Kasus Suap di MA
KPK Cecar Mantan Manager Agung Podomoro Land Soal Sewa Rumah Tempat Persembunyian Nurhadi di Simprug
KPK mendalami mekanisme sewa rumah yang dipakai mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono untuk bersembunyi.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami mekanisme sewa rumah yang dipakai mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono untuk bersembunyi.
Diketahui, KPK menangkap kedua buronan itu di sebuah rumah di kawasan Simprug, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Rumah tersebut merupakan rumah sewaan.
Untuk mendalami hal tersebut, penyidik KPK memeriksa mantan pegawai PT Agung Podomoro Land, Oktaria Iswara Zen, dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait perkara di MA yang menjerat Nurhadi.
Baca: KPK Konfirmasi Kepemilikan Vila Nurhadi di Ciawi
"Penyidik mengkonfirmasi pengetahuan saksi (Oktaria) terkait dengan dugaan sebagai perantara sewa antara pemilik rumah dengan penyewa yang rumahnya digunakan oleh Tersangka NHD (Nurhadi) dan Tersangka RHE (Rezky) untuk dijadikan tempat persembunyian ketika ditangkap KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (7/7/2020).
Ali menjelaskan Oktaria diperiksa dalam kapasitasnya sebagai agen properti.
Ia diketahui sempat menjadi Manager di PT Agung Podomoro Land hingga 2018.
Dalam perkara ini, penyidik KPK juga melakukan pemeriksaan terhadap satu saksi dari pihak swasta bernama Sudirman.
Dari yang bersangkutan, terang Ali, penyidik menggali terkait dugaan penjualan vila yang ada di wilayah Gadog milik Nurhadi dan istrinya Tin Zuraida.
Baca: KPK Periksa 1 Orang Saksi Terkait Kasus Suap dan Gratifikasi Mantan Sekretaris MA Nurhadi
Ali mengultimatum terhadap pihak yang terlibat dalam perkara yang menjerat eks Nurhadi untuk bersikap kooperatif.
Sebab, lanjut dia, hal tersebut dapat membantu penyidik dalam menuntaskan berkas perkara kasus mafia hukum di MA ini.
Dalam kasus ini, Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto diduga kuat telah menyuap dua tersangka lainnya yakni, mantan Sekretaris MA Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono.
Adapun, suap diberikan berupa sembilan lembar cek dengan total Rp46 miliar.
Suap ditujukan untuk menangani sebuah perkara di MA.
Perkara yang ditangani pertama, berasal dari kasus perdata PT MIT melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN, dan perkara perdata saham di PT MIT.
Baca: Pendeta James Palk Tandatangani Dokumen yang Disita KPK dari Kasus Nurhadi
Dalam penanganan perkara itu, Hiendra diduga meminta, memuluskan penanganan perkara Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Kasasi Nomor: 2570 K/Pdt/2012 antara PT MIT dan PT KBN.
Kedua, pelaksanaan eksekusi lahan PT MIT di lokasi milik PT KBN oleh Pengadilan Negeri Jakarta Utara agar dapat ditangguhkan.
Selain itu, Nurhadi juga diminta Hiendra untuk menangani perkara sengketa saham PT MIT yang diajukan dengan Azhar Umar.
Hiendra diduga telah memberikan uang sebesar Rp33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky. Penyerahan uang itu dilakukan secara bertahap dengan total 45 kali transaksi.
Beberapa transaksi juga dikirimkan Hiendra ke rekening staf Rezky. KPK menduga, penyerahan uang itu sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan penggelembungan pengiriman uang. Sebab, nilai transaksi terbilang besar.
Baca: KPK Isyaratkan Kasus Nurhadi Berkembang ke TPPU
Sedangkan, penerimaan gratifikasi Nurhadi, diduga telah menerima berupa uang sebesar Rp12,9 miliar melalui Rezky.
Uang tersebut diperuntukan guna memuluskan penanganan perkara terkait sengketa tanah di tingkat kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian. Uang itu diterima Nurhadi dalam rentang waktu Oktober 2014 hingga Agustus 2016.
Nurhadi dan Rezky disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 5 ayat (2) lebih subsider Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Hiendra disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b subsider Pasal 13 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Hingga saat ini, penyidik KPK telah berhasil menangkap Nurhadi dan Rezky. Mereka baru ditangkap pasca empat bulan ditetapkan buron oleh lembaga antirasuah itu.
Dengan demikian, hanya seorang tersangka yakni, Direktur MIT Hiendra Soenjoto yang belum diringkus oleh penyidik.