Senin, 6 Oktober 2025

Aktivis Pertanyakan Dasar RUU Ketahanan Keluarga Sebut LGBT sebagai Penyimpangan Seksual

Kalau perumus RUU menggunakan istilah penyimpangan seksual dalam basis ilmu sosial, maka kata dia, itu juga sangat membingungkan.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hartoyo, aktivis LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) mempertanyakan dasar Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga mendefinisikan homoseksual dan lesbian (LGBT) sebagai penyimpangan seksual.

Karena dia menegaskan, ilmu psikologi dan medis sudah mengeluarkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan.

"Definisi penyimpangan seksual itu berbasis apa dalam RUU tersebut? Itu tidak jelas, karena ilmu psikologi dan medis acuannya DSM IV atau PPDGJ yang sudah mengeluarkan LGBT sebagai gangguan kejiwaan," ujar Hartoyo kepada Tribunnews.com, Rabu (19/2/2020).

Baca: Pengakuan TNI Gadungan Ajak Hubungan Badan 5 Janda di Hotel, Bilang Enak Diajak Begini

Baca: Soal Harun Masiku, Tim Gabungan Kemenkumham Tegaskan Yasonna Laoly Tak Berbohong

Baca: Kejar Harun Masiku, Polri Telah Sebarkan DPO hingga STR

Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM) adalah publikasi yang mengklasifikasikan gangguan kejiwaan menggunakan bahasa yang umum dan kriteria yang standar sebagai acuan dunia internasional.

Kalau perumus RUU menggunakan istilah penyimpangan seksual dalam basis ilmu sosial, maka kata dia, itu juga sangat membingungkan.

Karena satu keluarga bisa menganggap LGBT aneh tapi keluarga lain anggap biasa.

"Nah untuk soal ini saja, rumusan RUU ini soal penyimpangan seksualnya bermasalah," tegasnya.

Dia juga mengkritik upaya RUU ini mencoba "merehabilitasi," atau akan mengubah anggota LGBT, untuk bisa "disembuhkan" dalam keluarga.

"Lagi-lagi basisnya apa? Karena setiap keluarga punya makna sendiri-sendiri soal LGBT," jelasnya.

"Ada yang menerima ada yang mungkin menolak. Menolaknya juga bisa beda-beda juga.

Terus bagaimana kalau gitu," tegasnya.

Karena itu, dia tegaskan, perumus RUU ini punya masalah dalam pijakannya sendiri.

Pijakan yang tidak umum itu, kata dia, coba dipaksakan ke negara dalam bentuk hukum.

"Mereka seperti punya nilai sendiri. Kemudian nilai itu dia paksakan ke negara dalam bentuk hukum. Dan kemudian nilai itu akan dipaksakan kepada keluarga lain," ucapnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved