Virus Corona
Koalisi Masyarakat Sipil Soroti Minimnya Peran DPR di Penanganan Pandemi Virus Corona
Menurut dia, pihak lembaga legislatif itu seharusnya dapat berperan aktif mengawasi kerja pemerintah menangi Covid-19
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil menyoroti peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di tengah upaya pemerintah menanggulangi pandemi virus corona (Covid-19).
Irma Hidayana, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil, mengatakan pihak DPR RI sibuk membahas berbagai Rancangan Undang-Undang (RUU) yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, seperti RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Baca: Stasiun Mulai Padat, Pangdam Jaya Ingatkan Masyarakat Patuhi Pembatasan Kuota Penumpang KRL
Menurut dia, pihak lembaga legislatif itu seharusnya dapat berperan aktif mengawasi kerja pemerintah menangi Covid-19.
"Alih-alih melakukan pengawasan terhadap penanganan Covid-19, DPR malah sibuk membahas berbagai RUU yang sudah ditolak masyarakat," kata dia, Senin (13/4/2020).
Koalisi Masyarakat Sipil meminta pihak DPR RI menghentikan segala pembahasan RUU dan fokus pada pengawasan penanganan Covid-19 oleh pemerintah.
Salah satu kerja pemerintah yang perlu diawasi yaitu pelaksanaan tes Polymerase chain reaction (PCR).
Dia menjelaskan implementasi tes masih berjalan lambat. Pelaksanaan tes PCR yang hanya masih dilakukan oleh 18 laboratorium membuat pemerintah tidak bisa bergerak cepat mendeteksi warga yang positif terinfeksi virus Korona.
Akibatnya, kata dia, penanganan pasien yang belum mendapat akses untuk dites menjadi lamban yang berujung pada risiko kehilangan nyawa.
Selain itu, dia menyoroti, pengumuman hasil tes yang hanya dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat menghambat penanganan medis oleh tenaga kesehatan di lapangan.
"Beberapa kali bagian dari lembaga pemerintah, bahkan Presiden dan juru bicara gugus tugas COVID-19 memberikan pernyataan tentang adanya perbedaan data. Pernyataan-pernyataan terkait data seperti ini membingungkan masyarakat dan bisa mengurangi kepercayaan terhadap akurasi data yang disampaikan pemerintah secara resmi," kata dia.
Dia menilai hasil tes yang terlambat bahkan baru keluar setelah orang yang dites meninggal dunia meningkatkan kerentanan dan berpotensi memperluas penyebaran Covid-19.
Berdasarkan temuan di lapangan, kata dia, banyak orang yang sebenarnya positif Covid-19 tetapi karena hasil tes belum keluar diminta pulang ke rumahnya.
"Akibatnya dalam perjalanan pulang dan selama berada di rumah yang bersangkutan berpotensi menyebarkan virus ke orang-orang yang ditemuinya dan meningkatkan resiko kematian jika ia positif Covid-19," tambahnya.
Untuk diketahui, Koalisi Masyarakat Sipil, digerakkan oleh: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Asia Justice and Rights (AJAR), AMAR, Amnesty International Indonesia, ICW, Jurnalis Bencana dan Krisis (JBK).
Baca: Pemerintah Beri Lampu Hijau Banten dan Pekanbaru Terapkan PSBB
Kios Ojo Keos, Koalisi Warga Lapor COVID-19, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, Lokataru.
Migrant Care, Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Transparency International Indonesia (TII), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), WatchDoc, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Perlindungan Insani Indonesia.