Sabtu, 4 Oktober 2025

Tim Advokat Novel Baswedan Mengadu ke Komnas HAM

Diwakili M Isnur dan Muji Kartika Rahayu, Novel Baswedan mendesak Komnas HAM agar memantau proses hukum yang sedang dijalani penyidik senior KPK itu

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Tim advokat Novel Baswedan ketika mengadu ke Komnas HAM, Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim advokat penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyambangi kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Rabu (4/12/2019).

Diwakili M Isnur dan Muji Kartika Rahayu, Novel Baswedan mendesak Komnas HAM agar memantau proses hukum yang sedang dijalani penyidik senior KPK itu.

Baca: OC Kaligis Beberkan Alasan Gugat Kejaksaan Agung Terkait Kasus Novel Pada 15 Tahun Silam

Kedatangan dua tim advokat Novel disambut Komisioner Komnas HAM Choirul Anam dan Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati Moniaga di ruang pengaduan Komnas HAM.

"Saya Isnur dan Mbak Kanti, wakil dari kuasa hukum Novel Baswedan, ke sini hendak datang dan mengingatkan dan mendesak Komnas HAM untuk menindaklanjuti dan kembali memberikan perhatian yang lebih serius terhadap Novel Baswedan, yang hingga hari ini sudah 967 hari tidak terungkap perkaranya," ucap Isnur.

Isnur menjelaskan pada 21 Desember 2018, Komnas HAM merilis hasil pemantauan atas kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.

Berdasarkan hasil pantauan tersebut, kemudian Polri Membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF).

"Kita ketahui setahun yang lalu, 21 Desember 2018, Komnas HAM merilis laporan untuk pemantauan atas Novel Baswedan. Di dalamnya ditemukan banyak hal adanya abuse of process dan lain-lain. Atas dasar temuan Komnas HAM itu, pada 8 Januari 2019, Pak Kapolri Pak Tito waktu itu membentuk TGPF," kata Isnur.

"Tapi hingga hari ini tim yang dibentuk atas dasar rekomendasi Komnas HAM juga belum berhasil mengungkap siapa aktornya, siapa penyerangnya. Ini sudah setahun. Dan ini juga sudah melewati tenggat yang diberikan oleh Pak Presiden. Jadi, ketika pelantikan Pak Kapolri yang baru, Pak Idham Aziz, ini juga memberikan satu bulan, sudah lewat waktu lagi. Pak Kapolri mengungkapkan pelakunya gitu," sambungnya.

Karena itu, tim advokat meminta Komnas HAM mengambil tindakan atas laporan tersebut.

Isnur juga meminta Komnas HAM mempublikasikan hasil pantauan yang telah dilakukan oleh Komnas HAM tahun lalu.

"Desakannya bagaimana Komnas HAM setelah merilis laporan dan apa tindak lanjutnya, apa yang akan dilakukan Komnas HAM setelah Kapolri setahun gagal menindaklanjuti temuan Komnas HAM. Yang kedua, kami mohon izin atau meminta Komnas HAM agar mempublikasikan temuan ini, karena publik belum tahu sebenarnya apa yang Komnas HAM temukan di dalamnya," ujar Isnur.

Selain itu, Isnur meminta Komnas HAM memaparkan rekomendasi yang telah diberikan kepada kepolisian dan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dia juga menyinggung soal dugaan adanya penyelewengan dalam proses penyidikan atau abuse of process.

"Di situ banyak rekomendasi lain yang Komnas berikan kepada internal kepolisian dan ke Presiden Jokowi. Pertanyaannya bagaimana pemantauan atas rekomendasi yang lain. Misalnya ditemukan adanya abuse of processyang dilakukan oleh beberapa penyidik di level mana. Apakah misalnya ada sanksi kepada penyidik yang melakukan abuse of processseperti itu. Nah, ini secara formal kami serahkan surat," kata Isnur.

Sementara itu, Wakil Ketua Komnas HAM Sandrayati menyambut baik surat desakan tersebut.

Menurut Sandrayati, Komnas HAM akan membahas desakan tersebut di kalangan internal.

"Kami tentu akan mempelajari dan membahas bersama rekan komisioner yang lain karena tim sebenarnya sudah selesai kerjanya pada saat kami menyelesaikan laporan, jadi itu kan tim bentukan paripurna. Tapi dengan perkembangan yang ada, kami akan bahas dengan rekan-rekan yang lain bagaimana kami akan menindaklanjuti," kata Sandrayati.

Sandrayati mengatakan pihaknya merasa kecewa terhadap perkembangan kasus Novel Baswedan.

Baca: Gubernur nonaktif Kepulauan Riau Didakwa Terima Suap Rp 45 Juta dan 11 Ribu Dolar Singapura

Dia mengatakan penegakan hukum di Indonesia sedang diuji melalui kasus ini.

"Tapi tentunya secara personal dan ini kami melihat perkembangan yang ada ini sangat mengecewakan bahwa kita tahu persoalan ini rumit, tetapi sistem hukum kita sedang diuji sebenarnya. Begitu sulitnya kita mengungkap satu peristiwa kejahatan yang dialami oleh warga sendiri siapa pun dia," kata Sandrayati.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved