masalah ini berbuntut panjang. Anji dan Hadi Pranoti dilaporkan atas dugaan penyebaran berita bohong ke Polda Metro Jaya.

Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid mengatakan konten tersebut membuat kabar penemuan obat Covid-19 yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat.

"Konten ini di medsos memicu dan menimbulkan berbagai polemik, pendapat dari profesor yang dihadirkan dalam konten itu, itu ditentang oleh banyak akademisi, ilmuan, kemudian ikatan dokter, menkes, influencer bahkan masyarakat luas," kata Muannas Alaidid di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (3/8/2020).

Adapun salah satu isi konten yang dipersoalkan adalah pemeriksaan Covid-19 yang serupa dengan rapid test dan swab.

Baca: Sebut Dirinya Bukan Dokter, Hadi Pranoto: Kalau Hasil Riset Kita berdampak Negatif Buang Saja

Baca: FAKTA Sosok Hadi Pranoto, Bukan Lulusan IPB dan Anggota IDI, Pernah Viral karena Undang Rhoma Irama

Kata Hadi Pranoto soal klaimn herbal untuk Covid-19 yang jadi kontroversi.
Kata Hadi Pranoto soal klaimn herbal untuk Covid-19 yang jadi kontroversi. (YouTube Kompas TV)

Hadi Pranoto di video ini sempat menyebut tes deteksi covid-19 ini hanya menghabiskan biaya Rp 10 ribu saja.

Hal inilah yang diduga sebagai kebohongan sehingga Muannas Alaidid melaporkan Anji dan Hadi.

"Tentang swab dan rapid test, dikatakan disitu dia punya metode dan uji yang jauh lebih efektif dengan yang dia namakan dengan digital teknologi itu biayanya cukup Rp 10 ribu hingga Rp 20 ribu. Nah ini kan sangat merugikan pihak RS yang mana sebagaimana kita ketahui rapid dan swab itu bisa menyentuh ratusan bahkan jutaan," jelasnya.

"Jangan sampai ini dipercaya sama publik dan publik nanti beranggapan berarti selama ini masyarakat diperas, dibodohi bahwa ada pihak yang kemudian mengambil keuntungan. Nah ini kan berbahaya," sambungnya.

Dalam kasus ini, pihaknya menjerat keduanya dengan pasal berbeda.

Baca: Bantah Klaim Hadi Pranoto, Kementerian Kesehatan Pastikan Belum Ada Obat Covid-19

Baca: Akui Bukan Anggota IDI, Hadi Pranoto Ungkap Perbedaan Dirinya dengan Dokter

Dia menyebut professor Hadi Pranoto dijerat dengan pasal Pasal 14 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Sementara, Anji dijerat dengan pasal 28 ayat 1 Undang-undang nomor 11 tahun 2008 tentang Undang-undang Informasi Teknologi dan Informasi (ITE).

Menurutnya, kepolisian harus meluruskan dan mengusut kasus tersebut.

"Itu yang harus diluruskan oleh pihak kepolisian betul enggak ini penemuan, betul enggak ini kemudian berita bohong. Jangan masyarakat jadi tidak peduli karena melihat konten itu dan beranggapan obatnya sudah ketemu berarti masker tidak perlu digunakan, sosial distancing juga enggak perlu, maka kontraproduktif kan dengan apa yang disampaikan pemerintah," ungkapnya.

Dalam kasus tersebut, pihaknya menyerahkan sejumlah barang bukti kepada pihak kepolisian. Di antaranya, bukti percakapan antara Anji dan Hadi Pranoto dalam konten tersebut.

"Kita ada transkip percakapan interview itu sudah kita bawa semua, kemudian ada screenshot, ada 1 Flashdisk yang berisi link URL video itu," pungkasnya.

Bakal Produksi Masal
Obat herbal yang disebut antibodi Covid-19 temuan Hadi Pranoto belakangan ini jadi perbincangan setelah disebut sebagai obat Covid-19 yang selama ini dicari.

Obat herbal tersebut jadi kontroversi karena diragukan dan terlanjur diperkenalkan melalui saluran Youtube bersama Youtuber sekaligus musis Anji.

Mengutip artikel di Tribunnewsbogor.com dengan judul Dilanda Kontroversi, Hadi Pranoto Berencana Produksi Massal Obat Covid-19 Hasil Temuannya, 

Hadi Pranoto mengatakan bahwa obat tersebut merupakan obat herbal antibodi Covid-19 hasil penelitian tim risetnya untuj meningkatlan antibodi dalam menghadapi Covid-19.

"Jadi saya perjelas lagi, ini bukan obat untuk vaksin, tapi ini adalah herbal yang dimana bahan bakunya 100 persen dari Indonesia. Alhamdulillah senyawa yang sudah kita temukan itu kita olah menjadi herbal. Alhamdulillah semua pasien yang terinfeksi Covid-19 setelah kita terapi dengan herbal ini sembuh tanpa terkecuali," kata Hadi Pranoto dalam jumpa pers di Kota Bogor, Senin (3/8/2020).

Dia juga menjelaskan bahwa meski obat Covid-19 tersebut jadi kontroversial karena tidak diakui oleh beberapa pihak, pihaknya akan memproduksi massal obat tersebut.

Nantinya, obat tersebut akan dibagikan secara gratis kepada masyarakat Indonesia yang membutuhkan.

Untuk modal, kata Hadi, dia melibatkan rekannya yang menyumbangkan hartanya untuk kepentingan sosial karena melihat emergency kemanusiaan saat ini.

"Jadi kita harapkan ke depan kita dengan tim riset berupaya semaksimal mungkin dan berusaha bersama teman-teman, kita akan produksi massal dan akan kita bagikan secara gratis kepada seluruh rakyat Indonesia dengan total 300 juta botol dengan ukuran 100 ml," ungkap Hadi Pranoto.

Pernyataan Kementerian Kesehatan Soal Obat Khusus Covid-19

Kementerian Kesehatan buka suara meluruskan viralnya klaim penemuan obat herbal Covid-19 oleh Hadi Pranoto saat berbincang di akun youtube penyanyi Anji.

Plt Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemenkes, dr. Slamet, MHP menegaskan sampai saat ini belum ada obat khusus untuk covid-19.

"Hingga saat ini belum ada satu negara atau lembaga manapun di dunia yang sudah menemukan obat atau vaksin yang spesifik bisa menanggulangi COVID-19," kata Slamet melaui keterangan tertulisnya, Senin (3/8/2020).

Sementara itu sampai saat ini karena belum ada obat pasti, pasien yang terdeteksi positif covid-19 diobati dengan cara meningkatkan imunitas supaya tubuh kuat melawan virus.

“Seluruh pasien COVID-19 dirawat dengan terapi dan obat yang sifatnya suportif yang bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh seseorang sehingga bisa melawan virus corona,” ucap dr. Slamet.

Dr. Slamet pun menjelaskan proses produksi obat covid-19 harus diawali dengan upaya penemuan bahan atau zat atau senyawa potensial obat melalui berbagai proses penelitian.

Kemudian bahan atau zat atau senyawa yang potensial menjadi obat tersebut harus melewati uji toxisitas in vitro dan in vivo pada tahap pra klinik, serta Uji Klinik untuk fase I, fase II dan fase III, dan fase akhir izin edar dan produksi.

"Lalu setelah uji klinis berhasil barulah masuk tahap izin edar dan yang terakhir diproduksi melalui cara pembuatan obat yang baik (GMP) dan dilakukan kontrol pada proses pemasaran," ungkap Slamet.

Berbagai lembaga internasional dan nasional masih bekerja keras untuk mendapatkan obat ataupun vaksin Covid-19, walaupun sudah ada beberapa kandidat vaksin yang memasuki tahap uji klinik tahap akhir.

Indonesia pun saat ini tergabung dalam riset Solidarity Trial WHO untuk pengujian klinik terhadap empat alternatif terapi yang sudah dilakukan selama ini, yaitu remdesivir, gabungan lopinavir/ritonavir, gabungan lopinavir/ritonavir ditambah interferon (ß1b), dan chloroquine.

Riset ini dilaksanakan untuk mendapatkan bukti klinis yang lebih kuat dan valid terhadap efektifitas dan keamanan terbaik terhadap pasien Covid-19.

"Didesain secara khusus untuk mempersingkat waktu yang diperlukan untuk menghasilkan bukti yang kuat terhadap 4 alternatif terapi tersebut tanpa mengesampingkan prinsip-prinsip Cara Uji Klinis yang Baik/Good Clinical Practice (CUKB/GCP)," pungkas Slamet.

(Tribunnews.com/Igman Ibrahim/Apfia/Tribun Bogor/Naufal Fauzy)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved