Selasa, 7 Oktober 2025

Direktur Litigasi: Pemilu Serentak Hemat Anggaran Hingga Rp 10 Triliun

inti dari konsep pemilu serentak adalah menggabungkan pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif dalam satu hari yang sama.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Choirul Arifin
Warta Kota/Alex Suban
Karyawan percetakan mencetak surat suara tambahan di Percetakan PT Gramedia, Palmerah, Jakarta Pusat, Jumat (12/4/2019). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM, Ardiansyah, mengatakan, pelaksanaan pemilu secara serentak diharapkan memberikan pengaruh positif terhadap sistem pemerintahan di Indonesia.

Salah satu manfaat tersebut, kata dia, adalah penghematan anggaran pemilu. Anggaran dapat digunakan untuk pemenuhan hak-hak konstitusional lain warga negara yang nilai berkisar mencapai Rp 5-10 triliun.

Ardiansyah menyampaikan hal tersebut pada sidang pengujian materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu)  di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (3/10/2019).

“Hal itu sesuai tujuan negara sebagaimana yang diamanatkan di Pembukaan UUD 1945, diantaranya untuk memajukan kesejahteraan umum dan sebesar-besar kemakmuran rakyat,” kata Ardiansyah, seperti dilansir laman MK, Jumat (4/10/2019).

Menurut dia, inti dari konsep pemilu serentak adalah menggabungkan pelaksanaan pemilu legislatif dan eksekutif dalam satu hari yang sama.

Baca: Jelang Pelantikan Presiden, Ini Gambaran Kabinet Jokowi 2019-2024, Ada yang Terpental dan Bertahan

Sehingga, dia menegaskan memungkinkan terciptanya pemerintahan yang kongruen, maksudnya terpilihnya pejabat eksekutif (Presiden dan Wakil Presiden) yang mendapat dukungan legislatif sehingga pemerintahan stabil dan efektif.

Baca: Ketua DPR Puan Maharani Punya Total Kekayaan Rp 363,37 Miliar, Utangnya Rp 49,7 Miliar

Selain itu, dia menilai, pemilu serentak dapat menciptakan koalisi berbasis kebijakan. Sebab pemilu membutuhkan partai politik yang kuat dan daya tahan memadai dalam mewakili kepentingan masyarakat dan menawarkan pilihan-pilihan kebijakan untuk menunjukkan kemampuan dalam menuju kebaikan umum.

Baca: Artis Rifat Umar Ditangkap Atas Dugaan Kepemilikan Ganja

Sekaligus meminimalkan pragmatisme politik yang kerap menjadi acuan aktor-aktor dan parpol-parpol dalam berkoalisi.

“Dengan pemilu secara serentak, parpol diyakini tidak bisa lagi berkoalisi secara pragmatis. Parpol akan lebih selektif mencari calon dan tidak sekadar mengandalkan pertimbangan matematis. Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan bermuara pada penyederhanaan sistem kepartaian secara alamiah,” kata dia.

Untuk diketahui, permohonan perkara Nomor 37/PUU-XVII/2019 ini dimohonkan oleh tujuh pemohon yang berasal dari berbagai profesi dan badan hukum.

Para Pemohon, di antaranya Arjuna Pemantau Pemilu, M. Faesal Zuhri, dan Robnaldo Heinrich Herman.

Para Pemohon mengujikan frasa “secara serentak dalam Pasal 167 ayat (3) dan Pasal 347 ayat (1) UU Pemilu.

Pasal 167 ayat (3) UU Pemilu menyatakan,“Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional.” Pasal 347 ayat (1)UU Pemilu menyatakan, “Pemungutan Suara Pemilu diselenggarakan secara serentak.”

Para Pemohon melalui kuasa hukum Viktor S. Tandiasa dan Yohanes Mahatma Pambudianto menyatakan pasal-pasal yang diujikan tersebut bertentangan dengan Pasal 28G Ayat (1) dan Pasal 28I Ayat (4) UUD 1945.

Yohanes saat menyampaikan alasan permohonan menyebutkan bahwa ketentuan Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945 yang mengatur perihal penyelenggaraan pemilu seharusnya membawa kemaslahatan bagi rakyat dan tidak boleh merugikan kepentingan rakyat khususnya menyangkut nyawa manusia.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved