Minggu, 5 Oktober 2025

Imam Nahrawi Diadili

Didakwa Terima Hadiah Rp 11,5 M, Imam Nahrawi Fokus ke Pembuktian

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu memilih untuk mengikuti persidangan agenda berikutnya, yaitu pembuktian.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
Glery Lazuardi/Tribunnews.com
Imam Nahrawi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengaku tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus suap pemberian dana hibah KONI dan gratifikasi.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa itu memilih untuk mengikuti persidangan agenda berikutnya, yaitu pembuktian. Dia sudah mempersiapkan diri menghadapi agenda sidang tersebut.

"Saya sudah mendengar dan memberikan catatan-catatan terhadap dakwaan jaksa penuntut umum. Izinkan kami, Yang Mulia, agar kebenaran betul-betul nyata dan tampak yang benar. Kami mohon nanti dilanjutkan pembuktian di persidangan," kata Imam kepada majelis hakim, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (14/2/2020).

Rosmina, ketua majelis hakim persidangan, sempat memberikan kesempatan kepada Imam untuk berkoordinasi dengan tim penasihat hukum.

Baca: Risih Barbie Kumalasari Gelendotan di Pangkuannya, Hotman Paris: Jangan Raba-raba Paha Gue!

Setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukum, Imam Nahrawi merasa keberatan terhadap dakwaan JPU pada KPK.

Dia akan menyampaikan keberatan di nota pembelaan atau pleidoi.

"Kami sangat keberatan dengan dakwaan jaksa penuntut umum dan nanti akan sampaikan di pleidoi," ujarnya.

Sementara itu, ditemui setelah persidangan, Wa Ode Nur Zainab, kuasa hukum Imam Nahrawi mengatakan kliennya tidak akan mengajukan eksepsi.

Baca: Pemerintah Siapkan Tiket ke Daerah Asal WNI yang Dipulangkan dari Natuna

Imam dan tim penasihat hukum tak mengajukan eksepsi karena itu menyangkut formalitas dakwaan. Atas dasar itu, Imam dan tim penasihat hukum akan fokus pada substansi perkara.

"Pengalaman yang sudah-sudah hanpir tidak pernah terjadi eksepsi dikabulkan. Karena eksepsi menyangkut formalitas dakwaan. Jadi tidak ada kaitan substansi. Misalnya nama, identitas, jadi semacam itu. Persoalan terkait formalitas," ujarnya.

Untuk diketahui, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 Miliar.

Uang puluhan miliar itu diberikan Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan Johnny E Awuy, Bendahara Umum KONI untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan Bantuan Dana Hibah yang diajukan oleh KONI Pusat kepada Kemenpora Tahun Kegiatan 2018.

Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum, selaku Asisten Pribadi MENPORA RI (Penuntutan dilakukan secara terpisah), pada kurun waktu antara bulan Januari 2018 sampai dengan bulan Juni 2018.

Penerimaan suap itu terkait Proposal Bantuan Dana Hibah Kepada Kemenpora RI dalam Rangka Pelaksanaan Tugas Pengawasan dan Pendampingan Program Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional Pada Multi Event 18th Asian Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA GAMES 2018.

Dan terkait Proposal Dukungan KONI Pusat Dalam Rangka Pengawasan dan Pendampingan Seleksi Calon Atlet dan Pelatih Atlet Berprestasi Tahun Kegiatan 2018.

Perbuatan Terdakwa merupakan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf a Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.

Baca: Anies Baswedan Kerap Dihina, Sudjiwo Tedjo Ngaku Tak Percaya Ada Keadilan: Disangka Aku Bela Dia

Diantaranya terdapat gratifikasi sejumlah Rp 2 Miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs. Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.

Selain itu, di surat dakwaan dibeberkan pemberian gratifikasi Rp 300 Juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, uang sejumlah Rp 4.9 Miliar sebagai uang tambahan operasional Menpora RI.

Lalu, uang sejumlah Rp 1 Miliar dari Edward Taufan Pandjaitan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA dan uang sejumlah Rp 400 Juta dari Supriyono,BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.

Baca: Kasus Bullying Siswi di Purworejo, Ganjar: Jangan-jangan Sekolah Tak Mampu Selenggarakan Pendidikan

Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved