Kinerja Menteri Jokowi
Politikus PKS: Kenapa Presiden Baru Jengkel Sekarang ?
Netty Prasetiyani angkat suara terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni 2020.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PKS Netty Prasetiyani angkat suara terkait pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara pada 18 Juni 2020.
Diketahui dalam pidatonya, Jokowi menyoroti kementerian kesehatan yang dianggap serapan anggarannya rendah.
Tercatat kementerian tersebut baru menyerap anggaran sebanyak 1,53 persen dari total Rp75 triliun.
Netty Prasetiyani mempertanyakan mengapa kemarahan presiden baru terjadi saat ini.
"Kenapa presiden baru jengkel sekarang? Sejak lama saya sudah sampaikan bahwa presiden harusnya turun langsung memimpin orkestrasi penanganan Covid-19," ujar Netty, dalam keterangannya, Selasa (30/6/2020).
Baca: Jokowi Singgung Isu Reshuffle, Sekjen MUI: Presiden Benar-benar Kecewa Terhadap Kinerja Para Menteri
Netty mengatakan ada banyak persoalan di lapangan yang harus diselesaikan dengan menggunakan leadership power presiden.
Menurutnya saat ini masyarakat tengah menyaksikan penanganan pandemi sangat lambat, tidak terkoordinasi dengan baik, cenderung sektoral dan birokratis.
"Bukan hanya soal serapan anggaran, tapi juga soal data, distribusi bansos dan pola komunikasi yang gaduh," kata dia.
Selain itu, Netty turut menyoroti kebijakan pemerintah yang mewacanakan ekspor APD di tengah belum layaknya APD untuk tenaga kesehatan Indonesia.
Baca: Beberapa Respons Soal Kejengkelan Jokowi Pada Para Menteri: PDIP, Nasdem, Demokrat, Hingga Istana
"Banyak keluhan dari tenaga medis di lapangan, bahwa APD untuk mereka belum layak dan belum tercukupi tapi pemerintah malah mewacanakan untuk mengekspor APD. Ini kan aneh dan tidak nyambung," imbuhnya.
Politikus PKS tersebut juga mengatakan jika hampir semua kementerian dan lembaga dianggap masih berkinerja kurang atau tidak ada progress, maka presiden harus mencari akar permasalahannya dan menyelesaikannya hingga tuntas.
"Menurut saya ini adalah tanggung jawab Presiden sebagai pemegang mandat pemerintahan tertinggi yang harus memberikan arahan, mengontrol dan mengevaluasi secara ketat sejak awal. Presiden harus tegas dan siap pasang badan untuk melindungi rakyatnya," tegasnya.
Andaikan wacana reshuffle menguat, kata dia, hal tersebut adalah hak prerogatif presiden untuk mengevaluasi dan mengontrol para pembantunya, sepanjang ada ukuran kinerja yang fair dan transparan.
"Jika merujuk pada penyerapan anggaran Kemenkes yang rendah, tentu Presiden harus mengevaluasi juga kinerja Gugus Tugas Pusat Percepatan Penanganan Covid-19 secara menyeluruh, bukan hanya Menkes mengingat serapan yang rendah ini terkait dengan penanganan Covid-19," katanya.