Sabtu, 4 Oktober 2025

Ketua DPP Partai Nasdem Minta Jokowi Tak Baper Terkait Wacana Perubahan Masa Jabatan Presiden

Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya mengomentari pernyataan Presiden Jokowi terkait munculnya wacana perubahan masa jabatan kepala negara.

Penulis: Muhammad Nur Wahid Rizqy
Editor: Sri Juliati
DPR-RI
Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya mengomentari pernyataan Presiden Jokowi terkait munculnya wacana perubahan masa jabatan kepala negara. 

TRIBUNNEWS.COM - Ketua DPP Partai Nasdem, Willy Aditya mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait munculnya wacana perubahan masa jabatan kepala negara.

Dalam pernyataannya, Jokowi berujar, ada pihak yang ingin menjerumuskannya terkait munculnya isu tersebut.

Willy Aditya pun meminta meminta Jokowi tidak berlebihan dalam menyikapi timbulnya wacana perubahan masa jabatan Presiden.

Dilansir dari tayangan Kompas TV, menurutnya, wacana tersebut muncul karena adanya aspirasi publik dan tidak berkaitan dengan urusan personal Jokowi.

"Itu tidak terkait pribadi Pak Jokowi. Itu adalah aspirasi masyarakat. Kalau dalam konteks itu, Pak Jokowi tak usah baper ya. Itu justru aspirasi publik," ujar Willy di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (2/12/2019).

Adanya pandangan mengenai ingin mencari muka, Willy membantah, dirinya hadir dan bertujuan mencari muka kepada Presiden.

"Bukan mencari muka. Buat apa partai mencari muka sama Pak Jokowi. Enggak. Bukan itu konteksnya," kata Willy.

Menyikapi adanya usulan tersebut, menurut dia, seharusnya usulan tersebut dapat dilakukan kajian oleh lembaga-lembaga akademisi maupun masyarakat sipil.

"Apakah ini sesuai spirit zaman? Apakah sesuai spirit demokrasi? Usulan ini belum menjadi keputusan politik tapi jadi diskursus politik," imbuhnya.

Sebelumnya, Jokowi turut angkat suara terkait wacana amandemen UUD 1945, khususnya terkait perubahan masa jabatan dan sistem pemilihan Presiden.

Jokowi menekankan terpilihnya ia menjadi seorang presiden dalam dua periode merupakan hasil dari produk pemilihan langsung.

Jokowi dipilih dan terpilih oleh atas kehendak rakyat dan dipilih langsung oleh rakyat.

Sehingga mustahil baginya untuk menyetujui usulan tersebut.

"Ini sejak awal sudah saya sampaikan, saya ini produk dari pemilihan langsung," tegas Jokowi saat tanya jawab bersama para awak wartawan di Istana Negara, Senin (2/12/2019).

Menurut Jokowi, jika terdapat wacana dan rencana untuk mengamandemen UUD 1945, akan beresiko urusannya melebar kemana-mana.

Jokowi juga menyoroti tentang urusan amandemen UUD 1945 tidak melebar dari persoalan haluan negara.

"Ketika ada keinginan untuk amandemen jawaban saya apakah bisa yang namanya amandemen itu hanya dibatasi?"

"Untuk urusan haluan negara apakah tidak melebar kemana mana," tanya Jokowi.

Jokowi menyebutkan, satu bentuk akan melebarnya berbagai urusan-urusan dari sebuah rencana amandemen UUD 1945 adalah timbulnya isu pemilihan Presiden akan dipilih oleh MPR, masa jabatan Presiden akan menjadi 3 periode, masa jabatan Presien 1 kali periode tapi selama 8 tahun.

"Sekarang kenyataannya seperti itu kan, ada yang lari pemilihan presiden oleh MPR, ada yang lari Presiden jadi 3 periode, ada yang lari presiden 1 kali periode tapi 8 tahun, itu, kan, kemana mana," ujar Jokowi.

Oleh sebab itu, dengan mencuatkan berbagai spekulasi mengenai masa jabatan dan pemilihan presiden, Jokowi menegaskan tidak perlu mengamandemen UUD 1945.

Rencana amendemen terbatas UUD 1945 terungkap berbagai pendapat dari masyarakat terkait perubahan masa jabatan presiden.

Ada yang mengusulkan masa jabatan Presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode.

Ada pula yang mengusulkan masa jabatan Presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.

Usul lainnya, masa jabatan Presiden menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak tiga kali.

Dikutip dari Kompas.com,  Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan, usul penambahan masa jabatan presiden didorong oleh Fraksi Nasdem.

Sementara Sekretaris Fraksi Partai Nasdem Saan Mustopa menegaskan, fraksinya ingin amendemen UUD 1945 tidak terbatas untuk menghidupkan kembali GBHN.

Saan mengatakan, meski belum diusulkan secara formal, Fraksi Partai Nasdem membuka wacana penambahan masa jabatan presiden menjadi tiga periode.

"Ada wacana, kenapa tidak kita buka wacana (masa jabatan presiden) satu periode lagi menjadi tiga periode, apalagi dalam sistem negara yang demokratis kan masyarakat yang sangat menentukan," ujar Saan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/11/2019) lalu.

(Tribunnews.com/Muhammad Nur Wahid Rizqy)

 
Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved