Minggu, 5 Oktober 2025

Virus Corona

Jokowi Segera Salurkan Bantuan Sosial untuk Warga Terdampak Covid-19

Pemerintah sudah menyiapkan program bantuan jaring pengaman sosial (social safety net) yang akan disalurkan ke masyarakat terdampak.

Editor: Sanusi
Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Joko Widodo 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Willy Widianto

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pandemi virus corona (Covid-19) memberi dampak terhadap perekonomian. Lebih dari 1 juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Pemerintah sudah menyiapkan program bantuan jaring pengaman sosial (social safety net) yang akan disalurkan ke masyarakat terdampak.

"Terdapat sekitar 1,6 juta warga negara kita yang telah mendapatkan PHK dan dirumahkan sehingga bapak presiden menugaskan untuk segera diberikan kartu prakerja," ujar Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo usai rapat terbatas, Senin (13/4/2020).

Baca: Tak Bisa Lupakan Lina Jubaedah, Teddy Mengaku Sering Ziarah ke Makam Istrinya Saat Malam Jumat

Baca: Ramalan Zodiak Cinta Hari Ini, Selasa 14 April 2020: Aries Ikuti Kata Hati, Pisces Jangan Khawatir

Pemerintah telah menganggarkan Rp 20 triliun untuk program kartu prakerja.

Anggaran tersebut ditargetkan dapat memberikan manfaat pada 5,6 juta penerima. Nantinya penerima kartu prakerja akan mendapat dua jenis bantuan. Bantuan dalam bentuk pelatihan serta bantuan dalam bentuk uang.

Tidak hanya di dalam negeri, covid-19 yang juga menginfeksi Malaysia membuat Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terdampak. Hal itu menjadi perhatian oleh pemerintah.

"Sejumlah tenaga kerja kita yang ada di Malaysia telah diperintahkan presiden untuk segera diperhatikan secara terus-menerus sehingga mereka tidak kekurangan kebutuhan makanan," terang Doni.

Pemerintah sebelumnya telah menganggarkan Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial akibat Covid-19. Selain dalam bentuk kartu prakerja anggaran tersebut akan disalurkan dalam berbagai program seperti bantuan sembako dan bantuan langsung tunai.

Doni bilang minggu ini akan segera disampaikan bantuan sosial berupa sembako untuk wilayah Jakarta. Bantuan pertama akan berasal dari Kementerian Sosial sebanyak 200.000 paket selagi menunggu bansos khusus disalurkan.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta program bantuan sosial (bansos) dapat disalurkan dalam pekan ini.

"Semuanya harus jalan minggu ini. Saya turun ke bawah kemarin saya lihat bahwa kebutuhan itu sudah ditunggu oleh masyarakat," ujar Jokowi saat membuka rapat terbatas melalui video conference di Istana Merdeka.

Pemerintah memang menambahkan sejumlah program terkait jaring pengaman sosial. Pasalnya pandemi Covid-19 berdampak bagi penghasilan masyarakat yang bekerja di sektor informal dan pekerja harian.

Untuk itu pemerintah menambah jumlah Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dari Program Keluarga Harapan (PKH) menjadi 10 juta keluarga. Selain itu penerima kartu sembako juga ditingkatkan menjadi Rp 20 juta penerima.

Kartu prakerja disiapkan bagi 5,6 juta penerima. Selain itu ada pula bansos khusus untuk masyarakat Jabodetabek serta bansos bagi masyarakat lain yang belum menerima program bantuan termasuk di desa.

Jokowi meminta para menteri untuk segera meluncurkan program bantuan tersebut. Hal itu untuk menjaga kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

"Jangan nanti di bawah melihat kita ini hanya omong saja tapi barangnya tidak sampai ke rakyat, ke masyarakat," tegas Jokowi.

Pengusaha Diberi Sanksi

Federasi Serikat Pekerja Mandiri Indonesia (FSPM Indonesia) menyatakan banyak pengusaha melanggar imbauan pemerintah untuk tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Terutama di Jakarta, banyak pengusaha hotel melakukan PHK. Kalaupun tidak PHK, perusahaan memotong gaji pegawai tanpa perundingan.

(Dinas Tenaga Kerja) Disnaker Propinsi DKI Jakarta pada 4 April 2020, mencatat sudah ada 3.611 buruh yang terkena PHK dan 21.797 buruh yang dirumahkan tanpa upahnya dibayar.

"Anggota kami banyak yang bekerja di sektor pariwisata, banyak yang sudah di-PHK dengan kompensasi di bawah aturan. Ada juga yang dipotong gajinya 50 persen," ungkap Saiful Busroni, Ketua Umum FSPM Indonesia.

Sejumlah pekerja juga dipaksa membuat pernyataan yang isinya mengajukan cuti tidak dibayar (unpaid leave) atas kesadaran sendiri, melepaskan kewajiban perusahaan dan tidak menuntut perusahaan di kemudian hari secara perdata atau pidana.

"Beberapa hotel juga membuat kebijakan yaitu, hanya membayar 40 persen sampai 85 persen untuk yang masih bekerja dan 50 persen untuk yang diliburkan atau dirumahkan," lanjut Saiful.

FSPMI menuntut Disnaker DKI Jakarta untuk melindungi pekerja dengan cara jemput bola ke perusahaan agar mendapatkan data real pekerja yang terkena PHK dan upahnya dikurangi akibat dirumahkan.
Disnaker juga harus memberikan sanksi kepada pengusaha yang melakukan PHK dan mengurangi hak-hak buruh.

FSPMI juga meminta Kementerian Tenaga Kerja untuk memberikan instruksi kepada seluruh Kepala Dinas Tenaga Kerja di seluruh Indonesia untuk melaksanakan surat dari Kemenko Perekonomian Nomor S-80/M-EKON/03/2020 dengan melakukan pendataan pekerja secara akurat agar percepatan implementasi Program Kartu Prakerja melalui Pelatihan Keterampilan Kerja dan Pemberian Insentif secara lebih luas dapat segera diterima oleh pekerja yang berdampak PHK tersebut.

Ekonom INDEF Bhima Yudhistira menyarankan pemerintah mengambil sejumlah kebijakan yang dinilai efektif membantu masyarakat yang baru saja menjadi korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena imbas virus corona (Covid-19).

Menurutnya, bantuan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) merupakan salah satu kebijakan yang cukup efektif membantu para korban PHK di tengah situasi darurat ini.

Para korban PHK, kata dia, tidak membutuhkan program Kartu Pra Kerja yang pada dasarnya menawarkan pelatihan peningkatan skill secara online itu.

Karena yang harus dipenuhi masyarakat yang terkena PHK saat ini adalah kebutuhan pokok dan pembayaran kredit.

"Saya sarankan dua langkah kebijakan, Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang disalurkan langsung oleh pemerintah pusat kepada korban PHK, dibandingkan pelatihan online," ujar Bhima.

Selain BLT, para korban PHK ini juga masuk dalam kategori rentan miskin karena apa yang baru saja mereka alami, sehingga perlu diberikan bantuan seperti sembako.

"Kedua, bantuan sembako bukan saja pada kalangan miskin tapi juga rentan miskin," jelas Bhima.

Bantuan sembako ini dianggap cukup efektif di tengah sistem pembatasan interaksi fisik maupun sosial (physical dan social distancing) yang diterapkan pemerintah demi mencegah penyebaran corona. Terlebih saat ini pemerintah juga memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sebagai langkah baru.

"Kadang uangnya diberikan, tapi banyak warung tutup sehingga perlu ada bantuan sembako kepada korban PHK," kata Bhima.

Bhima Yudhistira menilai pemerintah 'gagap' dalam menangani bencana ekonomi ini.Terlebih pada awalnya Kartu Pra Kerja ini disiapkan bagi pengangguran untuk meningkatkan skill mereka.

"Terkait dengan kartu pra kerja, belum siap sama sekali, ya bisa dibilang gagap," ujar Bhima.

Menurut Bhima, kendala saat ini adalah terkait pendataan terhadap mereka yang berhak menerima kartu ini.

Pasca melesunya sektor bisnis tanah air setelah dilanda corona, karyawan yang terpaksa harus mengalami PHK meningkat secara signifikan.

"Pendataan kartu pra kerja masih berantakan dan sama sekali kurang efektif. Pendapatan pekerja informal turun tajam, dan gelombang PHK meningkat pesat," jelas Bhima.

Ia pun melihat saat ini yang dibutuhkan para korban PHK ini bukan merupakan Kartu Pra Kerja, melainkan bantuan sosial berupa Bantuan Langsung Tunai yang juga digunakan pemerintah sebagai salah satu solusi penanganan corona.

Karena ada kebutuhan darurat yang tentunya harus mereka penuhi sehari-hari, seperti kebutuhan pokok hingga membayar cicilan (kredit).

"Sementara yang dibutuhkan oleh korban PHK adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT/ cash transfer), untuk penuhi kebutuhan pokok dan membayar cicilan kredit," kata Bhima.

Sementara Kartu Pra Kerja yang ditawarkan pemerintah, pada dasarnya difokuskan untuk melakukan pelatihan peningkatan keterampilan secara online. Hal ini pun ia anggap kurang tepat untuk kondisi yang dialami para korban PHK.

"Sedangkan model pelatihan online pra kerja kurang tepat disaat pandemi, ini bukan waktunya untuk meningkatkan skill korban PHK," tegas Bhima.

Bahkan jika mereka menjadi bagian dari program yang diikuti sekitar 5,6 juta peserta itu pun, belum tentu akan langsung memperoleh pekerjaan. "Apalagi tidak ada jaminan setelah ikut program 5.6 juta (peserta), orang akan langsung terserap kerja," papar Bhima.

Ia kemudian mempertanyakan terkait industri mana yang siap menampung 5,6 juta tenaga kerja untuk saat ini di tengah melesunya ekonomi. Karena pada dasarnya, kata dia, program Kartu Pra Kerja dibuat untuk kondisi normal, bukan darurat corona seperti saat ini.

"Industri mana yang siap menampung 5.6 juta? Konsep kartu pra kerja itu kan ada saat kondisi normal untuk tingkatkan skill. Tapi dalam kondisi darurat kurang tepat, jadi efektivitasnya kecil sekali, bahkan gagal sebelum dimulai," pungkas Bhima.(Tribun Network/fit/ktn/wly)

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved