Kecelakaan Marak, Bambang Haryo Minta Pemerintah Introspeksi dan Tanggung Jawab
Bambang Haryo menilai pemerintah kurang memperhatikan jalan nasional antarprovinsi karena terlalu memprioritaskan pembangunan jalan tol.
Editor:
Hasanudin Aco
“Seharusnya Kemenhub menjadi leading sector dalam penyidikan kasus kecelakaan, bukan kepolisian. Kasus kecelakaan transportasi itu menganut asas lex specialist, sehingga peran PPNS sangat penting,” jelasnya.
Dia menilai Menteri Perhubungan kurang memahami tugas dan kewenangan PPNS sehingga terkesan memerintahkan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) untuk menyelidiki kasus kecelakaan.
“KNKT itu bukan penyidik, melainkan investigator. Hasil investigasinya bersifat no blame dan tidak dapat dijadikan dasar hukum kecuali sebagai rekomendasi. Hasil penyidikan PPNS yang bisa dijadikan dasar hukum,” papar Bambang Haryo yang pernah bertugas sebagai senior investigator KNKT hingga 2014.
Dia menjelaskan, dalam Perpres No. 2/2012 tentang KNKT ditegaskan bahwa KNKT bertanggung jawab kepada Presiden, bukan Menhub. “Menhub hanya bertugas melakukan koordinasi dengan KNKT dalam investigasi kasus kecelakaan,” ujarnya.
Adapun penyidikan kasus kecelakaan dan peran PPNS sudah diatur dalam UU No. 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), serta Surat Edaran Menhub No. 14/2016 tentang Tugas dan Kewenangan PPNS di Bidang LLAJ.
Berbagai persoalan tersebut, menurut Bambang Haryo, menunjukkan bahwa kecelakaan transportasi sesungguhnya merupakan tanggung jawab pemerintah.
“Pemerintah jangan selalu kambinghitamkan pengusaha angkutan, tetapi harus introspeksi diri. Berdayakan semua stakeholder terkait keselamatan transportasi untuk mencegah terjadinya kecelakaan,” ungkapnya.
Dia menilai pemerintah kurang peduli terhadap nasib pengusaha angkutan dan penumpang, terbukti tarif bus belum naik sejak 2012. Padahal, tarif adalah bagian utama dari pendapatan untuk menutup biaya operasional dalam upaya menjamin keselamatan dan kenyamanan transportasi.
“Seperti juga dialami usaha penyeberangan, penetapan tarifnya ditunda-tunda pemerintah. Padahal sejak 2012, kurs dollar AS sudah naik 60% dari Rp9.500 menjadi Rp14.100, ditambah inflasi 3,5% per tahun, dan upah SDM naik 8-10% per tahun atau naik 70%, tetapi tarif bus tetap Rp139 per km,” ungkapnya.
Penulis: Haorrahman