Pinjaman yang Telah Disalurkan Melalui Financial Technology Capai Rp 81 Triliun
Keberadaan fintech sendiri menyasar orang - orang yang tidak bisa berhubungan dengan bank.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga saat ini pinjaman yang telah disalurkan melalui financial technology (fintech) atau pinjaman online (pinjol) di Indonesia telah mencapai Rp 81,5 trilliun.
Sayangnya di tengah perkembangannya, industri fintech atau pinjol dirusak oleh pinjol - pinjol ilegal sehingga meresahkan konsumen karena ada yang mengancam dengan kata- kata kasar.
Deputi Direktur Pengaturan, Penelitian dan Pengembangan Fintech Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Munawar Kasan mengatakan, fintech berkembang cepat karena prosesnya cepat.
"Jika meminjam melalui bank melewati proses panjang dan persyaratan yang beragam, sementara melalui fintech bisa meminjam tanpa ada persyaratan khusus kecuali KTP dan data diri lainnya serta mendownload aplikasi," katanya. dalam Focus Group Discussion (FGD) bertema "Dewasa dalam Menyikapi Pinjaman Online di Jakarta, Senin (27/1/2020).
Baca: Kasus Jiwasraya, Pengamat Singgung soal Aspek Pengawasan Lemah
Baca: Ada Usulan OJK Dibubarkan, Ini Respons Menkeu
Baca: OJK Lempar Tanggung Jawab Kasus Jiwasraya ke Menteri Erick Thohir
Keberadaan fintech sendiri, kata dia menyasar orang - orang yang tidak bisa berhubungan dengan bank.
Sayangnya, kata dia keberadaan fintech yang niatnya membantu pihak-pihak yang ingin meminjam uang secara cepat dirusak dan dganggu oleh fintech ilegal.
Ia pun meminta jika ada konsumen yang diganggu oleh fintech iegal untuk segara melapor ke OJK. Sanksi tegas akan diterapkan OJK terhadap fintech ilegal.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, permasalahan paling tinggi dalam pinjaman online yang dilaporkan konsumen adalah cara penagihan yakni mencapai 39,5 persen
Kemudian, pengalihan kontak 14,5 persen, permohonan reschedule 14,5 persen, suku bunga 13,5 persen. Administrasi 11,4 persen dan penagihan pihak ke-3.
"Permasalahan pinjaman online, paling tinggi adalah cara penagihan. Rata-rata penagihan lewat teror, melalui WA. Saya pernah didatangi lender ke YLKI, dia bilang sengaja menagih dengan cara itu, ketimbang datang. Biaya nagih secara langsung lebih mahal," ujarnya.
Dalam diskusi ini hadir juga narasumber lainnya yakni, Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia (BNI) Ryan Kiryanto, dan Ketua Harian Asosiasi Fintech Lending Indonesia (AFLI) Kuseryansyah.