Sabtu, 4 Oktober 2025

Eks Bupati Talaud Sampaikan Nota Pembelaan

Dia tidak terima dituntut pidana tujuh tahun penjara, dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan

Tribunnews.com/ Gita Irawan
Mantan Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Talaud nonaktif, Sri Wahyuni Maria Manalip, membacakan nota pembelaan atau pledoi kasus dugaan suap paket pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019.

Dia tidak terima dituntut pidana tujuh tahun penjara, dan denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan yang dilayangkan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dia menepis tudingan menerima gratifikasi berupa barang maupun uang. Salah satunya, jam tangan merek Rolex seharga Rp224,500,000 yang diberikan seorang pengusaha Bernard Hanafi.

Dia menegaskan, pemberiaan itu sebagai bagian dari hadiah ulang tahun yang diberikan secara spontan.

"Bernard menawarkan lewat telepon, 'jangan sungkan-sungkan Mi. Saya anggap kita ini seperti saudara, apa yang bisa saya bantu?' Sehingga seorang wanita yang mendapat perhatian dari sahabat secara spontan saya sampaikan, 'berikan jam tangan Rolex ya, untuk hadiah ulang tahun saya,' dan sampai perkara ini disidangkan saya tak pernah terima jam tangan tersebut," tuturnya, saat membacakan pledoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (2/12/2019).

Selain itu, dia menampik anggapan telah meminta jatah fee sebesar 10% atas pembangunan Pasar Beo dan Pasar Lirung kepada Bernard.

Dia mengklaim, perusahaan Bernard tak pernah mendapat proyek atas pembangunan revitalisasi dua pasar itu.

"27 April 2019 sudah ada pengumuman dari Pokja, perusahaan Bernard tidak menang tender karena tidak memenuhi syarat, tetapi tanggal 30 (April 2019) saya ditangkap," kata Sri, sambil menangis tersedu-sedu.

Atas dasar itu, dia menegaskan, tuntutan pidana penjara selama tujuh tahun sangat memberatkan dan tidak adil. Dia merasa sudah dianggap melakukan kejahatan luar biasa terhadap masyarakat dan daerah yang dipimpin.

Tak hanya itu, dia menilai, tuntutan itu tidak selaras dengan kinerja dan prestasi yang telah dilakukan sesaat menjabat sebagai Bupati Talaud.

Dia berharap, majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat dapat memvonis dengan seadil-adilnya.

"Apakah tuntutan ini adalah imbalan atas kerja keras saya yang selama ini membangun Indonesia dari ujung perbatasan. Apakah tuntutan ini imbalan bagi saya yang mengangkat harkat dan maratabat orang di perbatasan. Semoga masih ada keadilan yang tersisa. Saya ingin pulang yang mulia," tambahnya.

Sebelumnya, Bupati Kepulauan Talaud nonaktif, Sri Wahyuni Maria Manalip, dituntut pidana penjara selama tujuh tahun dan kewajiban membayar denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/11/2019).

"Menuntut, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan," kata Lie Putra Setiawan, selaku JPU pada KPK saat membacakan tuntutan.

Sri Wahyuni diproses hukum karena diduga menerima suap paket revitalisasi Pasar Lirung dan Pasar Beo Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019.

Sri Wahyuni terbukti menerima suap dari pengusaha bernama Bernard Hanafi Kalalo berupa berbagai hadiah termasuk tas mewah dan perhiasan senilai total Rp 491 juta.

JPU pada KPK juga meminta agar majelis hakim mencabut hak politik Sri Wahyuni.

"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa, yaitu pencabutan hak politik selama 5 tahun terhitung setelah terdakwa selesai menjalani pidana penjara," kata dia.

Tuntutan itu berdasarkan dakwaan pertama Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Sementara itu, Benhur Lalenoh, perantara suap Sri Wahyuni, dituntut pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan.

"Menuntut, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan," kata M. Asri Irwan, JPU pada KPK saat membacakan tuntutan.

Atas tuntutan itu, Sri dan Benhur akan mengajukan nota pembelaan.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved