Jumat, 3 Oktober 2025

Pelantikan Jokowi & Maruf Amin

Penyusunan Kabinet: NasDem Sarankan Gerindra Jadi Oposisi, Muhammadiyah Sebut Kriteria Menteri Agama

Setelah dilantik pada 20 Oktober 2019 nanti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin bakal mengumumkan susunan kabinetnya.

Penulis: Daryono
TRIBUNNEWS/DANY PERMANA
Sebanyak 34 menteri anggota Kabinet Kerja I melakukan sumpah jabatan di Istana Negara, Jakarta, 27 Oktober 2014. 6 Menteri Lama Ini Tak Layak Masuk Kabinet Jokowi 2, Faisal Basri: Menteri Ini Paling Banyak Dosanya. 

Penyusunan Kabinet: NasDem Sarankan Gerindra Jadi Oposisi, Muhammadiyah Sebut Kriteria Menteri Agama

TRIBUNNEWS.COM - Setelah dilantik pada 20 Oktober 2019 nanti, Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Maruf Amin bakal mengumumkan susunan kabinetnya.

Penyusunan kabinet menjadi kewenangan sepenuhnya Presiden dan Wakil Presiden atau disebut sebagai hak prerogratif Presidan dan Wapres.

Meski merupakan hak prerogratif presiden, pengisian kabinet tak akan lepas dari 'jatah' untuk parpol.

Tak hanya koalisi parpol pendukung, partai yang berseberangan dengan Jokowi-Maruf disebut-sebut juga bakal masuk dalam kabinet.

Baca: Prediksi Kabinet Jokowi: Berikut Wajah Lama yang Diperkirakan Jadi Menteri, Ada Susi Pudjiastuti

Terkait penyusunan kabinet ini, sejumlah elit parpol memberikan pernyataan.

Sementara Muhammadiyah memberi catatan soal posisi Menteri Agama. 

Berikut rangkumannya, Jumat (18/10/2019): 

1. NasDem Keberatan Semua Parpol Masuk ke Pemerintahan

Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani Chaniago mengatakan, peran parpol oposisi terhadap pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin tetap dibutuhkan dalam lima tahun ke depan.

Oleh sebab itu, Irma menyebut, partainya tidak sepakat jika seluruh parpol yang ada saat ini bergabung ke dalam koalisi pendukung pemerintahan Jokowi-Ma'ruf.

"Kok rasanya tidak nyaman kalau pemerintah kita ini tidak ada yang mengontrol. Tidak ada check and balance. Semuanya mau masuk ke pemerintahan, Ini berbahaya," ujar Irma saat menjadi pembicara dalam peluncuran hasil survei Parameter Politik Indonesia, di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (17/10/2019) sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/3/2017).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)
Ketua DPP Partai Nasdem Irma Suryani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (17/3/2017).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra) (Kompas.com)

Irma menegaskan, Partai Nasdem merasa perlu keberadaan parpol oposisi yang memegang fungsi kontrol terhadap pemerintah.

Menurut dia, ke depannya pemerintah membutuhkan pihak oposisi yang konstruktif, solutif dan elegan.

Dengan begitu sistem tetap berjalan.

Irma menampik anggapan bahwa jatah menteri Partai Nasdem dikhawatirkan berkurang apabila partai di luar koalisi pendukung ikut bergabung.

Bahkan, kata Irma, Partai Nasdem tidak keberatan jika nantinya tak ada satupun kader yang duduk dalam kabinet.

"Karena nasdem menyatakan sejak awal, kami mendukung Pak Jokowi tanpa syarat," kata Irma.

Diketahui, salah satu parpol yang disebut-sebut hendak bergabung ke koalisi Jokowi, yaitu Partai Gerindra.

Partai Gerindra sudah menyerahkan mandat kepada Prabowo Subianto sebagai Ketua Dewan Pembina sekaligus Ketua Umum untuk menentukan sikap politik partai dalam lima tahun ke depan.

Dengan demikian, Prabowo memegang kewenangan penuh untuk menentukan apakah Partai Gerindra akan bergabung dengan koalisi parpol pendukung pemerintahan Joko Widodo-Ma'ruf Amin atau tetap menjadi oposisi.

2. PPP Beri Syarat Jika Gerindra, PAN dan Demokrat Masuk Kabinet

Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani tidak mempermasalahkan jika Partai Gerindra, Demokrat, dan PAN masuk koalisi pemerintah.

Namun, ia mengingatkan ketiga partai tersebut agar tidak bersikap seperti oposisi jika nantinya bergabung dalam barisan partai pendukung pemerintahan.

Gerindra, Demokrat, dan PAN dalam Pilpres 2019 tidak mengusung Jokowi-Ma'ruf Amin.

"Kenapa harus dipermasalahkan? PPP itu cuma memberikan underline saja bahwa kalau masuk dalam pemerintahan jangan berlaku sebagai oposisi, itu saja."

"Jangan kursinya mau, tapi begitu yang enggak enak, enggak mau, seolah-olah bukan bagian dari koalisi, itu saja," kata Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (17/10/2019).

Arsul Sani
Arsul Sani (Igman Ibrahim)

Lebih lanjut, ia menilai jika PPP mendapatkan jabatan menteri, itu sebagai penghargaan karena mengusung Jokowi-Ma'ruf.

Namun, penyusunan komposisi menteri merupakan hak prerogatif presiden.

"Tugas parpol itu sebetulnya selesai ketika melakukan pengusungan, selebihnya itu kan hal-hal yang sifatnya politis saja bahwa dalam politik mengusung itu kemudian ada reward-nya, itu iya," ujar Arsul.

"Tapi kemudian kan tidak bisa menurut saya reward itu termasuk membatasi hak seorang presiden yang diberi hak prerogatif itu untuk kemudian ikut menentukan, 'yang ini diambil, yang itu jangan', jangan. Ya itu kita kembalikan saja ke beliau (Jokowi)," lanjutnya.

3. Kriteria Menteri Agama Menurut Muhammadiyah

Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir menyampaikan kriteria Menteri Agama di kabinet Presiden Joko Widodo jilid kedua yang sebentar lagi akan terbentuk.

Haedar mengatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin selama ini kinerjanya sudah bagus lantaran mengayomi semua golongan di Indonesia.

Baca: Ramai Isu Kabinet Kerja Jilid 2, Ini Empat Kriteria Menteri Menurut Jokowi

Oleh karena itu, ke depannya, ia berharap agar Menteri Agama yang baru juga dapat mengayomi semua golongan.

"Menteri Agama, saya pikir juga selama ini bagus. Ke depan, bisa mengayomi semua golongan," kata Haedar saat ditemui di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Kamis (17/10/2019).

"Menteri Agama yang baru juga bisa mendewasakan kedewasaan umat dan juga mananamkan nilai-nilai di mana Islam dan agama itu menjadi rahmatan lil alamin," lanjut dia.

Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah KH Haedar Nashir saat menghadiri peletakkan batu pertama pembangunan gedung 31 lantai Universitas Muhammadiyah Surabaya, Selasa (23/4/2019)
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah KH Haedar Nashir saat menghadiri peletakkan batu pertama pembangunan gedung 31 lantai Universitas Muhammadiyah Surabaya, Selasa (23/4/2019) (surya/sulvi sofiana)

Haedar menambahkan, Menteri Agama yang baru nanti juga harus mampu menyikapi perbedaan pemikiran keagamaan yang berbeda-beda di Indonesia.

Menurut dia, perbedaan pemikiran keagamaan harus disikapi secara bijak supaya tidak menimbulkan konflik horizontal.

"Perbedaan politik, mazhab, itu biar saja ya menjadi kekayaan. Menteri Agama ke depan harus bisa mengayomi semuanya," lanjut dia.

Haedar sekaligus mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia untuk menyukseskan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma'ruf Amin pada 20 Oktober 2019.

Ia meminta masyarakat menyudahi perbedaan politik yang terus dibangun sejak Pilpres 2019.

"Dari Muhammadiyah, 20 oktober 2019 ini, kita sukseskan semuanya seluruh komponen bangsa. Karena sukses pelantikan presiden dan wakil presiden itu juga sukses bangsa Indonesia," ujar Haedar. "Jadi semangat perbedaan politik harus dikhatamkan, tutup buku," lanjut dia.

(Kompas.com/Rakhmat Nur Hakim/Kristian Erdianto)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved