APBD DKI
Berikut Anggaran Fantastis yang Ditemukan di RAPBD DKI Jakarta 2020, dari Lem Aibon hingga Komputer
Tak hanya lem aibon, terdapat beberapa temuan dengan angka fantastis di anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2020.
TRIBUNNEWS.COM - Tak hanya lem aibon, terdapat beberapa temuan dengan angka fantastis di Rancangan Anggaran Pendapatan, dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta 2020.
Dalam susunan RAPBD, DPRD DKI Jakarta menemukan lima anggaran 'janggal' yang nilainya menyentuh angka fantastis.
Pertama ialah anggaran pembelian lem aibon yang beberapa hari terakhir mendapat sorotan tajam dari publik.
Diketahui untuk pembelian lem aibon, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menganggarkan Rp 82,8 miliar.
Syaefuloh Hidayat, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta menuturkan anggaran Rp 82,8 miliar itu sebenarnya merupakan Bantuan Operasional Pendidikan di Jakarta Barat.
Beberapa hari sebelumnya sempat beredar kalau anggaran yang tertera dalam rencana APBD adalah salah ketik.
Namun Syaefuloh kemudian memberikan penjelasan bahwa anggaran itu merupakan anggaran sementara.
Menurutnya, angaran untuk lem aibon tidak menyentuh angka Rp 82,8 miliar.
Dikutip dari Kompas.com, Disdik DKI sudah menyisir anggaran dan akan dirapatkan dengan Komisi E DPRD DKI Jakarta.
"Terkait dengan anggaran Aibon, saya sudah coba sisir, insya Allah tidak ada anggaran Aibon sebesar Rp 82,8 miliar tersebut," ujar Syaefuloh di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu (30/10/2019).
Seperti diketahui, viralnya APBD DKI Jakarta dimulai dari unggahan William Aditya Sarana di akun instagramnya @wiillsarana.
William merasa janggal dengan angka yang tersusun dalam APBD dan langsung mempertanyakan asal usul dari anggaran tersebut.
Sebelumnya, William sempat mempermasalahkan terkait website apbd.jakarta.go.id yang tidak dapat diakses.

Tak berhenti di usulan anggaran pembelian lem aibon, anggaran untuk pembelian bolpoin juga menjadi sorotan.
Dalam RAPBD DKI Jakarta 2020, ditemukan anggaran untuk pembelian bolpoin berjumlah Rp 124 miliar.
Menurut Kepala Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakarta Timur, Ade Narun anggaran itu muncul karena adanya kesalahan input
Ade mengaku, ada kesalahan dalam pemasukan rekening anggaran.
Anggaran tersebut tidak seharusnya masuk dalam pembelian bolpoin.
Seharusnya masuk dalam rekening alat tulis kantor (ATK).
"Awalnya anggaran dimasukkan ke rekening ATK, nah rupanya ketika dimasukkan, anggaran masuklah ke kode rekening yang bolpoin itu," ujar Ade.
Anggaran fantastis berikutnya adalah yang digunakan untuk membuat jalur sepeda.
Untuk biaya pembangunannya, Dinas Perhubungan mengalokasikan dana sebesar Rp 73,7 miliar.
Namun, untuk anggaran jalur sepeda mengalami penundaan.
Hal ini dikarenakan Komisi B merasa keberatan dengan melonjaknya anggaran tersebut.
Komisi B menganggap anggaran belum jelas dan ingin mengetahui secara rinci terkait pembangunan jalur sepeda.
Tidak kalah dari perhatian yaitu adanya anggaran Rp 5 miliar yang ditujukan untuk membayar lima infuencer.
Nantinya para influencer ini akan membantu Pemprov DKI dalam mempromosikan pariwisata dan kebudayaan.
Menurut Edy Junaedi, Kepala Dinas Pariwisata dan kebudayaan, anggaran Rp 5 miliar tidak hanya digunakan untuk influencer.
Itu juga digunakan untuk kebutuhan event dan publikasi.
Setelah viral mengenai anggaran influencer, pada akhir Oktober anggaran ini pun resmi dihapus dari APBD DKI Jakarta 2020.
Diketahui adanya penghapusan dilakukan untuk penghematan dan efisiensi anggaran.
Terakhir, dalam susunan anggaran sementara di APBD DKI Jakarta 2020 yang juga sempat viral adalah anggaran pembelian komputer.
Ditemukan untuk anggaran pembelian komputer yang disusun oleh Dinas Pendidikan sebesar Rp 121 miliar.
Dikutip dari Kompas.com, Syaefuloh Hidayat mengaku pengadaan anggaran sebesar itu untuk sarana siswa saat ujian yang berbasis komputer.
"Itu (komputer) awalnya untuk membantu dan memperlancar proses ujian berbasis komputer, tapi dalam rangka efisiensi, kami mencoba membuat berbagai macam alternatif," kata Syaefuloh.
Satu diantara cara alternatif yang dimaksud adalah siswa SMK yang akan ujian berbasis komputer dapat bergantian dengan siswa SMA.
Hal ini mungkin dilakukan karena adanya perbedaan jadwal ujian antara SMK dan SMA. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma) (Kompas.com/Nursita Sari)