Virus Corona
Mahfud MD Nilai Polisi Tak Langgar Hukum Jika Menjual Masker Hasil Sitaan
Menkopolhukam Mahfud MD menilai langkah polisi menjual masker yang disita itu tidak melanggar aturan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi mewacanakan bakal menjual masker hasil sitaan ke masyarakat.
Menkopolhukam Mahfud MD menilai langkah polisi itu tidak melanggar aturan.
Baca: Fakta Oknum PNS di Makassar Timbun Ribuan Masker, Dinonaktifkan, Semua Fasilitas Dicabut
"Menurut saya sih enggak, tapi lihat motif dulu. Menjual punya orang yang disita itu kan kalau penjualan mau dianggap pelanggaran pidana ada dua motifnya," ucap Mahfud MD di Kantor Kemenkumham, Jakarta, Jumat (6/3/2020).
"Satu, actus reus-nya sudah ada menjual. Tapi mens rea-nya apa? Niatnya apa? Kalau niatnya menolong orang yang butuh kan boleh saja. Yang penting lihat motifnya," imbuhnya.
Mahfud kembali menekankan, penjualan tak melanggar hukum asal uang hasil penjualan masker itu tak "dimakan" polisi.
Yaitu dengan cara mengembalikan uang hasil penjualan ke negara.
"Misal saya nyita dari si A, dia menjual Rp100 ribu, polisi cuma jual Rp20 ribu, ya kasih kan saja ke dia semu. Yang penting dipertanggungjawabkan, yang penting masyarakat butuh supaya dilayani," kata Mahfud.
Diwartakan sebelumnya, Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan, pihaknya akan meminta saran Crime Justice System (CJS), Kejaksaan dan pengadilan untuk membuat formulasi untuk bisa menjual ratusan ribu masker hasil sitaan dari para pelaku penimbun.
Diketahui, inisiatif yang diwacanakan pihak polisi menyusul kelangkaan dan melambungnya harga masker di pasaran.
Untuk membantu memenuhi kebutuhan masyarakat, nantinya mereka akan menjual masker-masker itu dengan harga normal.
"Kita sedang koordinasi dengan Crime Justice System, dalam hal ini apakah memungkinkan kita gunakan diskresi kepolisian yang ada. Karena salah satu apa yang kita lakukan adalah azas kemanfaatan bagi masyarakat. Nanti akan kita coba buat formulasi dengan koordinasi dengan jaksa dan pengadilan," kata Yusri kepada awak media, Jumat (6/3/2020).
Mekanismenya, imbuh Yusri, masker-masker itu bakal dijual langsung oleh pelaku penimbunnya di kantor-kantor kepolisian yang mendapatkan kasus penyitaan masker. Nantinya, penjualan itu akan diawasi ketat oleh pihak kepolisian.
"Kita lakukan penjualan oleh pemilik yang kita tangkap langsung. Nanti masyarakat yang membeli dengan harga standar dengan diawasi polisi. Karena masyarakat membutuhkan sekarang," ungkap dia.
Ia juga menuturkan, seandainya proses penjualan masker menunggu berkas perkara dikirimkan ke pengadilan (P-21) akan menghabiskan waktu yang lama.
Baca: Penampakan Masker Bekas Dikemas Ulang Viral, Banyak Bercak Noda & Robek, Pihak Apotek Minta Maaf
Padahal, saat ini masyarakat tengah sangat membutuhkan masker di tengah kelangkaan.
"Kalau tunggu P21 ini kan berproses dan butuh waktu yang lama sedangkan masker ini dibutuhkan masyarakat," katanya.
Kompolnas mendukung
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mendukung tindakan diskresi kepolisian yang sudah dilakukan oleh Kapolres Jakarta Utara Kombes Budhi Herdi Susianto terkait masker sitaan.
"Kompolnas apresiasi diskresi Polres Jakarta Utara karena benar-benar mengambil keputusan bijaksana untuk kepentingan masyarakat banyak," ujar Poengky saat dihubungi Tribunnews.com, Jumat (6/3/2020).
Poengky menjelaskan Kompolnas sudah mengecek langsung ke Polres Jakarta Utara terkait penjualan masker.
Baca: Observasi Hari Ke-6, 188 ABK Dream World Negatif Corona, Satu Diantaranya Hamil 3 Bulan
Dia meluruskan yang menjual masker bukanlah polisi melainkan pelaku atas persetujuan Kapolres Jakarta Utara.
"Saya koreksi tentang penjualan ya. Dalam pengecekan kami yang menjual masker bukan polisi tapi pemiliknya. Motif pemilik menjual agar dapat meringankan hukuman karena memang sudah berbuat pidana dan ancaman hukumannnya lima tahun penjara," tutur Poengky.
Karena yang menjual adalah pemilik sendiri, menurut Poengky tidak diperlukan lagi izin dari Pengadilan Negeri (PN). Barang bukti yang dijual, diungkap Poengky merupakan penyisihan barang bukti.
Baca: Kemenkes Antisipasi Subklaster Baru Virus Corona di Luar Pasien Kasus 1
"Maksudnya tidak seluruhnya dijual dan dengan izin pengadilan, maka tindakan Polres Jakarta Utara dibenarkan secara hukum. Masih ada barang bukti disisakan untuk kepentingan hukum dalam sistem peradilan pidana," tegasnya.
Untuk harga jual, kata Poengky, disepakati antara pemilik dengan Dinas Kesehatan berdasarkan harga pasaran atas kesempatan mediasi yang diberikan oleh Kapolres Jakarta Utara karena masalah masker saat ini menjadi masalah masyarakat pada umumnya.
"Dalam KUHAP memang diatur tentang “tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”, demikian juga dalam UU nomor 2 tahun 2002 diatur tentang “polisi berwenang bertindak menurut penilaiannya sendiri”," tambahnya.
Penindakan penimbun masker dinilai tak selesaikan masalah
Kasus penimbunan masker marak terjadi pasca-pemerintah mengumumkan ada dua warga yang positif terinfeksi virus corona.
Wakil Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rolas Sitinjak memberikan solusi terkait persoalan ini.
Baca: Mahfud MD: Orang yang Timbun Masker untuk Keuntungan Pribadi Bakal Ditindak
Dia mengatakan pemerintah atas nama negara bisa memberikan solusi dengan menghadirkan kuantitas masker lebih masif.
"Caranya bisa memberikan ijin produksi secara cepat. Di China saja perijinan pabrik masker bisa selesai dalam sehari. Atau bisa memberikan kemudahan impor," kata pria yang juga seorang advokat ini ke Tribunnews.com, Kamis (5/3/2020).
Rolas mengatakan, saat ini hanya Singapura yang masih bisa menjadi negara asal pembuatan masker.
Dalam kalkulasinya Cina dan Amerika Serikat (AS) sebagai produsen masker sudah menutup keran ekspor masker guna memastikan kebutuhan dalam negerinya.
"Cara mereka (AS dan Cina) bisa ditiru. Tujuannya bagaimana bisa memastikan kebutuhan tersedia. Kalau pasokan takmencukupi dikhawatirkan malah bisa menimbulkan kekacauan," katanya.
Selain itu, Rolas mengatakan sebaiknya pemerintah juga mengubah perijinan usaha produksi maupun penjualan masker berkategori alat kesehatan.
Menurutnya, masker yang beredar saat ini hanyalah sebagai masker penahan debu.
"Berbeda dari masker yang dipakai tenaga medis memang termasuk kategori alat kesehatan. Ini mungkin bisa jadi pertimbangan," tuturnya.
"Saya tidak pro pelaku usaha atau berdagang. Saya hanya berharap memastikan agar aturan dan penegakan hukum itu bisa menjadi solusi guna memastikan konsumen (masyarakat) mudah mendapatkan masker,” tambahnya.
Soal penegakan hukum yang dilakukan kepolisian terkait kasus penimbunan masker, menurut Rolas hal itu tidak menyelesaikan persoalan.
Justru, kata dia, hal itu membuat kelangkaan masker kian terjadi lantaran ketakutan pedagang menjual masker yang bisa dianggap sebagai penimbun.
"Dari pantauan saya, sekarang malah terjadi kekosongan masker. Patut diduga penangkapan penimbun masker tak menyelesaikan masalah karena pedagang khawatir. Kalau masker kosong, dalam kondisi kekhawatiran penularan wabah virus saat ini membuat kekacauan. Penegakan hukum memang perlu, tetapi yang memberikan jalan keluar. Karena itu, negara harus hadir memberikan solusi," ujar Rolas.
Rolas memiliki argumentasi terkait hal ini.
Bila merujuk pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Rolas menyebutkan, masker bukan termasuk kebutuhan pokok dan penting.
Terlebih, tak disebutkan dalam Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting.
"Masker ini kan bukan kebutuhan pokok. Jadi, saya rasa tidak kuat landasan penangkapan tersebut," sebut doktor ilmu hukum dari Universitas Trisakti Jakarta ini.
Baca: Serikat Buruh Minta Pemerintah Beri Masker Gratis
Soal status Kejadian Luar Biasa (KLB) virus corona terkait kebutuhan atas masker, Rolas menjelaskan, status 'barang penting' atas masker harus terlebih dulu ditetapkan dalam aturan.
"Seharusnya pemerintah buat dulu aturannya. Dan masalah di hulu menurutnya memastikan ketersediaan barang. Itu yang paling penting," kata dia.