Kamis, 2 Oktober 2025

Tanggapi Kasus Kakek Samirin Curi Getah Karet, Pakar Hukum: Di Mata Hukum Semua Sama

Asep Iwan Iriawan menanggapi soal kasus Kakek Samirin yang divonis 2 bulan penjara lantaran memungut secara tidak sah getah karet seberat 1,9 kilogram

YouTube Najwa Shihab
Kakek Samirin dalam acara Mata Najwa Trans7 (Tangkap Layar YouTube Najwa Shihab). 

TRIBUNNEWS.COM - Pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan menanggapi soal kasus Kakek Samirin yang divonis 2 bulan penjara lantaran memungut secara tidak sah getah karet seberat 1,9 kilogram.

Asep menyatakan, dalam hukum penegakan hukum tidak boleh pilah-pilih.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam acara Mata Najwa Trans7 yang diunggah di kanal YouTube Najwa Shihab, Kamis (23/1/2020).

"Ada catatan, penting hukum tidak boleh pilah-pilih, di depan hukum sama."

"Yang beda itu di depan mertua karena mertua boleh pilih mantu," tegas Asep.

Pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan
Pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan (Tangkap Layar YouTube Najwa Shihab).

Asep juga menegaskan, penegak hukum juga tidak boleh pilah-pilih pasal dalam sebuah kasus.

"Penegak hukum tidak boleh pilah-pilih pasal, kalau lihat faktanya jelas ini KUHP pencurian (kasus Kakek Samirin), tapi sekali lagi (mohon maaf) penegak hukum memilih pasal," ungkapnya.

Memilih pasal yang dimaksud Asep adalah soal kakek Samirin yang dikenakan pasal UU Perkebunan bukan UU KUHP.

"Kalau menggunakan pasal pencurian KUHP tidak boleh diproses karena Rp 2,5 juta tadi, makanya dia kreatif menggunakan UU Perkebunan," kata Asep.

"Kreatif ya biasa lah namanya usaha begitu, kan ada perusahaan di belakangnya, nah faktanya kan pasalnya salah, silahkan baca pasalnya," tambahnya.

Sesuai fakta, memang seharusnya Samirin dikenakan pasal pencurian, namun hal tersebut tidak bisa dilakukan.

Hal tersebut lantaran, syarat sebuah kasus bisa diproses di pengadilan dengan tuduhan pencurian nilainya minimal harus Rp 2,5 juta.

Sementara, getah karet yang dipungut secara tidak sah oleh Samirin hanya senilai Rp 17 ribu.

"Tapi karena kreativitas tadi akhirnya menggunakan perkebunan yang pasalnya salah," ungkap Asep.

Asep mengungkapkan, proses-proses selama ini yang menyangkut getah karet, pasalnya menggunakan UU KUHP dan tidak pernah menggunakan UU Perkebunan.

"UU Perkebunan bukan untuk orang-orang yang punya kearifan lokal yang biasa mengambil getah bekas."

"Kok getah diambil diproses? Yang diproses itu perusahaannya yang merusak alam, lingkungan dan sekitarnya," ujar Asep yang disambut penonton di studio.

Kisah Kakek Samirin

Kakek Samirin (68) di Simalungun, Sumatera Utara, divonis 2 bulan penjara lantaran dituduh mencuri getah pohon karet seberat 1,9 kilogram.

Sedangkan berat 1,9 kilogram getah karet itu senilai Rp 17.480.

Samirin memungut getah karet ini di kebun PT Bridgestone, Kecamatan Tapian Dolok, Kabupaten Simalungun.

Dalam acara Mata Najwa Trans7 yang diunggah di kanal YouTube Najwa Shihab, Samirin menceritakan kronologi peristiwa yang membuat dirinya dituduh mencuri getah karet.

Samirin sehari-hari bekerja sebagai penggembala lembu.

Saat dirinya hendak pulang sehabis menggembala lembu, ia melihat ada getah karet, lalu mengambilnya.

Samirin tahu jika pohon karet tersebut milik perusahaan.

Ia mengaku, itu kali pertama ia mengambil getah pohon karet tersebut.

Lantaran getah pohon karet tersebut sudah jatuh-jatuh di tanah, ia pun memungutnya.

"Kebetulan (mengambil getah karet), ngambil pakai mangkok, ditaruh plastik hitam," kata Samirin.

Samirin mengaku, ia mengambil getah karet tersebut untuk ditukarkan rokok.

Saat sedang mengambil getah karet tersebut, Samirin lantas ditangkap oleh pihak keamanan perusahaan.

"Waktu itu saya minta maaf, langsung dibawa (satpam)," terang Samirin.

Setelah itu, Samirin mengaku langsung dibawa ke Polres dan menginap satu malam.

"Sempat dijamin lurah dan bisa bebas, tapi wajib lapor" kata Samirin.

"Wajib lapornya tiga bulan, ditahan 2 bulan," tambah Samirin.

Sementara itu, kuasa hukum Samirin, Sepri Ijon M Saragih mengungkapkan kasus Samirin bukanlah pencurian.

Polisi melimpahkan kasus ini pada 12 November 2019 ke Kejari Simalungun.

Pelimpahan itu bersama barang bukti berupa getah karet dengan ancaman UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

"Sebenarnya tidak mencuri, ketentuannya kan di dalam Pasal 111 sama Pasal 107 B UU tentang Perkebunan."

"Bunyinya bukan mencuri melainkan memungut secara tidak sah atau memanen hasil usaha perkebunan."

"Itu ancaman pidananya 4 tahun dendanya Rp 500 juta," ujar Sepri.

Diketahui setelah Samirin divonis, masyarakat bergerak mengumpulkan koin senilai Rp 17.480 untuk membayar ganti rugi 1,9 kilogram getah karet yang dipungut secara tidak sah oleh Samirin.

"Masalah koin itu memang pascasidang, pascadiputuskan majelis hakim bahwa Kakek Samirin dihukum 2 bulan 4 hari."

"Itu ada spontanitas di luar persidangan pengadilan untuk mengumpulkan koin-koin."

"Bahkan koin itu diserahkan ke saya agar diserahkan kembali atau dibalikin ke PT Bridgestone."

"Ini bentuk spontanitas warga sekitar sebagai bukti protes atas apa yang dialami Kakek Samirin," terangnya.

(Tribunnews.com/Nanda Lusiana Saputri)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved