Pro Kontra Larangan Salat Id Berjamaah, Sosiolog: Tak Konsisten, Berbeda Aturan Pusat dengan Daerah
Larangan shalat id berjamaah menuai pro kontra, pasalnya aturan pusat dan daerah bertentangan hingga sosiolog menyebut adanya kekacauan informaasi.
TRIBUNNEWS.COM - Sosiolog dari Universitas Negeri Sebelas Maret (UNS) Dr Drajat Tri Kartono, MSi menanggapi pro kontranya larangan shalat idul fitri berjamaah.
Drajat mengatakan, larangan salat id sudah benar karena sudah sesuai standar kesehatan di tengah pandemi corona.
Namun, Drajat juga menilai adanya multitafsir dari sudut loyalitas agama yang dilakukan oleh pemerintah.
"Menurut beberapa orang jika sudah jelas protokol kesehatannya, maka mereka seharusnya boleh melakukan salat id berjamaah," ujar Drajat kepada Tribunnews, Sabtu (23/5/2020).
Menurut Drajat, yang membuat multitafsir berkembang di masyarakat adalah ketidakkonsistenan dari pemerintah.

Baca: Idul Fitri Ditetapkan 24 Mei 2020, Ini Niat dan Cara Shalat Ied di Rumah Berjamaah atau Sendiri
"Pemerintah tidak konsisten. Berbeda aturan dari pusat dan kabupaten atau kota," papar Drajat.
Pasalnya, menurut Drajat, beberapa kepala daerah memperbolehkan salat id berjamaah asalkan sesuai dengan protokol kesehatan.
Selain itu, ketidakkonsistenan pemerintah juga diperkuat dengan dibukanya kembali izin transportasi dan pusat berbelanjaan.
"Hal itu membuat mereka tetap menjalankan salat id dengan protokol kesehatan karena pemerintah membuka izin untuk transportasi dan mall, lalu kenapa salat id tidak boleh," terang Drajat.
Akibatnya, menurut Drajat, masyarakat dihadapkan pada kekacauan informasi yang membuat larangan salat id ditentang.
Drajat pun menjelaskan, bila aturan memang melarang salat id, maka pihak berwajib seharusnya bisa melakukan anjuran lebih dini.

Baca: Bacaan di Sela-sela Takbir Shalat Idul Fitri, Disertai Niat Shalat Ied di Rumah dan Tata Caranya
"Anjuran seharusnya mulai dilaksanakan malam ini. Masjid-masjid dan lapangan mulai didatangi oleh kepolisian, supaya besok tidak diijinkan."
"Karena pasti di beberapa tempat ada yang tetap melaksanakannya," jelas Drajat.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah resmi melarang pelaksanaan salat Id berjamaah di masjid maupun lapangan terbuka.
Hal tersebut juga ditegaskan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
"Kegiatan keagamaan yang sifatnya masif seperti salat berjemaah di masjid atau Salat Id di lapangan, itu termasuk kegiatan yang dilarang."
"Oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar," tutur Menkopolhukam Mahfud MD, dalam ratas pada Selasa (19/5/2020) lalu.

Baca: Contoh Naskah Khutbah untuk Shalat Idul Fitri di Rumah
Selain itu, shalat id berjemaah juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dalam rangka memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
"Kegiatan keagamaan yang masif yang menimbulkan kumpulan orang banyak itu termasuk yang dilarang, termasuk yang dibatasi oleh peraturan perundang-undangan," jelasnya.
Oleh sebab itu, pemerintah meminta masyarakat mematuhi aturan tersebut.
Pemerintah mengajak tokoh agama, ormas keagamaan, dan tokoh masyarakat adat, untuk meyakinkan masyarakat bahwa kerumunan salat berjemaah termasuk yang dilarang oleh perundang-undangan.

"Bukan karena salatnya itu sendiri, tetapi karena itu merupakan bagian dari upaya menghindari bencana."
"Covid-19 termasuk bencana non alam nasional yang berlaku berdasar keputusan pemerintah, itu soal Salat Id," paparnya.
Namun diketahui, beberapa kepala daerah memperbolehkan warganya untuk melaksanakan shalat id berjamaah.
Satu di antaranya adalah, Wali Kota Bekasi, Rahmat Effendi.
Alasannya, 30 dari 56 kelurahan di Kota Bekasi masuk zona hijau.
Hal ini membuat 30 kelurahan tersebut boleh menggelar shalat Idul Fitri berjamaah.
(Tribunnews.com/Maliana)