KPK Periksa 11 Saksi di Polretabes Bandung Terkait Korupsi RTH Bandung
kerugian keuangan negara dari perkara ini cukup besar, yaitu sekitar Rp69 miliar atau 60% dari nilai anggaran yang direalisasikan.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan pemeriksaan terhadap 11 saksi terkait kasus suap dalam pengadaan tanah untuk Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Pemerintah Kota Bandung pada tahun 2012 dan 2013.
"Hari ini KPK mengagendakan pemeriksaan 11 orang saksi untuk tersangka DSG (Dadang Suganda)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Jumat (22/11/2019).
Kata Febri, pemeriksaan dilakukan di kantor Satuan Sabhara Polrestabes Bandung Jalan A Yani, Kota Bandung.
Baca: KPK Jerat Makelar Tanah Terkait Korupsi Ruang Terbuka Hijau Bandung
Para saksi yang diagendakan diperiksa hari ini adalah:
1. Pupung Hadijah (Bendahara Pengeluaran di Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Pemkot Bandung, PNS))
2. R Ivan Hendriawan (Staf Dinas DPKAD Kota Bandung)
3. Tatang Muhtar (PNS (Camat Cibiru tahun 2009-2015))
4. Yaya Sutaryadi (Lurah Cisurupan Kec. Cibiru Kota Bandung)
5. Dodo Suanda (PNS (Lurah Palasari))
6. Yudi Priadi (Notaris)
7. Tatang Suratis (Anggota DPRD Kota Bandung 2009-2014)
8. Lia Noerhambali (Mantan Anggota DPRD Kota Bandung 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2014)
9. Riantono (Anggota Banggar/Anggota DPRD Kota Bandung 2009-2014)
10. Cepy Setiawan (Staf Setwan)
11. Ubad Bahtiar (Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan pada Sekretariat Daerah Kota Bandung (selaku koordinator Belanja), Pensiunan PNS/Setda Kota Bandung).
Baca: Uang Suap Untuk DPRD Lampung Tengah Dimasukkan Plastik Hitam dan Diikat Karet
Febri mengatakan, setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan hasil audit kerugian keuangan negara, maka salah satu yang menjadi fokus KPK adalah penelurusan pihak-pihak yang menikmati aliran dana dalam perkara ini.
"Karena itu, kami ingatkan pada para pejabat Pemkot Bandung, Anggota DPRD ataupun pihak lain yang saat itu pernah menikmati aliran dana agar bersikap koperatif mengembalikannya ke KPK," ia menegaskan.
Diketahui, kerugian keuangan negara dari perkara ini cukup besar, yaitu sekitar Rp69 miliar atau 60% dari nilai anggaran yang direalisasikan.
"Sangat merugikan keuangan daerah dan praktik korupsi makelar tanah ini juga merugikan masyarakat pemilik tanah yang tanahnya dibeli bahkan lebih murah dari NJOP," kata Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan Dadang Suganda selaku wiraswasta sebagai tersangka baru menyusul mantan Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Pemkot Kota Bandung Herry Nurhayat serta mantan anggota DPRD Kota Bandung Tomtom Dabbul Qomar dan Kadar Slamet.
Dadang diduga diperkaya senilai Rp30 miliar di kasus tersebut yang bertindak sebagai makelar pembelian tanah.
Mulanya, Pemkot Bandung pada 2012 mengusulkan pengadaan tanah RTH 2012 sebesar Rp15 miliar untuk 10.000 meter persegi.
Setelah rapat pembahasan dengan Badan Anggaran DPRD Kota Bandung, diduga ada anggota DPRD meminta penambahan anggaran dengan alasan adanya penambahan lokasi untuk Pengadaan RTH.
Adapun besar penambahan anggaran dari yang semula Rp15 miliar menjadi Rp57 miliar untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD Murni) tahun 2012.
KPK menduga penambahan anggaran itu dilakukan karena lokasi lahan yang akan dibebaskan adalah lokasi yang sudah disiapkan dan terlebih dahulu dibeli dari warga sebagai pemilik tanah. Upaya ini diduga dilakukan supaya beberapa pihak memperoleh keuntungan.
Kemudian pada September 2012, diajukan kembali penambahan anggaran dari Rp57 miliar menjadi Rp123,93 miliar. Namun, total anggaran yang telah direalisasikan adalah Rp115,22 miliar di 7 kecamatan yang terdiri dari 210 bidang tanah.
Baca: Hakim: Jangan Main Kata, Ini Bukan Gedung DPR
Dalam proses pengadaan tanah ini, nyatanya Pemkot Bandung tidak membeli langsung dari pemilik tanah, melainkan diduga menggunakan makelar, yaitu Kadar Slamet dan Dadang Suganda.
Dadang memanfaatkan kedekatannya dengan Sekretaris Daerah Kota Bandung saat itu, Edi Siswadi yang terjerat kasus perkara suap terhadap seorang hakim terkait penanganan perkara korupsi bantuan sosial di Pemkot Bandung.
Edi Siswadi pun memerintahkan tersangka Herry Nurhayat untuk membantu Dadang dalam proses pengadaan tanah tersebut yang kemudian ditindaklanjuti Dadang dengan melakukan pembelian tanah pada sejumlah pemilik tanah atau ahli waris di Bandung dengan nilai lebih rendah dari NJOP setempat.
Baca: Agus Rahardjo Bakal Periksa Pegawai KPK yang Undang Ustaz Abdul Somad: Sudah Dibilang Jangan
Setelah tanah tersedia, Pemkot Bandung membayarkan Rp43,65 miliar pada Dadang, namun ia hanya memberikan Rp13,5 miliar pada pemilik tanah sehingga diduga Dadang diperkaya sekitar Rp30 miliar.
KPK juga menyebut sebagian dari uang tersebut yaitu sekitar Rp10 miliar diberikan pada Edi Siswadi yang akhirnya digunakan untuk menyuap hakim dalam perkara Bansos di Pengadilan Negeri Kota Bandung.
Atas perbuatannya, Dadang disangkakan melanggar Pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.