Jumat, 3 Oktober 2025

Komisioner KPU Terjaring OTT KPK

ICW Sebut Ada Peran Partai dalam Kasus Dugaan Suap Komisioner KPU Rp 900 Juta oleh Kader PDIP

ICW mendesak KPK untuk membongkar keterlibatan politisi lain PDIP dalam proses penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Tribunnews/Jeprima
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. 

TRIBUNNEWS.COM - Ditetapkannya kader PDIP Harun Masiku sebagai tersangka kasus dugaan suap Komisioner KPU Wahyu Setiawan memantik respons Indonesia Corruption Watch (ICW).

Diketahui, Harun Masiku diduga menyuap Wahyu Setiawan untuk membantunya menjadi anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW).

PAW dapat dilakukan salah satunya untuk menggantikan posisi anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donal Fariz menilai ada dugaan keterlibatan politikus PDIP lain dalam kasus tersebut.

Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz
Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW Donal Fariz (Tribunnews.com/ Chaerul Umam)

Hal tersebut diungkapkan Donal setelah pimpinan KPK menyebut ada pengurus DPP PDIP memerintahkan advokat bernama Doni mengajukan gugatan uji materi Pasal 54 Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara.

Dilansir Kompas.com, KPK juga menyebut PDIP pernah berkirim surat kepada KPU untuk menetapkan Harun Masiku sebagai pengganti caleg yang meninggal.

Donal menyebut hal itu tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Donal mengungkapkan ketentuan penggantian calon terpilih telah jelas diatur dalam Pasal 426 Ayat 3 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pengganti caleg yang meninggal harusnya diganti oleh calon yang memiliki suara terbanyak berikutnya.

Dalam hal ini, menurut KPU, yang seharusnya menjadi pengganti adalah Riezky Aprilia, bukan Harun Masiku.

Namun, partai justru tetap mendorong Harun Masiku untuk dilantik menggantikan Nazarudin Kiemas.

"Proses ini menunjukkan adanya peran partai untuk turut mendorong proses PAW ini," ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat (10/1/2020).

Desak KPK Bongkar Keterlibatan Politisi PDIP Lain

Atas dasar itu, ICW mendesak KPK untuk membongkar keterlibatan politisi lain PDIP dalam proses penetapan anggota DPR terpilih periode 2019-2024.

Hingga, menyeret Komisioner KPU Wahyu Setiawan.

"ICW mendorong KPK untuk menggali adakah oknum PDIP yang berperan atau terlibat dalam proses PAW tersebut yang berujung terjadinya praktik suap," kata Donal.

Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta. Tribunnews/Jeprima
Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengenakan rompi tahanan warna oranye usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2020) dini hari. Wahyu Setiawan ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI terpilih 2019-2024 dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dengan upaya membantu Harun Masiku sebagai PAW anggota DPR RI yang meninggal dunia, Nazarudin Kiemas, dengan uang operasional sebesar Rp 900 juta.  (Tribunnews/Jeprima)

Nominal Suap

Sebelumnya diketahui Komisioner KPU Wahyu Setiawan ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, Wahyu ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK memulai penyidikan seusai OTT Selasa (7/1/2020) lalu.

"Sejalan dengan penyidikan tersebut, KPK menetapkan 4 orang tersangka. Sebagai penerima, WSE (Wahyu Setiawan) Komisioner Komisi Pemilihan Umum," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020) dilansir Kompas.com.

Sementara itu dalam kasus ini, Wahyu Setiawan disebut meminta dana Rp 900 juta kepada politikus PDIP, Harun Masiku.

Ketua KPU Arief Budiman (paling kiri) bersama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (9/1/2020).
Ketua KPU Arief Budiman (paling kiri) bersama Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (9/1/2020). (KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)

Dilansir Kompas.com, hal itu dilakukan agar Wahyu Setiawan membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme pergantian antar-waktu.

"Untuk membantu penetapan HAR sebagai anggota DPR-RI pengganti antar-waktu, WSE (Wahyu Setiawan) meminta dana operasional Rp 900 juta," kata Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar.

Permintaan Rp 900 juta Wahyu Setiawan kepada Harun, direalisasikan Rp 200 juta pada pertengahan Desember 2019 lalu.

Uang tersebut diterima Wahyu Setiawan melalui mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaannya, Agustiani Tio Fredlina.

Penyerahan uang tersebut dilakukan di sebuah pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kemudian pada akhir Desember 2019, Harun menitipkan kembali uang kepada Agustiani sebesar Rp 450 juta.

Direncanakan dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 400 juta akan diberikan ke Wahyu.

Namun, belum sampai ke tangan Wahyu, KPK telah menangkap pihak-pihak terkait melalui operasi tangkap tangan, Rabu (8/1/2020).

"Tim menemukan dan mengamankan barang bukti uang Rp 400 juta yang berada di tangan ATF (Agustiani Tio Fredlina) dalam bentuk dollar Singapura," kata Lili.

Sementara itu KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus suap yang menyeret Wahyu Setiawan.

Selain Wahyu, KPK juga menetapkan Agustiani Tio Fridelina, Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful sebagai tersangka.

Ketua KPU Minta Maaf

Ketua KPU Arief Budiman
Ketua KPU Arief Budiman (TRIBUNNEWS/DANANG TRIATMOJO)

Ditetapkannya Wahyu Setiawan sebagai tersangka membuat Ketua KPU Arief Budiman meminta maaf.

"Atas kejadian ini tentu kami sangat prihatin. Kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya pada seluruh masyarakat Indonesia," kata Arief juga dalam konferensi pers tersebut.

Arief meminta seluruh jajaran KPU pusat hingga daerah untuk senantiasa menjaga integritas.

Terlebih, momen Pilkada 2020 sudah di depan mata.

"Tentu harus bekerja dengan profesional karena tahun 2020 kita juga punya momentum besar untuk menyelenggarakan pilkada di 270 daerah," kata Arief.

Arief menyebut KPU siap bekerja sama dengan KPK untuk pengusutan kasus ini.

KPU menurut Arief bersedia membuka diri untuk mendukung KPK.

Baik berkoordinasi, maupun informasi yang diperlukan KPK dari KPU.

Akan Gelar Pleno

Arief Budiman menyebut KPU akan menggelar rapat pleno guna menentukan status Wahyu Setiawan sebagai penyelenggara pemilu.

Arief tak menyangkal, kasus Wahyu Setiawan akan berpengaruh pada tingkat kepercayaan publik terhadap KPU.

"Karena kasus ini cukup penting bagi kami dan memengaruhi kepercayaan publik kepada penyelenggara, maka kami akan melakukan rapat pleno," ujar Arief dilansir Kompas.com.

Dalam penentuan langkah, Arief menyebut akan mengacu pada tindakan komisioner KPU sebelumnya yang pernah tersandung kasus hukum.

"Kami ambil inisiatif lebih awal untuk ditetapkan atas peristiwa ini. Tapi saya tentu harus mengambil keputusan dalam rapat pleno," tegas Arief.

Arief mengungkapkan terdapat ketentuan dalam UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017, penyelenggara pemilu atau anggota KPU pusat, KPU provinsi, KPU kabupaten/kota, yang sudah ditetapkan sebagai terdakwa akan diberhentikan sementara.

"Kemudian hal ini sampai dengan ada putusan yang berkekuatan hukum tetap. Kalau memang bersalah, akan diberhentikan tetap. Kalau tidak bersalah, dia akan direhabilitasi," tutur Arief.

(Tribunnews.com/Wahyu Gilang Putranto) (Kompas.com/Ardito Ramadhan/Fitria Chusna Farisa/Dian Erika Nugraheny)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved