Jumat, 3 Oktober 2025

Pimpinan Baru KPK Firli Bahuri dan 5 Anggota Dewas KPK Dilantik, ICW Unjuk Rasa di Depan Gedung KPK

Indonesia Corruption Watch (ICW) berunjuk rasa menolak pimpinan KPK baru dan anggota Dewan Pengawas KPK, Jumat (20/12/2019).

Penulis: Nidaul 'Urwatul Wutsqa
Editor: Daryono
Tribunnews.com/Glery Lazuardi
Aktivis ICW menggelar teatrikal di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan pada Jumat (20/12/2019) siang. 

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia Corruption Watch (ICW) berunjuk rasa menolak pimpinan KPK baru dan anggota Dewan Pengawas KPK dengan aksi teatrikal.

Unjuk rasa yang dilakukan aktivis antikorupsi ini dilakukan di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Jumat siang (20/12/2019).

Mereka menolak pimpinan KPK baru periode 2019-2023 yaitu Firli Bahuri.

ICW menganggap pimpinan KPK baru adalah orang yang bermasalah dan pernah melanggar kode etik.

Aksi unjuk rasa itu dilakukan dengan konsep teatrikal.

Dalam teatrikal itu  menghadirkan seseorang yang berperan sebagai dukun.

Mereka mengenakan pakaian serba hitam lengkap dengan kalung di leher dan dua buah dupa yang ia pegang layaknya gambaran seorang dukun.

"Kita di sini buat aksi teatrikal ada seorang yang menjadi dukun dan dukun ini melakukan aksi untuk menolak calon pimpinan yang diduga banyak persoalan," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dilansir dari Kompas.com.

Menurut Kurnia, pimpinan KPK yang dinilai bermasalah tersebut diibaratkan sebagai roh-roh jahat yang harus diusir dari KPK.

"Ya karena kita menganggap, kita mengibaratkan orang-orang yang diduga mempunyai persoalan sebagai roh jahat, sehingga harus diusir dari KPK," ujar Kurnia.

Para pimpinan KPK tersebut antara lain Irjen Firli Bahuri, Alexander Marwata, Nurul Ghufron, Lili Pintauli Siregar Nawawi Pomolango.

Mereka menggantikan pimpinan KPK 2014-2019 yang habis masa jabatannya pada hari ini.

Dalam struktur ini, Firli Bahuri diketahui menjabat sebagai Ketua KPK.

Sementara empat lainnya sebagai wakil ketua KPK.

Sebelumnya Firli Bahuri sempat menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK periode 2018-2019.

Namun, Firli Bahuri diduga melanggar kode etik dan pernah diperiksa Direktorat Pengawasan Internal KPK.

Sayang, proses tidak tuntas karena Firli Bahuri kemudian ditarik kembali ke Polri.

Adanya rekam jejak Firli Bahuri yang dinilai bermasalah tersebut, dinilai akan membawa KPK ke arah yang semakin menurun dari pada periode sebelumnya.

Dilansir dari Tribunwiki, KPK menyatakan Firli Bahuri telah melakukan pelanggaran berat karena tiga peristiwa yang dicatat KPK.

Pertama, pertemuan Firli Bahuri dengan mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat Tuang Guru Bajang (TGB) di NTB pada 12-13 Mei 2018 lalu.

Padahal saat itu KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi kepemilikan saham PT Newmont yang melibatkan Pemerintah Provinsi NTB.

Firli tercatat menjadi Kapolda NTB pada 3 Februari 2017 hingga 8 April 2018 sebelum ia menjadi Deputi Penindakan KPK.

Kedua, KPK mencatat Firli pernah menjemput langsung seorang saksi yang hendak diperiksa di lobi KPK pada 8 Agustus 2018.

Ketiga, KPK mencatat Firli pernah bertemu dengan petinggi partai politik di sebuah hotel di Jakarta pada 1 November 2018.

Selain itu, ICW juga menolak adanya anggota Dewan Pengawas KPK yang hari ini dilantik oleh Presiden di Istana Negara.

"Bagaimana mungkin kita sebagai masyarakat bisa percaya lima orang ini akan membawa KPK ke arah yang lebih baik?" kata Kurnia.

Diketahui, Dewan Pengawas KPK dibentuk Presiden Jokowi untuk pertama kalinya pada tahun 2019, setelah 17 tahun berjalan.

Menurut ICW, norma-norma baru di Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK  dinilai akan mempersulit kerja KPK.

Dua hari sebelum aksi unjuk rasa, Kurnia sudah menegaskan penolakan terhadap Dewan Pengawas KPK.

Bahkan, ICW juga menilai keputusan Presiden Jokowi ini akan menghancurkan KPK itu sendiri sebagai lembaga antiruswah.

Menurut ICW, kehadiran Dewas KPK ini dikhawatirkan sebagai bentuk intervensi pemerintah terhadap proses hukum yang berjalan di KPK.

"Jadi, siapapun yang dipilih Presiden untuk menjadi Dewan Pengawas tidak akan mengubah keadaan, karena waktu berlakunya UU KPK baru (17 Oktober 2019) kelembagaan KPK sudah 'mati suri'," kata Kurnia dilansir dari Kompas.com pada Rabu (18/12/2019).

Padahal UU KPK lama sudah ditegaskan bahwa KPK diawasi oleh beberapa lembaga, antara lain Badan Pengawas Keuangan (BPK), DPR, dan Presiden sendiri.

Maka ia pun mempertanyakan pengawasan apa yang diinginkan oleh negara terhadap KPK dengan membentuk Dewan Pengawas.

Kurnia menegaskan, ICW tetap bersikukuh menolak konsep Dewan Pengawas KPK secara keseluruhan.

Alasannya, karena secara teori KPK masuk ke dalam rumpun lembaga negara independen yang tak mengenal konsep Dewan Pengawas.

"Sebab yang terpenting dalam lembaga negara independen adalah membangun sistem pengawasan. Hal itu sudah dilakukan KPK dengan adanya Deputi Pengawas Internal dan Pengaduan Masyarakat," kata Kurnia.

Diketahui, Presiden Joko Widodo pada hari ini, Jumat (20/12/2019) melantik Dewan Pengawas KPK.

Pelantikan dimulai pukul 14.30 WIB.

Beberapa nama yang mengemuka di antaranya adalah Mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Kupang Albertina Ho, dan Mantan Ketua KPK (2003-2007) Tumpak Hatarongan Panggabean.

Selain itu juga ada Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Syamsuddin Haris dan Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi Harjono.

Dewan pengawas yang terdiri dari lima orang merupakan struktur baru di KPK.

Keberadaan Dewan Pengawas diatur dalam UU KPK hasil revisi, yakni Undang-undang Nomor 19 Tahun 2019.

Pembentukan Dewan Pengawas yang pertama kali ini, Undang-undang mengatur bahwa Presiden menunjuk langsung siapa saja yang akan dipilihnya menjadi Dewan Pengawas KPK.

Adapun pengucapan sumpah dan janji Dewan Pengawas KPK periode 2019-2023 dilakukan di hadapan Presiden Joko Widodo.(*)

(Tribunnews.com/Nidaul 'Urwtaul Wutsqa)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved