INDEF Kritik Usulan Banggar DPR RI Cetak Uang Baru
Keputusan Bank Indonesia enggan cetak uang baru dalam jumlah besar untuk menambal defisit dinilai sudah tepat.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengkritiki usulan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI untuk mencetak uang baru Rp 600 Triliun.
Menurutnya, keputusan Bank Indonesia yang enggan mencetak uang baru dalam jumlah besar untuk menambah dana atau likuiditas perbankan maupun untuk menambal defisit anggaran pemerintah sudah tepat.
"Cetak uang itu terlalu berisiko. Ada satu hal penting menurut regulasi bahwa komando bank sentral sudah mulai dirasuki juga dengan kepentingan fiskal," ucap Tauhid dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (2/5/2020).
Baca: Bursa Efek Tetap Beroperasi, Mengikuti Sistem Kliring di Bank Indonesia
Baca: Hadapi Dampak Covid-19, Banggar DPR Rekomendasikan BI Cetak Uang Baru Rp 600 Triliun
Tauhid menjelaskan ketimbang mencetak uang, lebih baik pemerintah menurunkan harga BBM 20-30 persen di tengah permintaan turun serta fokus pada subsidi bunga kredit atau penundaan angsuran.
"Karena perlu kita waspadai inflasi ini harus dikendalikan karena trennya di kebutuhan pangan cenderung akan naik 2-3 bulan kedepan," tuturnya.
Baca: Kasus Mafia Migas, KPK Periksa Pejabat Bank Indonesia
Sebelumnya, Badan Anggaran DPR RI mengusulkan kepada pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk mencetak uang hingga Rp 600 triliun.
Tujuannya untuk menyelamatkan ekonomi Indonesia dari dampak yang ditimbulkan wabah virus Corona atau Covid-19.
Ketua Badan Anggaran MH Said Abdullah mengatakan pemerintah telah mengambil langkah langkah dalam penanganan untuk mengatasi pandemi virus Corona, baik penanganan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, maupun akibat dampak ekonominya.
"Namun melihat besarnya kebutuhan pembiayaan yang diperlukan, Badan Anggaran DPR RI memperkirakan skenario penganggaran yang direncanakan pemerintah tampaknya kurang mencukupi," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (29/4/2020).
Menurut politikus, PDIP ini, hal itu didasarkan pada dua hal, yakni ancaman terhadap keringnya likuiditas perbankan sebagai akibat menurunkannya kegiatan ekonomi, sehingga menurunnya kemampuan debitur membayar kredit.
Kedua membesarnya kebutuhan pembiayaan APBN yang tidak mudah ditopang dari pembiayaan utang melalui skema global bond, maupun pinjaman internasional melalui berbagai lembaga keuangan.
Atas dua hal itu Badan Anggaran DPR RI merekomendasikan kepada Bank Indonesia dan pemerintah beberapa hal. Salah satunya cetak uang dengan jumlah Rp 400-600 triliun.