KPK Periksa Dua Bekas Pejabat Kemenag Terkait Kasus Korupsi Pengadaan Laboratorium
Selain dua mantan pejabat Kemenag, penyidik juga memanggil satu saksi lainnya untuk Undang. Dia adalah seorang ibu rumah tangga
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakalan memeriksa dua bekas pejabat di Kementerian Agama.
Mereka antara lain, mantan Kepala Bagian Keuangan Ditjen Pendidikan Islam (Pendis) Kemenag Syaban Muhammad dan eks staf Ditjen Pendis Kemenag Syahruzad Syam.
Dua orang itu diperiksa untuk melengkapi berkas penyidikan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di lingkungan Ditjen Pendis Kemenag Undang Sumantri dalam kasus kasus korupsi pengadaan barang di Kemenag tahun 2011.
"Diperiksa untuk tersangka USM," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (20/2/2020).
Selain dua mantan pejabat Kemenag, penyidik juga memanggil satu saksi lainnya untuk Undang. Dia adalah seorang ibu rumah tangga bernama Yamsidar.
KPK menetapkan Undang Sumantri sebagai tersangka korupsi dalam pengadaan barang di Kemenag pada 2011.
Barang yang diadakan itu terdiri dari peralatan laboratorium komputer untuk madrasah tsanawiyah, dan pengadaan pengembangan sistem komunikasi, serta media pembelajaran terintegrasi untuk jenjang madrasah tsanawiyah dan madrasah aliyah.
Baca: Kemenag Pastikan Tidak akan Sertifikasi Penceramah
Baca: Sekjen Kemenag Mohon Maaf Pilih Plt Dirjen Bimas Katolik Beragama Islam
Baca: Maju di Pilkada Tangsel, Putri Maruf Amin Dipastikan Sudah Mundur dari ASN Kemenag
Sebagai PPK, Undang disangka mendapat arahan agar menentukan pemenang paket-paket pengadaan pada Dirjen Pendis sekaligus memberikan 'daftar pemilik pekerjaan'.
Pembayaran atas Peralatan Laboratorium Komputer MTs Tahun Anggaran 2011 sejumlah Rp27,9 miliar, dan kerugian keuangan negara diperkirakan setidaknya Rp12 miliar.
Pada pengadaan pengembangan sistem komunikasi dan media pembelajaran terintegrasi, Undang selalu PPK menetapkan dan menandatangani dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Pembayaran proyek ini bernilai Rp56,6 miliar dan kerugian negara ditaksir Rp4 miliar akibat korupsi ini.