Demo Tolak RUU KUHP dan KPK
Dua Mahasiswa Tewas dan Ibu Hamil Luka, Polisi Berpangkat Brigadir Jadi Tersangka
Polri menyatakan Brigadir AM menjadi tersangka atas tewasnya mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) atas nama Randy (21) dan terlukanya ibu hamil.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polri menetapkan Brigadir AM sebagai tersangka penembakan yang mengakibatkan korban jiwa saat demonstrasi penolakan revisi Undang-undang KPK dan Rancangan KUHP di kantor DPRD Sulawesi Tenggara, Kendari, 26 September 2019 lalu.
Hal itu disampaikan Kepala Subdit V Direktorat TIndak Pidana Umum Bareskrim Polri, Kombes Pol Chuzaini Patoppoi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (7/11/2019).
Ada tiga korban dari peristiwa unjuk rasa mahasiswa dan pelajar di Gedung DPRD Sultra pada 26 September lalu.
Ketiganya adalah dua orang mahasiswa yang tewas tertembak dan seorang ibu hamil mengalami luka tembak.
Namun, Polri menyatakan Brigadir AM menjadi tersangka atas tewasnya mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) atas nama Randy (21) dan terlukanya ibu hamil.
"Berdasarkan fakta-fakta tersebut, kami penyidik sudah melakukan gelar perkara dan menyimpulkan bahwasanya untuk Brigadir AM telah ditetapkan sebagai tersangka," ujar Chuzaini.

Menurut dia, penetapan tersangka ini setelah polisi memeriksa 25 saksi, termasuk dua ahli dan enam anggota polisi yang melanggar standard operational procedure (SOP) karena membawa senjata api saat pengamaan demonstrasi.
Ia menjelaskan, penyidik menemukan tiga proyektil peluru dan enam selonsong dari hasil Olah Tempat Kejadian Perkara (TKP).
Dan dari hasil uji balistik menunjukkan, satu dari enam senjata api yang dibawa enam polisi saat pengamanan demonstrasi mahasiswa adalah identik dengan peluru yang ditemukan.
"Selanjutnya terhadap Brigadir AM yang telah ditetapkan sebagai tersangka segera dilakukan penahanan dan berkas perkara dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum," ujarnya.
Penyidik menetapkan Brigadir AM sebagai tersangka dengan sangkaan melanggar Pasal 351 ayat 3 dan atau 359 KUHP subsider Pasal 360. Ia meyakinkan Brigadir AM akan ditahan.
Chuzaini mengatakan, korban atas nama Muhammad Yusuf Kardawi (19) tidak dapat disimpulkan meninggal karena luka tembak. Hal itu dikuatkan dari hasil visum keduanya.
Baca: Polda Sulawesi Tenggara Ungkap 3 Desa Siluman di Kabupaten Konawe, Terima Dana APBN Rp 5 Miliar
"Kami dapat tiga hasil visum untuk korban Randy, dokter menyatakan karena luka tembak. Kemudian Ibu Maulida mengalami luka tembak, tapi hanya luka di bagian kaki sebalah kanan. Untuk korban Yusuf Kardawi tidak dapat disimpulkan karena luka tembak," kata dia.
Kapolda Sulawesi Tenggara (Sultra) Brigjen Pol Merdysam memastikan, Brigadir AM menjadi tersangka tunggal dalam peristiwa penembakan mahasiswa demonstrasi mahasiswa di Gedung DPRD Sultra pada pada 26 September lalu.
"Iya (Brigadir AM menembak) satu mahasiswa dan ibu-ibu," kata Merdysam.
Meski begitu, ia masih belum mengetahui alasan Brigadir AM menggunakan senjatanya saat melakukan pengamanan demonstrasi mahasiswa saat itu.
"Itu nanti kan dalam pendalaman pemeriksaan tersangka," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal mengatakan Brigadir AM masih berstatus anggota Polri meskipun ditetapkan sebagai tersangka.
Menurutnya, status keanggotaan Brigadir AM sebagai polisi akan diputuskan setelah putusan kasus pidananya berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Masih anggota aktif. Dia punya praduga tidak bersalah, jadi nanti setelah inkrah di pengadilan baru akan diputuskan," ujar Iqbal.
Brigadir AM adalah satu dari enam polisi yang sebelumnya telah menjalani sidang etik dan disiplin di Propam Polda Sultra.
Selain Brigadir AM, mantan Kasat Reskrim Polres Kendari berinisal AKP DK, Bripka MA, Bripka MI, Briptu H, serta Bripda FRS, dinyatakan melakukan pelanggaran etik dan disiplin serta Standar Operasional Prosedur (SOP) karena membawa senjata api saat pengamanan demonstrasi di Dedung DPRD Sultra pada 26 September lalu.
Baca: Kasus Penembakan Mahasiswa di Kendari, Yusuf Kardawi Tak Dapat Dibuktikan Terkena Luka Tembak
Keenamnya dinyatakan melanggar Pasal 4 huruf D, F dan L Peraturan Pemerintah RI Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri.
AM dan lima rekannya hanya diberi hukuman disiplin teguran tertulis, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun, penundaan kenaikan gaji berkala selama satu tahun, penundaan pendidikan selama satu tahun dan penempatan di tempat khusus selama 21 hari.
Selain menembak Randy yang juga mahasiswa Universitas Halu Oleo, Brigadir AM juga menembak satu orang ibu-ibu bernama Maulida. Namun, Maulida beruntung hanya mengalami luka kaki di bagian kanan.
Demonstrasi penolakan revisi UU KPK dan RKUHP di Gedung DPRD Sultra pada 26 September 2019 lalu diikuti ribuan mahasiswa. Dua mahasiswa tumbang setelah bentrok terjadi antara mahasiswa dan polisi.

Immawan Randy (21) dinyatakan meninggal dunia akibat luka tembak di dada sebelah kanan pada sore harinya.
Sementara, korban lainnya, Muhammad Yusuf Kardawi (19) meninggal dunia esok harinya setelah menjalani operasi akibat luka serius pada bagian kepala di RSUD Bahteramas.
Keduanya adalah mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO).
Selain itu, seorang ibu hamil enam bulan bernama bernama Maulina yang sedang tertidur di rumahnya di Kota Kendari, juga terkena tembakan di betisnya.
Rumahnya berjarak sekitar 2 kilometer dari Gedung DPRD Sultra.
Baca: Sri Mulyani Cium Desa Siluman Sedot Dana Desa, Ini Kata KPK
Pelaku Lain Dipertanyakan
Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mempertanyakan pelaku lain dari tewasnya mahasiswa atas nama Muhammad Yusuf Kardawi.
"Ada tiga korban dalam aksi demo di Kendari, yaitu satu mahasiswa meninggal akibat tembakan, satu mahasiswa meninggal akibat pukulan benda tumpul dan seorang perempuan luka-luka karena kakinya terkena peluru nyasar," kata Poengky.

Menurutnya, dua bulan sejak kejadian tersebut, Polri hanya mengungkap kasus kematian atas nama Randy.
"Perlu disampaikan kepada masyarakat, siapa yang disangka melakukan pemukulan dan menembak yang mengakibatkan peluru nyasar? Apakah ada pelaku-pelaku lain selain Brigadir AM?" ujarnya.
Poengky meminta pimpinan Polri memastikan seluruh anggotanya untuk memahami dan melaksanakan Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Hak Asasi Manusia. (tribun network/kompas.com)