Kasus Djoko Tjandra
Bakal Dilaporkan ke Ombudsman, Dukcapil Jaksel: Risiko Pelayanan Masyarakat
Dia tidak mempermasalahkan apabila upaya pembuatan e-KTP tersebut berujung pada pelaporan kepada lembaga
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Selatan, Abdul Haris, mengatakan perekaman dan pembuatan KTP Elektronik (e-KTP) Djoko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali dilakukan atas dasar melayani masyarakat.
Dia tidak mempermasalahkan apabila upaya pembuatan e-KTP tersebut berujung pada pelaporan kepada lembaga Ombudsman atau lembaga penegak hukum.
"Iya kalau kami ikuti saja. Namanya dilaporin, itu risiko. Kami melayani orang baik juga kadang-kadang menjadi jelek. Yang melayani orang jelek apalagi," kata dia, saat dikonfirmasi, Senin (6/7/2020).
Pernyataan itu disampaikan menanggapi rencana Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, melaporkan Dinas Dukcapil DKI Jakarta ke Ombudsman RI terkait masalah sistem kependudukan Djoko Tjandra.
Menurut Abdul, upaya pelaporan itu merupakan hak warga negara. Sehingga, kata dia, pihaknya tidak dapat melarang hal tersebut.
Baca: Sambangi Mabes Polri, Komisi III DPR RI: Kami Serius Banget Soal Djoko Tjandra
Baca: Arief Poyuono Laporkan Kuasa Hukum Djoko Tjandra dan Ketua PN Jakarta Selatan ke Bareskrim Polri
"Iya kalau bicara mau dilaporkan masa kita melarang yang mau melaporkan. Masa, saya harus mencegah orang yang mau melaporkan dukcapil. Biarkan saja air mengalir ya. Tidak ada masalah," kata dia.
Dia menambahkan, Ombudsman akan menilai pelanggaran-pelanggaran administratif apa saja yang diduga telah dilakukan.
"Ombudsman akan melihat apakah ada unsur-unsur maladministrasi yang dilakukan dukcapil menurut pandangan ombudsman," tambahnya.
Sebelumnya, Kepala Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Jakarta Selatan, Abdul Haris, menerangkan soal pembuatan KTP Elektronik (e-KTP), Djoko Tjandra, terpidana kasus pengalihan hak tagih (cassie) Bank Bali.
Menurut dia, pengajuan permohonan
pembuatan e-KTP itu merupakan hal biasa. Apalagi, kata dia, Djoko baru pertama kali mengajukan permohonan pembuatan e-KTP dan data kependudukan yang bersangkutan tidak bermasalah.
"Tidak ada item biodata menerangkan khusus DPO (Daftar Pencarian Orang,-red). Dia kasus DPO 2008. Perekaman e-KTP baru mulai 2010. Rekam massal 2010, sedangkan dia DPO 2008. Dia memegang KTP lama yang model simduk yang nik masih 09. Kami tidak ada alasan menolak," kata dia, saat dikonfirmasi, Senin (6/7/2020).
Melihat data kependudukan Djoko tidak bermasalah, maka proses pembuatan e-KTP dapat dilakukan.
"Andaikan kenal saja tidak berdaya melarang masa begitu datang pak Joko ini gak bisa," ujarnya.
Dia menjelaskan Lurah Grogol Selatan mengantarkan Djoko Tjandra membuat e-KTP. Proses pembuatan e-KTP dilakukan sesuai mekanisme pembuatan e-KTP yang berlaku.
"Diantar ke ruang dukcapil. Ketemu pegawai PJLP (Penyedia Jasa Lainnya Perorangan,-red) namanya Esi. Sampai di situ dia kasih kartu keluarga, dia kasih KTP lama entah asli atau foto copy saya tak tahu. Dipanggil pake mik oh pak ini belum pernah rekam jadi kita tidak bisa cetak," ujarnya.
Setelah mengecek data, diketahui Djoko Tjandra belum pernah merekam data untuk kepentingan pembuatan e-KTP.
"Kalau bicara 30 menit, itu hal yang tidak aneh-aneh amat, karena kan dia merekam di tanggal 8 Juni. Setelah merekam, proses perekaman, pengambilan foto, iris mata, dan sebagainya, kita kirim ke DDN (DataDirect Network,-red) via online. Via sistem," ujarnya.
Akhirnya, dilakukan proses perekaman dan pencetakan e-KTP yang berlangsung sekitar 30 menit.
"Setelah itu, jawaban bisa tercetak atau belum itu kalau kita cek, statusnya sudah print ready record atau belum gitu. Jadi pada saat itu dalam waktu kurang dari 1 jam memang terjawab sudah print ready record. Artinya, begitu status sudah print ready record, itu fotonya sudah muncul dan kelurahan bisa cetak," tambahnya.