Ahok Masuk BUMN
Ahok Akan Pimpin BUMN Antara Pertamina, PLN, atau Krakatau Steel
Ahok diperkirakan akan pimpin di antara tiga BUMN yakni Pertamina, PLN, dan Krakatau Steel
TRIBUNNEWS.COM - Kepastian BUMN mana yang akan dipimpin Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kian mengerucut.
Kabar yang beredar, Ahok diminta Menteri BUMN, Erick Thohir untuk membantu sektor yang melibatkan hajat orang banyak.
Hal tersebut pun juga dibenarkan oleh Ahok.
Dikutip dari video pemberitaan Kompas TV yang diunggah di YouTube, Ahok mengungkapkan ada tiga BUMN yang sekiranya diproyeksikan akan dimasukinya.

Ketiga BUMN tersebut adalah Pertamina, PLN, dan Krakatau Steel.
"Kemarin dia (Erick Thohir) ngomong yang paling besar dan yang paling rumit untuk kepentingan orang banyak adalah Pertamina dan PLN, ada Krakatau Steel juga."
"Tapi saya nggak tau, nanti tanya Pak Erick aja ya. Belum pasti juga kan, masih dipelajari," ucap Ahok seusai menghadiri acara di sekolah Ipeka Puri Indah, Jakarta Barat, Jumat (15/11/19).
Pendapat Jokowi
Kabar Ahok akan pimpin satu BUMN dibenarkan Presiden Jokowi.
Jokowi menyebut publik telah mengetahui kinerja Ahok.
Melansir Kompas.com, Jokowi menyebut Ahok masih dalam proses seleksi.
"Kita tahu kinerjanya Pak Ahok. Jadi, ini masih dalam proses seleksi," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (14/11/2019).
Ditanya mengenai apakah Presiden Jokowi yang mengusulkan Ahok sebagai pimpinan BUMN, ia hanya mengulangi pernyataan sebelumnya.
"Ini kan masih proses seleksi," kata Jokowi.

Mengenai peluang lolosnya Ahok menjadi pimpinan BUMN, Jokowi menyebut menyerahkannya pada Menteri BUMN Erick Thohir.
Jokowi juga tidak mengetahui di posisi BUMN mana Ahok akan ditempatkan jika lolos seleksi.
"Kita kan tahu kinerjanya. Penempatannya di mana, itu proses seleksi yang ada di Kementerian BUMN," ucap Jokowi.
Jokowi membenarkan ada dua jabatan yang kemungkinan diberikan, ketika ditanya posisi komisaris atau bagian direksi yang akan diberikan kepada Ahok.
"Bisa dua-duanya. Tapi pakai proses seleksi dan masih dalam proses," ujar Jokowi.
Sosok yang Dibutuhkan
Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyatakan, sosok Ahok dibutuhkan di BUMN.
Hal tersebut diungkapkan Arya dikutip dari video pemberitaan Youtube Kompas TV, Rabu (13/11/2019).
Ahok dinilai memiliki kapasitas yang bisa memperbaiki banyak hal.

"Kita butuh orang-orang seperti Pak Ahok yang memang bisa mendukung BUMN. Beliau punya kapasitas yang diakui oleh publik untuk hal-hal yang bisa memperbaiki banyak hal," ucapnya.
Diketahui Ahok mendatangi Kementerian BUMN untuk bertemu Menteri BUMN Erick Thohir, Rabu (13/11/2019).
Pertemuan tersebut dikatakan Arya banyak membahas mengenai BUMN.
"Tadi pagi Pak Ahok datang ke Kementerian BUMN dan bertemu Pak Erick. Pak Erick dan Pak Ahok bicara banyak mengenai BUMN," ucapnya.
Arya juga mengungkapkan Kementerian BUMN memiliki harapan besar agar Ahok berkenan bergabung dengan Kementerian BUMN.
Diungkapkannya, Ahok diminta untuk bergabung dan memperkuat satu BUMN.
"Harapan kita memang Pak Ahok bisa bergabung bersama kita di salah satu BUMN di Indonesia. Kita mengharapkan dengan Pak Ahok agar bersedia untuk bergabung, memperkuat salah satu BUMN," ungkapnya.
Kisaran Gaji
Jika Ahok dipilih menjadi bos PT Pertamina, gaji yang akan diterima Ahok per bulan lebih tinggi dari presiden.
Melansir Tribun Timur, berdasar laporan kinerja keuangan Pertamina pada 2018, disebutkan jika kompensasi untuk manajemen yang berupa gaji dan imbalannya untuk 17 direksi dan komisaris mencapai 47,23 juta dollar AS atau setara Rp 671 miliar per tahun.
Jika Rp 671 miliar dibagi kepada 17 orang direksi dan komisaris, maka tiap orang menerima Rp 39 miliar setahun atau Rp 3,25 miliar per bulan.

Gaji direksi Pertamina mengalahkan gaji dan tunjangan Presiden Jokowi senilau Rp 62,74 juta per bulan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi Negara dan Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 2001.
Bandingkan pula dengan gaji pokok dan tunjangan Gubernur DKI Jakarta, jabatan yang pernah diduduki Ahok, senilai Rp Rp 8,4 juta per bulan.
Namun, tak hanya itu, setiap bulan Gubernur DKI Jakarta mendapatkan Biaya Penunjang Operasional (BPO) sebesar 0,13 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) berdasarkan PP Nomor 109 Tahun 2000.
Setiap bulan, BPO Gubernur DKI Jakarta mencapai miliaran rupiah.
(TRIBUNNEWS.COM/Wahyu Gilang Putranto/Tribun Timur) (Kompas/Ihsanuddin)