Selasa, 30 September 2025

Kudatuli dan Kesan Orang Dalam Mega

Audi mengatakan persitiwa Kudatuli merupakan gong dari Reformasi. Tanpa perjuangan PDI menegakkan demokrasi di era Otoriter.

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Eko Sutriyanto
KOMPAS/EDDY HASBY
Suasana penyerbuan kantor PDI di Jalan Diponegoro 58, Menteng, Jakarta Pusat, 27 Juli 1996, oleh massa yang diduga pendukung Soerjadi, Ketua Umum PDI versi Kongres Medan, yang berakhir dengan bentrokan antara massa dan aparat keamanan. Saat itu, kantor PDI diduduki pendukung Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum PDI versi Kongres Surabaya. 

Jam 05.30 WIB, Rudi dapat telepon bahwa kantor DPP diserang dan diserbu. Ia pun segera kembali menuju kantor DPP.

Sampai di sekitar lokasi, Rudi Harsa sudah tak bisa lagi masuk lagi ke arah kantor. Ia parkir di halaman UI, lalu berjalan ke arah kantor LBH Jakarta.

Suasana di sekitar kantor sudah penuh dengan Brimob.

Bersama Audi Tambunan, Noviantika Nasution dan Roy BB Janis berkumpul di dekat Polsek Menteng.

Sementara itu, Maruarar Sirait, yang masih berusia 27 tahun, bergerak dari kawasan Bintaro menuju kantor DPP setelah mendapat telepon ada penyeranggan kantor DPP.

Anak pertama dari pendiri PDI Sabam Sirait ini datang bersama adiknya bernama Johan dan simpatisan PDI yang lain.

Maruarar kaget melihat kantor PDI sudah diblokade. Kader-kader PDI yang berada di dalam kantor tak bisa keluar, sementara para kader yang loyal sama Megawati tak bisa masuk sebab diblokade.

Maruarar saat itu bersama dengan Sutardjo Suryoguritno, John Sare dan Ribka Tjiptaning. Mereka berusaha membantu kader-kader lain yang berada di dalam sebisa mungkin. Saling lempar batu dengan massa yang memblokade pun tak terhindari.

Bagi Audi Tambunan, Rudi Harsa dan Maruarar Sirait, persitiwa ini sangat bersejarah.

"Kita berjuang demi PDI itu dengan berdarah-darah. Saya ingatkan generasi muda PDIP sekarang, jangan rusak nama partai yang sudah kita perjuangkan dan bela dengan darah," ungkap Audi.

Audi pun mengatakan bahwa Persitiwa Kudatuli merupakan gong dari Reformasi. Tanpa perjuangan PDI menegakkan demokrasi di era Otoriter, tak akan ada Reformasi.

"Bu Mega lah tokoh Reformasi yang sesungguhnya," kata Audi.

Senada disampaikan Rudi Harsa. Ia mengatakan bahwa kejadian ini menunjukkan keteguhan PDI di bawah pimpinan Megawati dalam memperjuangkan demokrasi.

"Bu Mega lah pahlawan Reformasi itu," ungkapnya.

Sementara Maruarar mengatakan bahwa sejak awal ia mendukung penuh perjuangan dan kepemimpinan Megawati dalam menegakkan demokrasi dan melawan Orde Baru.

Saat itu Megawati berani memperjuangkan demokrasi pada saat bicara demokrasi saja sangat sulit dan berada dalam ancaman kekuasaan. Namun Megawati melakunnya.

"Kita kagum sama Ibu Mega. Sekarang orang bisa bebas bicara dan melakukan kritik. Tapi Ibu Mega melakuknnya di bawah tekanan anti-demokrasi," ungkap Maruarar. 

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved