Terungkap! Djoko Tjandra Bikin Paspor di Imigrasi Jakarta Utara, Kabur Lewat Entikong
Ia membuat paspor pada tanggal 22 Juni 2020, dan mengambilnya keesokan harinyanya.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Teka-teki tentang apa saja yang dilakukan Djoko Tjandra saat berada di Indonesia mulai terbongkar.
Selain membuat e-KTP, mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, buronan Kejaksaan Agung di perkara cessie Bank Bali itu ternyata juga sempat membuat paspor di kantor Imigrasi Jakarta Utara.
Ia membuat paspor pada tanggal 22 Juni 2020, dan mengambilnya keesokan harinyanya.
Direktur Jenderal Imigrasi, Jhoni Ginting mengatakan, Djoko Tjandra datang ke kantor
Imigrasi Jakarta Utara pada Selasa 22 Juni 2020, sekitar pukul 08.00 WIB.
"Dia bikin tanggal 22 (Juni) pukul 08.00 WIB pagi, dan selesainya tanggal 23 (Juni). Enggak ujug-ujug selesai hari itu juga," kata Jhoni saat rapat dengan Komisi III DPR RI, Senin (13/7/2020).
Baca: Kuasa Hukum Yakin Djoko Tjandra Tak akan Melawan Jika Dieksekutor Kejaksaan Agung Saat Hadiri Sidang
Meski demikian, kata Jhoni, Djoko Tjandra tidak mengambil langsung paspor yang
sudah jadi tersebut.
Ia memberikan surat kuasa kepada pihak lain.
"Tadinya saya pikir jangan-jangan ini orangnya imposter (penipu). Pura-pura mau bikin. Awalnya gitu loh,"sambung Jhoni.
Beberapa anggota Komisi III sempat mempertanyakan kenapa Djoko Tjandra bisa
mendapatkan paspor.
Sebab, ia merupakan buronan karena kasus hukum. Perihal hal
tersebut, Jhoni pun memberi penjelasan.
Menurut dia, Djoko Tjandra memenuhi syarat untuk mendapatkan paspor. Termasuk membawa KTP saat mengurus paspor tersebut.
Karena itu pihak imigrasi tidak bisa menolaknya.
"Persyaratannya itu terpenuhi. Kemudian tidak ada di sistem kita clear, di DPO clear. Jadi kalau dari sistem enggak ada hambatan yang bersangkutan untuk buat paspor," imbuh dia.
Penjelasan Jhoni itu tak diterima begitu saja oleh anggota Komisi III DPR. Anggota
Komisi III mempertanyakan koordinasi antara Imigrasi dengan penegak hukum lain.
Sebab, Djoko Tjandra merupakan buronan kelas kakap.
Jhoni lantas menjawab bahwa petugas yang melayani pada saat Djoko Tjandra datang
pagi itu tergolong masih baru.
Baca: Tito Enggan Berkomentar soal Kemungkinan Djoko Tjandra Masuk Indonesia Lewat Jalur Tikus
Sehingga, ia menilai petugas tersebut belum tahu siapa Djoko Tjandra.
Terlebih, dalam database imigrasi, tak ada catatan buronan terhadap Djoko Tjandra.
"Karena pada saat jam 8 itu dia datang itu petugas baru ya. Bukan membela lagi, ini enggak, kalau memang kami disalahkan kami disalahkan menerima itu," ujarnya.
"Kalau dia masih berumur 23 tahun, dia baru lulus dia enggak akan kenal
itu Djoko Tjandra kalau pagi pagi kemungkinan, karena kan sudah di BAP. Dia enggak
kenal katanya. Dari sistem juga enggak ada. Tapi kita periksa dia," lanjutnya.
Penjelasan Jhoni sempat dipotong oleh anggota DPR Fraksi Demokrat, Benny K
Harman.
Ia menilai, penjelasan mengenai petugas yang baru berumur 23 tahun dan
lainnya tak tepat diutarakan.
Sebab, bagaimanapun, petugas tersebut ada di bawah perintah pihak imigrasi.
Jhoni pun menyebut penyelidikan sedang dilakukan Inspektorat Kemenkumham untuk
mengecek kemungkinan ada penyimpangan dalam proses penerbitan paspor Djoko Tjandra.
"Sudah kita keluarkan surat perintah penyelidikan. Kami lagi menunggu hasilnya.
Inspektorat sudah turun. Kami akan berikan dukungan sepenuhnya kepada
Direktorat Keimigrasian dan Inspektorat Jenderal kita," ujarnya.
Saat ini, kata Jhoni, paspor Djoko Tjandra yang diterbitkan Imigrasi Jakarta Utara sudah
ditarik.
Paspor itu pun sudah dikembalikan dalam sebuah amplop bertanda Anita
Kolopaking and Partners, yang merupakan kantor pengacara dari Djoko Tjandra.
Nama Djoko Tjandra sebelumnya menjadi sorotan setelah ia membuat e-KTP dan
mendaftarkan PK ke PN Jaksel dalam satu hari saja, yakni tanggal 8 Juni 2020.
Namun Djoko Tjandra tak tertangkap dan saat ini sudah kembali berada di luar negeri.
Leluasanya Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia inilah yang banyak menjadi sorotan.
Terlepas dari lolosnya Djoko Tjandra masuk ke Indonesia, Jhoni mengakui ada celah
keluar masuk Indonesia secara ilegal. Jhoni juga mengakui kurangnya pos pemeriksaan imigrasi di perbatasan wilayah Indonesia dengan negara lain.
Ia pun lantas membeberkan jumlah Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) yang ada di
Indonesia.
Menurut Jhoni, Indonesia memiliki TPI udara sebanyak 37, lalu 90 TPI laut,
11 TPI pos lintas batas internasional, 44 TPI lintas batas tradisional, 33 pelabuhan yang
jadi tempat pemeriksaan khusus. "Totalnya ada 182 tempat," kata Jhoni.
Ada juga 33 Tempat Pemeriksaan Khusus (TPK) yang ada di Indonesia. Sehingga total TPI dan TPK ada 215.
Sementara, kata Jhoni, sejumlah wilayah perbatasan Indonesia memiliki perbatasan
yang panjang. Sebut saja di perbatasan Atambua-Timur Leste, berjarak 268,8 Km.
Lalu perbatasan darat pulau antara Papua Indonesia dengan Papua Nugini sampai 800 Km.
Sementara perbatasan darat Kalimantan dengan Malaysia mencapai 2.019 Km.
"Ini belum yang traditional passes antara 3 provinsi di Thailand Selatan dengan Aceh. Itu ada traditional passes mereka, dari Patani, Naratiwat, dan Nyala. Ada juga traditional passes Johor Malaysia dengan Kepulauan Riau, baik itu ke Batam baik itu pulau dekat Batam," kata Jhoni.
Johnny menjelaskan mengapa hal itu disampaikan dalam rapat. Menurutnya, kondisi ini tak dibarengi dengan jumlah TPI yang ada.
"Hal ini kenapa kami sampaikan? Karena banyak juga ini bukan ngeles atau apa, tidak, banyak juga WNI kita yang ilegal masuk ke Malaysia yang kita tidak tahu masuknya dari mana," kata Jhoni.
"Sehingga tidak semua garis perbatasan wilayah Indonesia dan wilayah negara tetangga terdapat pos pemeriksaan keimigrasian. Celah seperti inilah yang menurut hemat kami sering atau bisa dimanfaatkan oleh oknum masuk wilayah Indonesia secara tidak resmi atau ilegal," ungkapnya.
Lewat Pontianak Sementara itu Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) menduga Djoko Tjandra keluar Indonesia melalui Pontianak, Kalimantan.
Djoko diduga menggunakan pesawat terbang domestik dari Jakarta ke Pontianak, kemudian keluar masuk Indonesia lewat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kalimantan.
Koordinator MAKI, Boyamin Saiman mengatakan, pihaknya mendapat informasi berupa foto surat jalan yang dikeluarkan suatu instansi untuk Djoko Tjandra.
Namun MAKI tak merinci instansi tersebut.
"Dalam surat jalan tersebut tertulis Joko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra; red) sebagai Konsultan dan melakukan perjalanan dari Jakarta ke Pontianak dengan keberangkatan tanggal 19 Juni 2020 dan kembali tanggal 22 Juni 2020. Angkutan yang dipakai adalah Pesawat," kata Boyamin dalam keterangannya, Senin (13/7/2020).
Boyamin mengatakan, apabila mengacu pada foto surat tersebut, patut diduga bahwa
Djoko Tjandra keluar masuk Indonesia lewat Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong,
Kalimantan.
"Jika mengacu foto surat jalan tersebut, maka hampir dapat dipastikan
Djoko Tjandra masuk Indonesia melalui pintu Kalimantan (Pos Entikong) dari Kuala
Lumpur (Malaysia)," kata Boyamin.
"Setidaknya jika aparat pemerintah Indonesia serius melacaknya maka sudah mengerucut pintu masuknya adalah dari Malaysia dan bukan dari Papua Nugini," sambung dia, merespons dugaan sebelumnya ia masuk lewat Papua Nugini.
Boyamin mengatakan, informasi foto itu berasal dari sumber yang kredibel.
Namun,
untuk memastikannya, ia akan melaporkan dugaan satu instansi yang mengeluarkan
surat itu ke Ombudsman untuk diselidiki. Ia pun belum menyebutkan instansi terkait
yang mengeluarkan surat itu sebagai bentuk asas praduga tak bersalah.
"Foto tersebut belum dapat dipastikan asli atau palsu, namun kami dapat memastikan
sumbernya adalah kredibel dan dapat dapat dipercaya serta kami berani mempertanggungjawabkan alurnya. Untuk memastikan kebenaran surat jalan tersebut, kami akan mengadukannya kepada Ombudsman RI guna data tambahan sengkarut perkara Joko Tjandra selama berada di Indonesia," kata Boyamin.
Tanggapan Pengacara
Secara terpisah, pengacara Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma mengaku tak
mengetahui bagaimana kliennya bisa masuk dan keluar Indonesia. Ia mengaku hanya
mengurus soal perkara PK Djoko Tjandra di persidangan.
"Saya pribadi tidak pernah bertemu, tidak pernah berbicara baik via telepon dan lain-lain, semua Bu Anita (pengacara Djoko Tjandra, Anita Kolopaking, -red). Kami ini tim hukumnya, yang sering muncul di pengadilan, tiga orang itu, betul-betul untuk bersidang," kata Andi.
Begitu pula Anita Kolopaking yang mengaku tak tahu bagaimana Djoko Tjandra bisa
keluar masuk Indonesia. Anita menyebut bahwa ia hanya diberitahu saat Djoko Tjandra sudah berada di rumah. Anita juga mengakui kliennya saat ini ada di Malaysia.
Beliau masih di Kuala Lumpur. Beliau sakit sehingga tidak hadir di persidangan," kata Anita.
Persidangan yang dimaksud ialah sidang PK di PN Jakarta Selatan. Djoko Tjandra
mengajukan hal tersebut pada tanggal 8 Juni. Sebelum mendaftarkan PK, di tanggal
yang sama, Djoko Tjandra juga sempat mengurus pembuatan e-KTP sebagai syarat
pengajuan PK.
Sidang PK sudah dua kali digelar. Namun, dua kali pula sidang itu ditunda karena Djoko Tjandra tidak hadir dengan alasan sakit. Pengacara pun melampirkan surat sakit dari klinik di Malaysia.
Anita tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai penyakit kliennya itu.
"Doakan saja semoga beliau bisa hadir di sidang tanggal 20 Juli," kata dia.
Adapun pihak (KBRI Kuala Lumpur mengaku belum memiliki informasi keberadaan
Djoko Tjandra di Malaysia.
“Terkait isu Djoko Tjandra, sejauh ini kami belum memiliki informasi keberadaan yang bersangkutan di Malaysia,” ujar Koordinator Fungsi Penerangan Sosial Budaya KBRI Kuala Lumpur, Agung Cahaya Sumirat saat dihubungi, Senin (13/7/2020).
Namun demikian Agung menyampaikan akan terus memantau perkembangan isu
keberadaan Djoko Tjandra lewat media. Ia juga mengatakan akan mengkomunikasikan
terkait hal ini kepada pihak-pihak terkait.
“Kami pantau perkembangan isu ini dari pemberitaan media. Saya komunikasikan dan koordinasikan hal ini kepada para pemangku kepentingan terkait,” lanjutnya. (tribun network/sen/ras/ham/dod)