Selasa, 7 Oktober 2025

Komisi X DPR: Pendidikan Pancasila Sangat Penting Diajarkan Sejak PAUD

Kenapa sejak PAUD? Karena di usia-usia tersebut adalah usia emas untuk anak belajar dan menyerap hal-hal di sekitarnya.

TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/GANI KURNIAWAN
Foto ilustrasi murid PAUD. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menegaskan pendidikan Pancasila sangat penting dimasukkan ke dalam kurikulum mulai pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi.

"Pendidikan Pancasila sangat penting untuk dimasukkan ke dalam kurikulum. Saya sangat setuju kalau pendidikan Pancasila diajarkan sejak PAUD," ujar legislator Golkar ini kepada Tribunnews.com, Rabu (27/11/2019.

Ini menanggapi keingian Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menjadikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD) sampai perguruan tinggi.

Kenapa sejak PAUD? Karena di usia-usia tersebut adalah usia emas untuk anak belajar dan menyerap hal-hal di sekitarnya.

" Masa-masa itu merupakan waktu yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai tertentu," jelasnya.

Lebih lanjut ia menyarankan agar nilai Pancasila tersebut bisa diterjemahkan dalam bahasa yang mudah dipahami oleh anak umur 3-4 tahun.

"Jangan ditekankan pada hafalan, tapi lebih ke learning by doing misalnya anak diajarkan untuk berbagi makanan atau sharing makanan ke temen-temannya. Ini merupakan cerminan dari sila ke-5 yaitu keadilan sosial," ucapnya.

Hal senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf Macan Effendi.

"Selama pelajaran itu, bersifat penanaman karakter dan bukan pemaksaan. Sebenarnya tidak apa," ujar politikus Demokrat ini kepada Tribunnews.com, Selasa (26/11/2019).

Hanya saja dia menyarankan, kalau PAUD baiknya namanya bukan pendidikan Pancasila. Tapi Cinta Negeri.

"Karena anak-anak usia dini harus selalu dalam keadaan belajar dan bermain. Bukan doktrinasi," jelas Dede Yusuf.

Baru di Sekolah Daasar (SD) menurut dia, para siswa mengenal Pancasila dan NKRI.

Kemudian di SMP-SMA mengenai Bela Negara, Bhinneka dan seterusnya.

Sebenarnya di Pramuka, imbuh dia, metode ini sudah sering dilakukan mulai dari Pra-Siaga, Siaga, Penggalang, Penegak, dan Pandega.

"BPIP harus belajar dari Pramuka, agar kesan pendidikan ini tidak seperti dipaksakan," ujarnya.

Pelaksa Tugas (Plt) Kepala BPIP Haryono mengatakan, salah satu proyeksi lembaganya adalah menjadikan Pancasila sebagai mata pelajaran wajib di tingkat PAUD sampai perguruan tinggi.

Hal tersebut dia sampaikan saat jajaran BPIP menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).

“Kami ingin agar Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 bisa diubah sehingga Pancasila tidak hanya dititipkan pada mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan, tetapi bisa berdiri sendiri,” ungkap seperti dalam keterangan tertulisnya.

Terkait penerapannya, Haryono mengungkapkan cara-cara dan model-model yang akan diajarkan tidak akan bersifat indoktrinatif, tetapi melalui cara-cara yang lebih kontekstual dan persuasif.

“Kami berharap, DPR sebagai lembaga yang memiliki fungsi membuat regulasi di tingkat nasional bisa membantu agar Pancasila betul-betul menjadi ideologi yang hidup dan bergerak dan menentukan posisi bangsa Indonesia ke depan,” kata Haryono.

Dukung BPIP

Pada kesempatan yang sama Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mendukung keberadaan BPIP. Menurutnya, langkah pemerintah membentuk BPIP adalah tepat.

“Kami bersyukur pada periode yang pertama lalu, Presiden Joko Widodo menyadari akan pentingnya untuk mengembalikan Pancasila untuk menghadapi situasi seperti sekarang ini. Maka, diterbitkanlah satu badan melalui Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2018,” ungkapnya.

Menurutnya, BPIP sebagai badan khusus yang dibentuk oleh pemerintah mempunyai peranan yang sangat penting dan strategis.

Pasalnya, kata Ahmad, salah satu persoalan yang dihadapi negara belakangan ini adalah semakin jauhnya masyarakat dari ideologi Pancasila.

Ahmad menuturkan, pada awal-awal reformasi nilai-nilai ideologi Pancasila sudah agak jauh dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, kehadiran BPIP penting dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat atas nilai-nilai luhur yang terkandung dalam ideologi Pancasila.

Pada tahap awal, lanjut Ahmad, BPIP ingin mengembalikan Pancasila untuk bisa menjadi living ideology di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk itu, dia pun mendukung usaha awal memperkenalkan dan mengajak kembali anggota masyarakat agar betul-betul menjiwai dan mengamalkan Pancasila lewat semboyan “Saya Pancasila, dan “Saya Indonesia”.

“Komisi II mempunyai semangat yang sama terhadap Pancasila. Oleh karena itu, kita jangan menjadikan Pancasila sebagai simbol semata, tetapi harus bisa menjiwai, memaknai, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari,” ujarnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved