Dewan Pengawas Rampung Susun Kode Etik KPK, Ini 4 Laporan yang Sudah Diterima Tumpak Cs
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah rampung menyusun kode etik baru untuk pimpinan dan pegawai KPK.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah rampung menyusun kode etik baru untuk pimpinan dan pegawai KPK.
Kode etik tersebut bakal segera diterbitkan.
"Sudah kita selesaikan tadi, tunggu nanti pimpinan akan buat Perkom (Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi)," ujar Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean di Gedung Penunjang KPK, Jakarta, Kamis (5/3/2020).
Baca: KPK Rencana Lakukan Sidang In Absentia, Kewalahan Cari Harun Masiku?
Tumpak mengatakan, kode etik yang baru tidak akan jauh berbeda dengan sebelumnya.
Ia menyebutkan, telah menyosialisasikan kode etik tersebut kepada seluruh pegawai KPK sebelum diterbitkan dalam bentuk Perkom.
Ia membeberkan, sinergi turut dimasukkan dalam kode etik sebagai sebuah nilai dasar baru.
Hal ini dilakukan seiring dengan direvisinya aturan dasar KPK menjadi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.
Baca: KPK Target IPK Indonesia Jadi Urutan 45 Pada 2024
"Karena undang-undang kita terjadi perubahan, di mana dalam undang-undang itu dijelaskan tegas bahwa KPK harus melalukan kerja sama yang baik, bersinergi, koordinasi dan supervisi secara baik. Bahkan di situ ada juga join operation," kata Tumpak.
Tumpak meyakini, sinergitas yang menjadi nilai dasar baru dalam kode etik tidak akan menimbulkan konflik kepentingan di internal KPK.
Ia menyatakan, kode etik tersebut tetap menjunjung tinggi independensi para pegawai.
"Sinergi tidak berarti kompromi. Jelas itu disebut dalam kode etik kita," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan pimpinan KPK terus menjalin komunikasi dengan Dewan Pengawas terkait penyusunan kode etik.
Ia mengatakan, terdapat tiga hal menyangkut kode etik yang telah disetujui antara Pimpinan KPK dan Dewan Pengawas.
"Pertama adalah kode etik itu sendiri, kedua adalah tata cara penegakannya, dan yang ketiga adalah mekanisme pemeriksaan atau persidangan, tata cara penegakannya," ucap Firli.
Dikatakan Firli, pihaknya telah mengajukan draf rancangan Perkom tentang kode etik ke Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).
Usai diundangkan, kata dia, pihaknya bakal melakukan sosialisasi kode etik secara menyeluruh ke seluruh jajaran internal KPK.
Baca: KPK Telisik Aliran Duit Suap dan Gratifikasi Nurhadi Lewat Rahmat Santoso
"Kode etik ini adalah menggabungkan kode etik yang sudah ada selama ini, tak ada yang dikurangi. Bahkan ada nilai-nilai yang kita tambahkan antara lain adalah sesuai dengan amanat undang-undang bahwa kode etik pelaksanaan tugas pokok KPK itu sinergi, maka kita tambahkan juga nilai, salah satu nilai kode etik adalah sinergitas," tutur Firli.
Ini 4 laporan yang diterima Dewan Pengawas KPK:
1. Tim Hukum PDIP Laporkan Soal Penggeledahan
Tim Hukum DPP PDI Perjuangan (PDIP) menemui Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) di Gedung Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK C1, Jakarta Selatan, Kamis (16/1/2020).
Dewas KPK diwakili oleh Anggota Dewas KPK Albertina Ho. Dalam pertemuan itu, Tim Hukum DPP PDIP membeberkan banyaknya kejanggalan yang dilakukan oleh oknum penyidik KPK.
Setidaknya ada tujuh tuntutan yang diajukan Tim Hukum PDIP kepada Dewan Pengawas KPK untuk ditindaklanjuti.
"Poin pertama, kami menekankan apa bedanya penyidikan dan penyelidikan. Apa bedanya? Penyelidikan adalah pengumpulan bukti-bukti. Penyidikan kalau sudah ada tersangka. Jadi tahapannya yang awal dan tengah," kata Ketua Koordinator Tim Hukum DPP PDIP I Wayan Sudirta.
Tim Hukum PDIP pun memperkarakan ketika KPK menggelar OTT terhadap Wahyu Setiawan bersama tujuh orang lainnya pada Rabu (8/1/2020).
Di mana, sehari selanjutnya pada Kamis (9/1/2020), ada orang dari tim penyelidik KPK mendatangi kantor DPI Perjuangan.
"Ada orang yang mengaku dari KPK tiga mobil bahwa dirinya punya surat tugas untuk penggeledahan tetapi ketika diminta untuk dilihat, mereka hanya mengibas-ngibaskan," ungkap Wayan.
Anggota Komisi III DPR RI ini pun menanyakan apakah surat penggeledahan yang dibawa tim KPK di Kantor PDI Perjuangan adalah surat resmi dari Dewas KPK.
Sebab, Wayan mengacu kepada UU KPK Nomor 19 tahun 2019 tentang KPK, dalam penggeledahan harus izin Dewas.
"Betul enggak itu surat izin. Kalau kami mengikuti proses ini sejak pembuatan undang-undang korupsi sampai KPK, sudah pasti bukan surat izin penggeledahan. Karena pada hari itu pagi itu jam 06.45 WIB, belum ada orang berstatus tersangka. Kalau belum berstatus tersangka berarti masih tahap penyelidikan," ungkap Wayan.
Maka itu, I Wayan menilai dalam proses penyelidikan tidak boleh adanya upaya paksa penggeledahan.
"Apa itu upaya paksa? Menyita, menggeledah. Kalau dia kibas-kibas bawa surat penggeledahan, pasti patut dipertanyakan surat benar dianggap surat penggeledahan atau tidak," ujar Wayan.
Wayan juga menambahkan terkait Juru Bicara KPK yang menyebut bahwa lembaga antirasuah itu bukan untuk melakukan penggeledahan.
Wayan menanyakan petugas KPK yang datang ke DPP PDI Perjuangan, apakah inisiatif sendiri tanpa perintah.
"Bayangkan, bagaimana bisa seorang petugas bisa menyelonong ke sana kemudian mengaku membawa surat penggeledahan, lalu tiba-tiba humas mengatakan itu bukan surat penggeledahan," kaya Wayan.
Sementara itu, Koordinator Tim Lawyer DPP PDIP Teguh Samudera menerangkan, apa yang dilakukan oknum KPK itu sebagai upaya adanya perbuatan melawan hukum.
"Ini adalah proses yang harus kami jalani kan hari ini. Bahwa kami sebagai kuasa hukum DPP PDI Perjuangan, kami menjadi korban tentang perbuatan melawan hukum, perbuatan yang tidak etis sehingga sangat mengancam nama baik, kredibilitas dan ada skenario untuk menghancurkan PDI Perjuangan," tegas Teguh.
2. WP KPK Laporkan Pimpinan Karena Diduga Langgar Kode Etik Pemulangan Kompol Rossa
Wadah Pegawai KPK melaporkan dugaan pelanggaran etik oleh pimpinan komisi antirasuah dalam pemulangan penyidik Rossa Purbo Bekti ke Dewan Pengawas. Laporan itu dibuat pada 4 Februari 2020.
"Laporan Pengaduan Wadah Pegawai KPK tanggal 4 Februari 2020 kepada Dewas KPK mengenai dugaan adanya pelanggaran kode etik," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo saat dihubungi, Jumat (7/2/2020).
Yudi belum merinci siapa pimpinan yang dilaporkan. Ia juga belum menyebutkan dugaan pelanggaran kode etik yang dimaksud. "Nanti saat konferensi pers," kata dia.
Sebelumnya, Dewan Pengawas menyatakan telah mendapatkan laporan terkait polemik pemulangan penyidik Komisaris Rossa Purbo Bekti. Dewas menyatakan akan mempelajari informasi tersebut. "Dewas juga sudah mendapat laporan dan mempelajari informasi tersebut," kata anggota Dewas Albertina Ho lewat keterangan tertulis, Rabu, 5 Februari 2020.
Albertina mengatakan pada prinsipnya Dewas akan menjalankan fungsi pengawasan terhadap kinerja KPK. Dewas, kata dia, juga akan mengevaluasi kinerja pimpinan.
Pemulangan Rossa ke kepolisian menjadi polemik lantaran diduga terkait dengan operasi tangkap tangan komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan. Rossa masuk sebagai anggota tim dalam kasus yang diduga menyeret petinggi PDIP tersebut.
Setelah operasi itu, Rossa tiba-tiba dipulangkan ke institusi asalnya Kepolisian. Padahal masa tugasnya di komisi antikorupsi baru berakhir pada September mendatang.
KPK menyatakan Rossa ditarik oleh Polri karena ada kebutuhan. Namun, kemarin pihak Polri mengatakan tidak menarik Rossa. Polri menyatakan Rossa masih bekerja bekerja di KPK hingga masa tugasnya habis.
3. PT Bumigas Energi Laporkan Dua Pimpinan dan Jubir
PT Bumigas Energi melaporkan dua pimpinan dan seorang juru bicara KPK ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran etik, pelanggaran SOP dan penyalahgunaan wewenang perihal sengketa Bumigas dan Geo Dipa.
Kuasa Hukum Bumigas Energi Boyamin Saiman menyebut ketiga orang itu adalah pimpinan KPK, Pahala Nainggolan, dan Jubir KPK Ali Fikri perihal penerbitan surat rekomendasi dugaan korupsi.
"Dugaan pemalsuan surat yang diterbitkan Pak Pahala Nainggolan itu (dijelaskan) Ali Fikri masih bahasanya seperti pimpinan yang dulu atau yang lama," kata Boyamin dalam siaran tertulis pada Jumat (28/2/2020).
Laporan ini melanjutkan dari langkah hukum PT Bumigas Energi yang melaporkan Pahala Nainggolan ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat rekomendasi.
Laporan ini melanjutkan dari langkah hukum PT Bumigas Energi yang melaporkan Pahala Nainggolan ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana pemalsuan surat rekomendasi. Aduan tersebut tertuang dalam surat dengan nomor laporan LP/B/0895/X/2019/Bareskrim.
Boyamin menegaskan KPK seharusnya tidak mengeluarkan surat rekomendasi tersebut lantaran kasus tersebut bukanlah perkara korupsi. Menurutnya surat tersebut merugikan kliennya.
Pasalnya, surat tersebut telah beredar dan dijadikan salah satu bukti oleh Geo Dipa untuk menggugat Bumigas Energi ke Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
Boyamin menilai seolah KPK membela Geo Dipa dalam sengketa bisnis penambangan panas bumi. Ia merasa keberatan dengan pernyataan Ali Fikri bahwa ada dugaan penyimpangan tindak pidana yang merugikan negara.
"Saya mewakili Bumigas tidak menerima dikatakan itu karena ini semata-mata bisnis. Geo Dipa berlindung ke KPK untuk membela pelanggaran hak terhadap Bumigas. Ini yang saya perkarakan," ujarnya.
Dalam surat itu, KPK mencantumkan Bank HSBC Indonesia menyebut Bumigas tidak punya rekening aktif. Padahal, lanjut Boyamin, HSBC Indonesia tidak memberikan keterangan kepada KPK.
"Pengertian saya ini bukan kewenangan KPK. Ini bukan korupsi kenapa KPK mengurusi, ini pelanggaran etik tinggi," ia menegaskan.
Sementara, Pahala Nainggolan mengomentari Bumigas yang melaporkan dirinya ke Dewas. Ia mengaku tidak mempermasalahkan hal itu.
"Biarin aja kita tunggu saja tanggapan dewas seperti apa. Namanya juga warga negara berhak melaporkan siapa saja. Saya tidak masalah prosesnya seperti apa," kata Pahala saat dihubungi wartawan.
Ia mengklaim bahwa surat rekomendasi KPK yang dinilai berisi keterangan palsu itu adalah tidak benar.
"Itu kan surat dinas. Pasti dikeluarkan berdasarkan tata caranya. Siapa pun rekomendasinya, yang jelas itu bukan surat dikeluarkan secara pribadi tapi dari dinas (institusi)," katanya.
Pahala membenarkan surat tersebut dikeluarkan KPK atas kepemimpinan Agus Raharjo sebagai ketua. "Ya," ucapnya.
Perihal KPK tak punya wewenang mengeluarkan surat itu menurut pakar hukum dan mantan penasihat KPK Abdullah Hehamahua, begini jawaban Pahala.
"Kan sudah ada penjelasan KPK waktu dilaporkan ke Bareskrim," tegas Pahala.
4. Pegawai KPK Laporkan Ketua WP
Anggota Dewan Pengawas KPK Albertina Ho menyatakan pihaknya masih memproses pelaporan salah satu pegawai terhadap Ketua Wadah Pegawai Yudi Purnomo Harahap.
"Masih dalam proses," ujar Albertina kepada Tribunnews.com, Kamis (5/3/2020).
Sebagaimana diketahui, Yudi dilaporkan balik ke Dewan Pengawas oleh pegawai KPK berinisial IS. IS menuding Yudi menyebarkan info ke publik soal pengembalian Kompol Rossa Purbo Bekti ke Polri.
Selain itu, si pegawai menuding Yudi telah menyebarkan informasi ke publik bahwa penyidik Rossa tidak gajian setelah diberhentikan dari KPK.
Yudi pun telah mendengar pelaporan atas dirinya itu ke Dewas KPK. Namun kata Yudi, pelaporan itu tak memengaruhi dirinya. Justru dia siap jika dipanggil Dewas untuk dimintai keterangan.
"Saat ini tetap fokus membela mas Rossa yang sedang melakukan banding atas penolakan keberatan oleh pimpinan KPK," kata Yudi tempo lalu.
Pemulangan Rossa ke Korps Bhayangkara diketahui menjadi polemik. Pengembalian Rossa diduga masih terkait dengan operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Rossa menjadi penyelidik sekaligus penyidik yang melakukan operasi senyap itu pada 8 Januari 2020. Masa tugasnya di KPK sebetulnya baru berakhir pada September 2020 dan bisa diperpanjang hingga 2026.
Lima hari setelah operasi senyap, kepolisian menarik Rossa kembali ke institusinya. Belakangan penarikan itu dibatalkan.
Wakil Kepala Kepolisian RI Komisaris Jenderal Gatot Eddy Pramono sampai dua kali mengirimkan surat pembatalan. Namun KPK berkilah bahwa Rossa sudah keburu diberhentikan dari KPK.
Rossa melayangkan surat keberatan atas keputusan itu kepada Pimpinan KPK Firli Bahuri cs. Menjawab surat itu, Firli bilang surat keberatan Rossa salah alamat.
Harusnya, Rossa mengirimkan surat keberatan kepada pimpinan kepolisian. Terbaru, Rossa mengirimkan surat ke Presiden Joko Widodo (Jokowi) supaya bisa kembali bekerja di KPK.